Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Perspektif Hukum Positif dan Siyasah Syar’iyyah
Istianah Khalidah/742352019040 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang pemenuhan hak politik bagi penyandang disabilitas
dalam pemilihan umum perspektif peraturan perundang-undangan dan siyasah
syar’iyyah, dengan pokok masalah sebagai berikut 1) Bagaimana hak politik
penyandang disabilitas dalam pemilihan umum berdasarkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia, dan 2) Bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah dalam
memandang hak politik penyandang disabilitas pada pemilihan umum. Penelitian ini
dianalisis menggunakan pendekatan konseptual dan komparatif (perbandingan).
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis. Teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan metode kutipan langsung dan
tidak langsung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang
mengatur hak politik penyandang disabilitas diatur secara sistematis hierarki dimulai
dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat
(3) dan 28H ayat (2), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 43, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas Pasal 5 ayat (1) huruf h dan 13, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 5, 240 ayat (2), 350 ayat (2), dan 356 ayat (1).
Dari peraturan perundang-undangan tersebut, implementasi pemenuhan hak politik
penyandang disabilitas dapat dilihat pada pemilihan umum tahun 2019, yakni pemilih
penyandang disabilitas berjumlah 363.200 pemilih dan calon legislatif disabilitas
pada tahun 2019 berjumlah 31 calon yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun
perspektif siyasah syar’iyyah dalam memandang hak politik penyandang disabilitas
pada pemilihan umum yakni bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama
di depan hukum dan pemerintahan termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan, baik
sebagai pemilih maupun penyelenggara, hal tersebut dapat didasarkan atas prinsip
almusawat (persamaan) dan juga sebagai seorang mukhallaf. Pandangan siyasah
syar’iyyah memberikan batasan hak politik bagi penyandang disabilitas, batasan yang
dimaksud ketika difabel tersebut masih bisa membedakan yang mana hak dan bathil,
maka mereka masih memiliki hak politik. Lain halnya ketika mereka memiliki
keterbatasan yang secara akal sehat sudah tidak lagi berfungsi atau dengan kata lain
(gila), maka hal demikian mereka tidak memiliki hak politik.
A. Simpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari kedua hasil penelitian dan
pembahasan pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan yang mengatur hak politik penyandang
disabilitas diatur secara sistematis hierarki dimulai dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (3) dan 28H
ayat (2), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 43, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas Pasal 5 ayat (1) huruf h dan 13, dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 5, 240 ayat (2), 350 ayat (2), dan
356 ayat (1). Dari peraturan perundang-undangan tersebut, implementasi
pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dapat dilihat pada pemilihan
umum tahun 2019, yakni pemilih penyandang disabilitas berjumlah 363.200
pemilih dan calon legislatif disabilitas pada tahun 2019 berjumlah 31 calon
yang tersebar di seluruh Indonesia.
2. Perspektif siyasah syar’iyyah dalam memandang hak politik penyandang
disabilitas pada pemilihan umum yakni bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak yang sama didepan hukum dan pemerintahan termasuk dalam
penyelenggaraan pemilihan, baik sebagai pemilih maupun penyelenggara, hal
tersebut dapat didasarkan atas prinsip almusawat (persamaan) dan juga
sebagai seorang mukhallaf. Pandangan siyasah syar’iyyah memberikan
batasan hak politik bagi penyandang disabilitas, batasan yang dimaksud ketika
difabel tersebut masih bisa membedakan yang mana hak dan bathil, maka
mereka masih memiliki hak politik. Lain halnya ketika mereka memiliki
keterbatasan yang secara akal sehat sudah tidak lagi berfungsi atau dengan
kata lain (gila), maka hal demikian mereka tidak memiliki hak politik.
B. Saran
Adapun saran-saran yang diberikan oleh penulis pada hasil penelitian dan
pembahasan pada penulisan skripsi ini, sebagai berikut;
1. Kedepannya, terhadap pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam
pemilihan umum dapat terealisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan kaidah-kaidah Islam agar tercapainya hak yang tanpa adanya diskriminasi.
2. Kedepannya, terhadap pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam
pemilihan umum dapat juga terealisasi sesuai dengan kaidah-kaidah Islam
agar terciptanya hak yang tanpa adanya diskriminasi. Karena sebagaimana
yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas muslim.
dalam pemilihan umum perspektif peraturan perundang-undangan dan siyasah
syar’iyyah, dengan pokok masalah sebagai berikut 1) Bagaimana hak politik
penyandang disabilitas dalam pemilihan umum berdasarkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia, dan 2) Bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah dalam
memandang hak politik penyandang disabilitas pada pemilihan umum. Penelitian ini
dianalisis menggunakan pendekatan konseptual dan komparatif (perbandingan).
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis. Teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan metode kutipan langsung dan
tidak langsung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang
mengatur hak politik penyandang disabilitas diatur secara sistematis hierarki dimulai
dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat
(3) dan 28H ayat (2), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 43, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas Pasal 5 ayat (1) huruf h dan 13, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 5, 240 ayat (2), 350 ayat (2), dan 356 ayat (1).
Dari peraturan perundang-undangan tersebut, implementasi pemenuhan hak politik
penyandang disabilitas dapat dilihat pada pemilihan umum tahun 2019, yakni pemilih
penyandang disabilitas berjumlah 363.200 pemilih dan calon legislatif disabilitas
pada tahun 2019 berjumlah 31 calon yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun
perspektif siyasah syar’iyyah dalam memandang hak politik penyandang disabilitas
pada pemilihan umum yakni bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama
di depan hukum dan pemerintahan termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan, baik
sebagai pemilih maupun penyelenggara, hal tersebut dapat didasarkan atas prinsip
almusawat (persamaan) dan juga sebagai seorang mukhallaf. Pandangan siyasah
syar’iyyah memberikan batasan hak politik bagi penyandang disabilitas, batasan yang
dimaksud ketika difabel tersebut masih bisa membedakan yang mana hak dan bathil,
maka mereka masih memiliki hak politik. Lain halnya ketika mereka memiliki
keterbatasan yang secara akal sehat sudah tidak lagi berfungsi atau dengan kata lain
(gila), maka hal demikian mereka tidak memiliki hak politik.
A. Simpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari kedua hasil penelitian dan
pembahasan pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan yang mengatur hak politik penyandang
disabilitas diatur secara sistematis hierarki dimulai dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (3) dan 28H
ayat (2), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 43, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas Pasal 5 ayat (1) huruf h dan 13, dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 5, 240 ayat (2), 350 ayat (2), dan
356 ayat (1). Dari peraturan perundang-undangan tersebut, implementasi
pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dapat dilihat pada pemilihan
umum tahun 2019, yakni pemilih penyandang disabilitas berjumlah 363.200
pemilih dan calon legislatif disabilitas pada tahun 2019 berjumlah 31 calon
yang tersebar di seluruh Indonesia.
2. Perspektif siyasah syar’iyyah dalam memandang hak politik penyandang
disabilitas pada pemilihan umum yakni bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak yang sama didepan hukum dan pemerintahan termasuk dalam
penyelenggaraan pemilihan, baik sebagai pemilih maupun penyelenggara, hal
tersebut dapat didasarkan atas prinsip almusawat (persamaan) dan juga
sebagai seorang mukhallaf. Pandangan siyasah syar’iyyah memberikan
batasan hak politik bagi penyandang disabilitas, batasan yang dimaksud ketika
difabel tersebut masih bisa membedakan yang mana hak dan bathil, maka
mereka masih memiliki hak politik. Lain halnya ketika mereka memiliki
keterbatasan yang secara akal sehat sudah tidak lagi berfungsi atau dengan
kata lain (gila), maka hal demikian mereka tidak memiliki hak politik.
B. Saran
Adapun saran-saran yang diberikan oleh penulis pada hasil penelitian dan
pembahasan pada penulisan skripsi ini, sebagai berikut;
1. Kedepannya, terhadap pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam
pemilihan umum dapat terealisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan kaidah-kaidah Islam agar tercapainya hak yang tanpa adanya diskriminasi.
2. Kedepannya, terhadap pemenuhan hak politik penyandang disabilitas dalam
pemilihan umum dapat juga terealisasi sesuai dengan kaidah-kaidah Islam
agar terciptanya hak yang tanpa adanya diskriminasi. Karena sebagaimana
yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas muslim.
Ketersediaan
| SSYA20230012 | 12/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
12/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
