Alat Bukti Pernyadapan (Studi Analisis Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010)
Hasnawati/742352019145 - Personal Name
Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami
perkembangan. Salah satu ciri perkembangan ini adalah dengan banyaknya program
pembangunan dan adanya pembangunan di berbagai bidang kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi atau yang kita kenal dengan istilah IPTEK. Bentuk-bentuk tindak pidana
telah disisipi modus dengan menggunakan teknologi yang canggih yang
menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan penyelidikan
dan penyidikan terhadap para pelaku tindak pidana. Oleh sebab itu, para penegak
hukum perlu melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum. Termasuk diantaranya
adalah kebijakan hukum mengenai penyadapan, hasil penyadapan yang akan
digunakan sebagai alat bukti di dalam rangka penyidikan untuk menghadapi tindak
pidana yang sulit pembuktiannya. Terlihat adanya pertentangan antara dua
kepentingan negara dalam melindungi hak privasi warga negaranya dan kepentingan
negara dalam menegakkan hukum. Berdasarkan pertentangan antara dua kepentingan
tersebut menyebabkan ada sebagian warga negara yang merasa haknya
konstutisionalnya dilanggar dengan adanya tindakan penyadapan.
Penelitian ini mengkaji pengaturan mengenai tindakan penyadapan yang
digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses penyidikan dan kewenangan
lembaga penegak hukum dalam prolehan alat bukti hasil penyedapan pasca putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 5/PUU-VIII/2010. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Penelitian ini menunjukkan bahwa teknik penyadapan dinilai dapat
membantu kerja aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan
termasuk kasus korupsi. Mengenai wewenang penyadapan oleh aparat penegak
hukum yang dalam kasus ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun,
pengaturan ketentuan-ketentuan yang memberikan kewenangan untuk melakukan
penyadapan kepada sektoral lembaga hanyalah aturan yang mengatur hukum formil,
bukan materiil karena hingga saat ini Hukum Acara Pidana sama sekali tidak
mengatur hal sedemikian. Sehingga dalam pelaksanaan tata cara penyadapan
hanyalah mengacu pada ketentuan-ketentuan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informasi Nomor: 11/PERM.KOMINFO/02/2006 Tentang Teknis Intersepsi
Terhadap Informasi.
Implikasi dari penelitian ini adalah untuk menindaklanjuti amar dari Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, pengaturan mengenai penyadapan
baik undang-undang yang mengatur hukum materiil maupun undang-undang yang
mengatur hukum formilnya harus diatur di dalam undang-undang khusus. Undang-
undang khusus tersebut sangat perlu guna memberikan kepastian hukum kepada
penegak hukum terkait kewenangan untuk melakukan penyadapan. Karena hal itu
berkaitan dengan sah tidaknya suatu perolehan alat bukti hasil penyadapan di dalam
persidangan.
A. Simpulan
1. Teknik penyadapan dinilai dapat membantu kerja aparat penegak hukum
dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan termasuk kasus korupsi.
Mengenai wewenang penyadapan oleh aparat penegak hukum yang dalam
kasus ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam uraian di Pasal 12
ayat (1), mengatur mengenai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam melakukan tindakan penyadapan dalam tugas penyelidikan dan
penyidikan. Selanjutnya hasil dari tindakan penyadapan tersebut dapat
dijadikan alat bukti dalam kasus tindak pidana korupsi. Untuk melakukan
tindakan penyadapan, aparat penegak hukum harus memperhatikan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan hukum yang agar tindakan penyadapan
tersebut tidak dikatakan sebagai tindakan melawan hukum karena belum
melalui mekanisme peraturan yang berlaku. Namun, ketentuan-ketentuan
yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan kepada
sektoral lembaga hanyalah aturan yang mengatur hukum formil, bukan
materiil karena hingga saat ini Hukum Acara Pidana sama sekali tidak
mengatur hal sedemikian. Sehingga dalam pelaksanaan tata cara
penyadapan hanyalah mengacu pada ketentuan-ketentuan Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 11/PERM.KOMINFO/02/2006
Tentang Teknis Intersepsi Terhadap Informasi.
2. Kewenangan Lembaga Penagak Hukum dalam perolehan alat bukti pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 Lembaga penegak
hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan pasca
putusan Mahkamah Konstitusi yakni
a) Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4720 yang
selanjutnya disingkat UU Perdagangan orang) memberikan
kewenangan untuk melakukan penyadapan kepada penyidik kepolisian.
b) Menurut Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5062 yang selanjutnya disingkat UU Narkotika) yang
memberikan kewenngan untuk melakukan penyadapan kepada penyidik
BNN.
c) Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen
Negara (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5249 yang selanjutnya disingkat UU
Intelegen Negara) yang memberikan kewenangan untuk melakukan
penyadapan kepada Badan Intelegen Negara.
d) Menurut Pasal 12 huruf (a) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4250 yang selanjutnya disingkat
UU KPK) yang berwenang melakukan penyadapan adalah KPK.
B. Saran
Untuk menindaklanjuti amar dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
5/PUU-VIII/2010, pengaturan mengenai penyadapan baik undang-undang yang
mengatur hukum materiil maupun undang-undang yang mengatur hukum
formilnya harus diatur di dalam undang-undang khusus . Undang- undang khusus
tersebut sangat perlu guna memberikan kepastian hukum kepada penegak hukum
terkait kewenangan untuk melakukan penyadapan. Karena hal itu berkaitan
dengan sah tidaknya suatu perolehan alat bukti hasil penyadapan di dalam
persidangan.
perkembangan. Salah satu ciri perkembangan ini adalah dengan banyaknya program
pembangunan dan adanya pembangunan di berbagai bidang kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi atau yang kita kenal dengan istilah IPTEK. Bentuk-bentuk tindak pidana
telah disisipi modus dengan menggunakan teknologi yang canggih yang
menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan penyelidikan
dan penyidikan terhadap para pelaku tindak pidana. Oleh sebab itu, para penegak
hukum perlu melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum. Termasuk diantaranya
adalah kebijakan hukum mengenai penyadapan, hasil penyadapan yang akan
digunakan sebagai alat bukti di dalam rangka penyidikan untuk menghadapi tindak
pidana yang sulit pembuktiannya. Terlihat adanya pertentangan antara dua
kepentingan negara dalam melindungi hak privasi warga negaranya dan kepentingan
negara dalam menegakkan hukum. Berdasarkan pertentangan antara dua kepentingan
tersebut menyebabkan ada sebagian warga negara yang merasa haknya
konstutisionalnya dilanggar dengan adanya tindakan penyadapan.
Penelitian ini mengkaji pengaturan mengenai tindakan penyadapan yang
digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses penyidikan dan kewenangan
lembaga penegak hukum dalam prolehan alat bukti hasil penyedapan pasca putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 5/PUU-VIII/2010. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Penelitian ini menunjukkan bahwa teknik penyadapan dinilai dapat
membantu kerja aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan
termasuk kasus korupsi. Mengenai wewenang penyadapan oleh aparat penegak
hukum yang dalam kasus ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun,
pengaturan ketentuan-ketentuan yang memberikan kewenangan untuk melakukan
penyadapan kepada sektoral lembaga hanyalah aturan yang mengatur hukum formil,
bukan materiil karena hingga saat ini Hukum Acara Pidana sama sekali tidak
mengatur hal sedemikian. Sehingga dalam pelaksanaan tata cara penyadapan
hanyalah mengacu pada ketentuan-ketentuan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informasi Nomor: 11/PERM.KOMINFO/02/2006 Tentang Teknis Intersepsi
Terhadap Informasi.
Implikasi dari penelitian ini adalah untuk menindaklanjuti amar dari Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, pengaturan mengenai penyadapan
baik undang-undang yang mengatur hukum materiil maupun undang-undang yang
mengatur hukum formilnya harus diatur di dalam undang-undang khusus. Undang-
undang khusus tersebut sangat perlu guna memberikan kepastian hukum kepada
penegak hukum terkait kewenangan untuk melakukan penyadapan. Karena hal itu
berkaitan dengan sah tidaknya suatu perolehan alat bukti hasil penyadapan di dalam
persidangan.
A. Simpulan
1. Teknik penyadapan dinilai dapat membantu kerja aparat penegak hukum
dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan termasuk kasus korupsi.
Mengenai wewenang penyadapan oleh aparat penegak hukum yang dalam
kasus ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam uraian di Pasal 12
ayat (1), mengatur mengenai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam melakukan tindakan penyadapan dalam tugas penyelidikan dan
penyidikan. Selanjutnya hasil dari tindakan penyadapan tersebut dapat
dijadikan alat bukti dalam kasus tindak pidana korupsi. Untuk melakukan
tindakan penyadapan, aparat penegak hukum harus memperhatikan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan hukum yang agar tindakan penyadapan
tersebut tidak dikatakan sebagai tindakan melawan hukum karena belum
melalui mekanisme peraturan yang berlaku. Namun, ketentuan-ketentuan
yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan kepada
sektoral lembaga hanyalah aturan yang mengatur hukum formil, bukan
materiil karena hingga saat ini Hukum Acara Pidana sama sekali tidak
mengatur hal sedemikian. Sehingga dalam pelaksanaan tata cara
penyadapan hanyalah mengacu pada ketentuan-ketentuan Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 11/PERM.KOMINFO/02/2006
Tentang Teknis Intersepsi Terhadap Informasi.
2. Kewenangan Lembaga Penagak Hukum dalam perolehan alat bukti pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 Lembaga penegak
hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan pasca
putusan Mahkamah Konstitusi yakni
a) Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4720 yang
selanjutnya disingkat UU Perdagangan orang) memberikan
kewenangan untuk melakukan penyadapan kepada penyidik kepolisian.
b) Menurut Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5062 yang selanjutnya disingkat UU Narkotika) yang
memberikan kewenngan untuk melakukan penyadapan kepada penyidik
BNN.
c) Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen
Negara (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5249 yang selanjutnya disingkat UU
Intelegen Negara) yang memberikan kewenangan untuk melakukan
penyadapan kepada Badan Intelegen Negara.
d) Menurut Pasal 12 huruf (a) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4250 yang selanjutnya disingkat
UU KPK) yang berwenang melakukan penyadapan adalah KPK.
B. Saran
Untuk menindaklanjuti amar dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
5/PUU-VIII/2010, pengaturan mengenai penyadapan baik undang-undang yang
mengatur hukum materiil maupun undang-undang yang mengatur hukum
formilnya harus diatur di dalam undang-undang khusus . Undang- undang khusus
tersebut sangat perlu guna memberikan kepastian hukum kepada penegak hukum
terkait kewenangan untuk melakukan penyadapan. Karena hal itu berkaitan
dengan sah tidaknya suatu perolehan alat bukti hasil penyadapan di dalam
persidangan.
Ketersediaan
| SSYA20230211 | 211/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
211/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
