Pelaksanaan Shalat Berjamaah Bagi Perempuan Menurut Hukum Islam(Studi Kasus Di Kelurahan Manurungnge Kecamatan Tanete Riattang)
Mega Kurnia Syam/742302019099 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Pelaksanaan Ṣhalat Berjamaah bagi Perempuan
Menurut Hukum Islam dengan studi yang dilakukan di Kelurahan Manurungnge
Kecamatan Tanete Riattang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
adanya fenomena di masyarakat yang menunjukkan bahwa jumlah jamaah perempuan
lebih sedikit dibanding jumlah jamaah laki-laki, jumlah jamaah perempuan usia tua
lebih banyak dibanding jumlah jamaah usia muda, dan juga adanya perbedaan
perspektif masyarakat terkait pelaksanaan ṣhalat berjamaah bagi perempuan. Untuk
memudahkan pemecahan masalah digunakan pendekatan teologis normatif dan
pendekatan sosiologis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh diolah dengan teknik
kualitatif, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif
dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan informasi dan sebagai referensi mengenai pelaksanaan
ṣhalat berjamaah bagi perempuan menurut hukum Islam.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis berkesimpulan bahwa (1)
Masyarakat beranggapan bahwa ṣhalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan dan
kesempurnaan pahala dibanding melakukan ṣhalat secara sendiri di rumah, hal ini
melatarbelakangi banyak kaum perempuan di Kelurahan Manurungnge untuk
menunaikan ṣhalat berjamaah di masjid. Terdapat perbedaan pandangan masyarakat
terkait hukum melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid bagi perempuan. Sebagian
masyarakat menganggap bahwa hukumnya adalah wajib. Dan Sebagian yang lain
menganggap bahwa hukumnya adalah tidak wajib. (2) Dalam pelaksanaan ṣhalat
berjamaah di masjid seringkali dijumpai jamaah perempuan lebih sedikit dibanding
laki-laki, hal ini karena anggapan masyarakat awam terkait hukum ṣhalat berjamaah
adalah bagi laki-laki, ṣhalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik daripada
ṣhalat berjamaah di rumah. Sedangkan bagi perempuan, ṣhalat di rumah lebih baik
karena itu lebih aman bagi mereka. Fakta lain adalah jamaah perempuan usia tua
yang melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid lebih dominan dibandingkan dengan
jamaah perempuan usia muda. Hal ini karena umumnya perempuan usia muda lebih
memiliki banyak kesibukan dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah berbeda
dengan mereka yang sudah lansia.
A. Simpulan
Setelah melakukan penelitian dan analisa tentang Pelaksanaan Ṣhalat
Berjamaah bagi Perempuan Menurut Hukum Islam (Studi di Kelurahan
Manurungnge Kecamatan Tanete Riattang), maka dapat disimpulkan:
1. Masyarakat beranggapan bahwa ṣhalat berjamaah di masjid memiliki
keutamaan dan kesempurnaan pahala dibanding melakukan ṣhalat secara
sendiri di rumah, hal ini melatarbelakangi banyak kaum perempuan di
Kelurahan Manurungnge untuk menunaikan ṣhalat berjamaah di masjid.
Terdapat perbedaan pandangan terkait hukum melaksanakan ṣhalat berjamaah
di masjid bagi perempuan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa
hukumnya adalah wajib, yang mana tidak ada satupun mazhab yang sejalan
dengan anggapan ini. Sedangkan beberapa masyarakat menganggap bahwa
hukumnya adalah tidak wajib, yang mana anggapan ini sejalan dengan
pendapat empat mazhab. Kebanyakan dari masyarakat yang memilih tidak
ṣhalat berjamaah di masjid karena memiliki banyak kesibukan dan pekerjaan
masing-masing. Mereka menganggap bahwa ṣhalat berjamaah di masjid lebih
banyak pahala daripada ṣhalat secara sendiri di rumah, namun di sisi lain
mereka menganggap bahwa ṣhalat berjamaah di masjid bukan suatu
kewajiban bagi perempuan dan mereka juga menganggap perempuan yang
keluar ṣhalat berjamaah di masjid dapat menimbulkan fitnah.
2. Dalam pelaksanaan ṣhalat berjamaah di masjid di Kelurahan Manurungnge
seringkali dijumpai jamaah perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki, hal
ini karena anggapan masyarakat awam terkait hukum ṣhalat berjamaah adalah
bagi laki-laki, ṣhalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik daripada
ṣhalat berjamaah di rumah, kecuali ṣhalat sunnah maka di rumah lebih baik.
Sedangkan bagi perempuan, ṣhalat di rumah lebih baik karena itu lebih aman
bagi mereka. Fakta lain adalah jamaah perempuan usia tua yang melaksanakan
ṣhalat berjamaah di masjid lebih dominan dibandingkan dengan jamaah
perempuan usia muda. Hal ini karena umumnya perempuan usia muda lebih
memiliki banyak kesibukan dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah
berbeda dengan mereka yang sudah lansia. Faktor lain karena perempuan usia
tua tidak menarik lagi dimana kecil kemungkinan menyebabkan fitnah, maka
boleh untuk melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid. Sedangkan untuk
perempuan usia muda yang menarik perhatian lawan jenis sebaiknya tidak
harus keluar untuk menghindari terjadinya fitnah atau ancaman pada dirinya.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Ṣhalat
Berjamaah bagi Perempuan Menurut Hukum Islam (Studi di Kelurahan
Manurungnge Kecamatan Tanete Riattang), maka penulis menyampaikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Penulis menyarankan kepada pembaca terutama masyarakat pada umumnya
agar memahami pentingnya pelaksanaan ṣhalat berjamaah khususnya ṣhalat
berjamaah bagi perempuan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang ada
dalam hukum Islam.
2. Penulis menyarankan agar masjid-masjid sebaiknya memasang satir
(pembatas) yang tinggi antara jamaah laki-laki dan perempuan dan sebaiknya
dilengkapi dengan CCTV agar menghindari terjadinya fitnah sehingga dapat
memberikan rasa aman bagi para jamaah masjid.
3. Penulis menyarankan agar perempuan yang hendak keluar rumah untuk
melaksanakan ṣhalat berjamaah memperhatikan cara berpakaian, tidak
bertabarruj, memakai wangi-wangian yang secukupnya, dan menghindari
hal-hal yang dapat menimbulkan ancaman atau fitnah pada dirinya.
Menurut Hukum Islam dengan studi yang dilakukan di Kelurahan Manurungnge
Kecamatan Tanete Riattang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
adanya fenomena di masyarakat yang menunjukkan bahwa jumlah jamaah perempuan
lebih sedikit dibanding jumlah jamaah laki-laki, jumlah jamaah perempuan usia tua
lebih banyak dibanding jumlah jamaah usia muda, dan juga adanya perbedaan
perspektif masyarakat terkait pelaksanaan ṣhalat berjamaah bagi perempuan. Untuk
memudahkan pemecahan masalah digunakan pendekatan teologis normatif dan
pendekatan sosiologis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh diolah dengan teknik
kualitatif, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif
dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan informasi dan sebagai referensi mengenai pelaksanaan
ṣhalat berjamaah bagi perempuan menurut hukum Islam.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis berkesimpulan bahwa (1)
Masyarakat beranggapan bahwa ṣhalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan dan
kesempurnaan pahala dibanding melakukan ṣhalat secara sendiri di rumah, hal ini
melatarbelakangi banyak kaum perempuan di Kelurahan Manurungnge untuk
menunaikan ṣhalat berjamaah di masjid. Terdapat perbedaan pandangan masyarakat
terkait hukum melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid bagi perempuan. Sebagian
masyarakat menganggap bahwa hukumnya adalah wajib. Dan Sebagian yang lain
menganggap bahwa hukumnya adalah tidak wajib. (2) Dalam pelaksanaan ṣhalat
berjamaah di masjid seringkali dijumpai jamaah perempuan lebih sedikit dibanding
laki-laki, hal ini karena anggapan masyarakat awam terkait hukum ṣhalat berjamaah
adalah bagi laki-laki, ṣhalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik daripada
ṣhalat berjamaah di rumah. Sedangkan bagi perempuan, ṣhalat di rumah lebih baik
karena itu lebih aman bagi mereka. Fakta lain adalah jamaah perempuan usia tua
yang melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid lebih dominan dibandingkan dengan
jamaah perempuan usia muda. Hal ini karena umumnya perempuan usia muda lebih
memiliki banyak kesibukan dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah berbeda
dengan mereka yang sudah lansia.
A. Simpulan
Setelah melakukan penelitian dan analisa tentang Pelaksanaan Ṣhalat
Berjamaah bagi Perempuan Menurut Hukum Islam (Studi di Kelurahan
Manurungnge Kecamatan Tanete Riattang), maka dapat disimpulkan:
1. Masyarakat beranggapan bahwa ṣhalat berjamaah di masjid memiliki
keutamaan dan kesempurnaan pahala dibanding melakukan ṣhalat secara
sendiri di rumah, hal ini melatarbelakangi banyak kaum perempuan di
Kelurahan Manurungnge untuk menunaikan ṣhalat berjamaah di masjid.
Terdapat perbedaan pandangan terkait hukum melaksanakan ṣhalat berjamaah
di masjid bagi perempuan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa
hukumnya adalah wajib, yang mana tidak ada satupun mazhab yang sejalan
dengan anggapan ini. Sedangkan beberapa masyarakat menganggap bahwa
hukumnya adalah tidak wajib, yang mana anggapan ini sejalan dengan
pendapat empat mazhab. Kebanyakan dari masyarakat yang memilih tidak
ṣhalat berjamaah di masjid karena memiliki banyak kesibukan dan pekerjaan
masing-masing. Mereka menganggap bahwa ṣhalat berjamaah di masjid lebih
banyak pahala daripada ṣhalat secara sendiri di rumah, namun di sisi lain
mereka menganggap bahwa ṣhalat berjamaah di masjid bukan suatu
kewajiban bagi perempuan dan mereka juga menganggap perempuan yang
keluar ṣhalat berjamaah di masjid dapat menimbulkan fitnah.
2. Dalam pelaksanaan ṣhalat berjamaah di masjid di Kelurahan Manurungnge
seringkali dijumpai jamaah perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki, hal
ini karena anggapan masyarakat awam terkait hukum ṣhalat berjamaah adalah
bagi laki-laki, ṣhalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik daripada
ṣhalat berjamaah di rumah, kecuali ṣhalat sunnah maka di rumah lebih baik.
Sedangkan bagi perempuan, ṣhalat di rumah lebih baik karena itu lebih aman
bagi mereka. Fakta lain adalah jamaah perempuan usia tua yang melaksanakan
ṣhalat berjamaah di masjid lebih dominan dibandingkan dengan jamaah
perempuan usia muda. Hal ini karena umumnya perempuan usia muda lebih
memiliki banyak kesibukan dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah
berbeda dengan mereka yang sudah lansia. Faktor lain karena perempuan usia
tua tidak menarik lagi dimana kecil kemungkinan menyebabkan fitnah, maka
boleh untuk melaksanakan ṣhalat berjamaah di masjid. Sedangkan untuk
perempuan usia muda yang menarik perhatian lawan jenis sebaiknya tidak
harus keluar untuk menghindari terjadinya fitnah atau ancaman pada dirinya.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Ṣhalat
Berjamaah bagi Perempuan Menurut Hukum Islam (Studi di Kelurahan
Manurungnge Kecamatan Tanete Riattang), maka penulis menyampaikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Penulis menyarankan kepada pembaca terutama masyarakat pada umumnya
agar memahami pentingnya pelaksanaan ṣhalat berjamaah khususnya ṣhalat
berjamaah bagi perempuan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang ada
dalam hukum Islam.
2. Penulis menyarankan agar masjid-masjid sebaiknya memasang satir
(pembatas) yang tinggi antara jamaah laki-laki dan perempuan dan sebaiknya
dilengkapi dengan CCTV agar menghindari terjadinya fitnah sehingga dapat
memberikan rasa aman bagi para jamaah masjid.
3. Penulis menyarankan agar perempuan yang hendak keluar rumah untuk
melaksanakan ṣhalat berjamaah memperhatikan cara berpakaian, tidak
bertabarruj, memakai wangi-wangian yang secukupnya, dan menghindari
hal-hal yang dapat menimbulkan ancaman atau fitnah pada dirinya.
Ketersediaan
| SSYA20230063 | 63/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
63/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
