Prosedur Jamaah Haji Pengganti Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019
Rachmat Hidayatullah/742302019215 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Prosedur Jamaah Haji Pengganti Ditinjau Dari
Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Permasalahan penelitain
ini adalah bagaimana menurut hukum Islam tentang jamaah haji pengganti dan
prosedur jamaah haji pengganti ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Jenis penelitian yang dilakukan terkait penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
atau library research kualitatif deskriptif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan perundang-undangan, dan hal-
hal yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-
undangan, pandangan doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan dan teologis
normatif.
Hasil dalam penelitrian yaitu ada dua pandangan dari para ulama tentang
jemaah haji pengganti menurut hukum Islam, ada yang memperbolehkan dan adapula
yang tidak membolehkan. Salah satu alasan bagi yang tidak memperbolehkan jemaah
haji pengganti bahwa alasan para ulama tidak membolehkan jamaah haji pengganti
adalah bahwa haji hanya wajib bagi umat Islam yang mampu, baik secara fisik
maupun finansial. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tidak menjelaskan
tentang prosedur jemaah haji pengganti sebab prosedur jemaah haji pengganti
dikodifikasikan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Nomor 130 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelimpahan Nomor
Porsi Jemaah Haji Meninggal Dunia atau Sakit Permanen.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, adapun kesimpulan pada skripsi ini, yaitu:
1. Menurut hukum Islam, Jemaah Haji Pengganti didefinisikan sebagai orang
yang melakukan ibadah haji atas nama orang lain yang sebenarnya telah
mendaftar tetapi tidak dapat berangkat karena alasan tertentu, seperti sakit
atau meninggal. Tindakan ini diperbolehkan dalam Islam asalkan terdapat
persetujuan dari orang yang mendaftar tersebut Ada dua pandangan dari para
ulama tentang jemaah haji pengganti menurut hukum Islam, ada yang
memperbolehkan dan adapula yang tidak membolehkan. Salah satu alasan
bagi yang tidak memperbolehkan jemaah haji pengganti bahwa alasan para
ulama tidak membolehkan badal haji adalah bahwa haji hanya wajib bagi
umat Islam yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Jadi, jika
seseorang sakit atau lemah fisiknya, maka dia dianggap orang yang tidak
mampu, oleh karena itu dia tidak wajib menunaikan haji. Begitu juga orang
yang sudah meninggal, dia dianggap tidak lagi wajib haji. Karena itu, orang
yang fisiknya lemah tidak kuat untuk pergi haji, apalagi orang yang sudah
meninggal dunia, sehingga orang tersebut tidak perlu melakukan badal haji.
Orang tersebut dianggap telah membatalkan kewajiban hajinya. Sebagian
besar ulama madzhab mendukung pendapat tentang boleh melaksanakan
jamaah haji pengganti, seperti ulama Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
2. Prosedur penyelenggaran haji diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ketentuan jemaah
haji pengganti dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tidak menyebutkan atau
menjelaskan secara eksplisit tentang prosedur jemaah haji pengganti, sebab
prosedur jemaah haji pengganti dikodifikasikan dalam bentuk Keputusan
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 130 Tahun 2020
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelimpahan Nomor Porsi Jemaah Haji
Meninggal Dunia atau Sakit Permanen. prosedur jemaah haji pengganti dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umrah, yaitu Harus disertai dengan suatu alasan yang menjadi sebab
sehingga harus digantikan dan Pelimpahan porsi hanya dapat dilakukan satu
kali pelimpahan
B. Saran
Berdasarkan dari pengkajian maka penulis bermaksud memberikan saran yang
mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi lembaga maupun bagi peneliti yang
selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
1. Memperhatikan aspek hukum terkait menjadi Jemaah haji Pengganti. Pastikan
bahwa Jemaah haji Pengganti memenuhi persyaratan hukum dan memahami
tanggung jawab hukum yang dimiliki sebagai Jemaah haji Pengganti.
2. Periksa kembali syarat dan ketentuan yang berlaku dari pihak yang berwenang
dalam melaksanakan ibadah haji. Pastikan bahwa Jemaah haji Pengganti
memahami persyaratan-persyaratan tersebut dan memiliki dokumen yang
diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji. Memperhatikan faktor-faktor
seperti kesehatan fisik dan mental dalam memutuskan untuk menjadi Jemaah
haji Pengganti. Pastikan Jemaah haji Pengganti dapat menunaikan ibadah haji
dengan baik dan aman.
Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Permasalahan penelitain
ini adalah bagaimana menurut hukum Islam tentang jamaah haji pengganti dan
prosedur jamaah haji pengganti ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Jenis penelitian yang dilakukan terkait penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
atau library research kualitatif deskriptif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan perundang-undangan, dan hal-
hal yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-
undangan, pandangan doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan dan teologis
normatif.
Hasil dalam penelitrian yaitu ada dua pandangan dari para ulama tentang
jemaah haji pengganti menurut hukum Islam, ada yang memperbolehkan dan adapula
yang tidak membolehkan. Salah satu alasan bagi yang tidak memperbolehkan jemaah
haji pengganti bahwa alasan para ulama tidak membolehkan jamaah haji pengganti
adalah bahwa haji hanya wajib bagi umat Islam yang mampu, baik secara fisik
maupun finansial. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tidak menjelaskan
tentang prosedur jemaah haji pengganti sebab prosedur jemaah haji pengganti
dikodifikasikan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Nomor 130 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelimpahan Nomor
Porsi Jemaah Haji Meninggal Dunia atau Sakit Permanen.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, adapun kesimpulan pada skripsi ini, yaitu:
1. Menurut hukum Islam, Jemaah Haji Pengganti didefinisikan sebagai orang
yang melakukan ibadah haji atas nama orang lain yang sebenarnya telah
mendaftar tetapi tidak dapat berangkat karena alasan tertentu, seperti sakit
atau meninggal. Tindakan ini diperbolehkan dalam Islam asalkan terdapat
persetujuan dari orang yang mendaftar tersebut Ada dua pandangan dari para
ulama tentang jemaah haji pengganti menurut hukum Islam, ada yang
memperbolehkan dan adapula yang tidak membolehkan. Salah satu alasan
bagi yang tidak memperbolehkan jemaah haji pengganti bahwa alasan para
ulama tidak membolehkan badal haji adalah bahwa haji hanya wajib bagi
umat Islam yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Jadi, jika
seseorang sakit atau lemah fisiknya, maka dia dianggap orang yang tidak
mampu, oleh karena itu dia tidak wajib menunaikan haji. Begitu juga orang
yang sudah meninggal, dia dianggap tidak lagi wajib haji. Karena itu, orang
yang fisiknya lemah tidak kuat untuk pergi haji, apalagi orang yang sudah
meninggal dunia, sehingga orang tersebut tidak perlu melakukan badal haji.
Orang tersebut dianggap telah membatalkan kewajiban hajinya. Sebagian
besar ulama madzhab mendukung pendapat tentang boleh melaksanakan
jamaah haji pengganti, seperti ulama Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
2. Prosedur penyelenggaran haji diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ketentuan jemaah
haji pengganti dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tidak menyebutkan atau
menjelaskan secara eksplisit tentang prosedur jemaah haji pengganti, sebab
prosedur jemaah haji pengganti dikodifikasikan dalam bentuk Keputusan
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 130 Tahun 2020
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelimpahan Nomor Porsi Jemaah Haji
Meninggal Dunia atau Sakit Permanen. prosedur jemaah haji pengganti dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umrah, yaitu Harus disertai dengan suatu alasan yang menjadi sebab
sehingga harus digantikan dan Pelimpahan porsi hanya dapat dilakukan satu
kali pelimpahan
B. Saran
Berdasarkan dari pengkajian maka penulis bermaksud memberikan saran yang
mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi lembaga maupun bagi peneliti yang
selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
1. Memperhatikan aspek hukum terkait menjadi Jemaah haji Pengganti. Pastikan
bahwa Jemaah haji Pengganti memenuhi persyaratan hukum dan memahami
tanggung jawab hukum yang dimiliki sebagai Jemaah haji Pengganti.
2. Periksa kembali syarat dan ketentuan yang berlaku dari pihak yang berwenang
dalam melaksanakan ibadah haji. Pastikan bahwa Jemaah haji Pengganti
memahami persyaratan-persyaratan tersebut dan memiliki dokumen yang
diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji. Memperhatikan faktor-faktor
seperti kesehatan fisik dan mental dalam memutuskan untuk menjadi Jemaah
haji Pengganti. Pastikan Jemaah haji Pengganti dapat menunaikan ibadah haji
dengan baik dan aman.
Ketersediaan
| SSYA20250131 | 131/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
131/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
