injauan Hukum Islam Terhadap Rekonvensi Nafkah Māḍiyah Studi Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp
Sitti Nur Faoziyah/742302019002 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Rekonvensi Nafkah
Māḍiyah Studi Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kriteria dan dasar hukum nafkah māḍiyah, pertimbangan hakim
dalam mengabulkan rekonvensi nafkah māḍiyah dan tinjauan hukum Islam terhadap
rekonvensi nafkah māḍiyah dalam Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp di
Pengadilan Agama Watampone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field
research) dengan penelitian kualitatif, yang menggunakan tiga metode pendekatan
yaitu pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria nafkah māḍiyah yaitu pemenuhan
kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal, nafkah yang tidak dibayarkan sejak
perkawinan, suami yang melalaikan kewajiban memberi nafkah dan istri tidak berhak
mendapat nafkah apabila berbuat nusyūz. Pandangan golongan mazhab Syafii nafkah
māḍiyah yang belum terbayar wajib diganti sebagaimana wajibnya membayar utang
dan pembayaran nafkah māḍiyah dapat dilakukan tanpa memerlukan putusan
pengadilan. Dasar hukum nafkah māḍiyah terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3
Tahun 2018. Berdasarkan aturan tersebut dalam mengabulkan rekonvensi nafkah
māḍiyah Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp hakim mempertimbangkan
kewajiban nafkah māḍiyah yang tidak dibayarkan setelah perkawinan menjadi utang
bagi suami, dalam menentukan jumlah nafkah māḍiyah berdasarkan berapa lama
nafkah tidak dibayarkan kepada istri selama dalam perkawinan, dan mewajibkan
suami membayar nafkah māḍiyah untuk melindungi hak-hak istri serta memberi
keadilan bagi masing-masing pihak.
Berdasarkan hasil penelitian rekonvensi nafkah māḍiyah di Pengadilan Agama
Watampone suami terbukti melalaikan nafkah kepada istri yang mengakibatkan istri
mengajukan tuntutan balik, maka diperlukan kesadaran pasangan suami istri untuk
melaksanakan hak dan kewajiban sehingga terwujud keluarga sakīnah mawaddah
waraḥmah. Begitu pula hakim yang menangani kasus perceraian agar tetap
berpedoman pada hukum Islam dan hukum positif Indonesia demi mewujudkan
keadilan terhadap para pencari keadilan.
A. Simpulan
1. Ada beberapa kriteria nafkah māḍiyah yaitu pemenuhan kebutuhan makanan,
pakaian, dan tempat tinggal, nafkah yang tidak terbayarkan sejak perkawinan,
suami yang melalaikan kewajiban nafkah kepada istri dan istri tidak berhak
mendapatkan nafkah suami atau suami gugur memberikan nafkah kepada istri
apabila istri diketahui berbuat nusyūz yang berarti membangkang. Dalam hukum
positif di Indonesia Pasal 77 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam junto Pasal 34 ayat
(3) Undang-undang Perkawinan Nomor 2 Tahun1974 mengartikan bahwa
apabila suami dengan sengaja melalaikan tanggungjawab untuk memberikan
nafkah kepada istri padahal suami dianggap mampu untuk memenuhi nafkah
yang belum atau tidak dibayarkan maka istri berhak untuk menggugat suami ke
Pengadilan Agama atau ke Pengadilan Negeri.
2. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan rekonvensi nafkah māḍiyah yaitu
kewajiban nafkah māḍiyah yang tidak dibayarkan setelah perkawinan menjadi
utang bagi suami, dalam menentukan jumlah nafkah māḍiyah berdasarkan berapa
lama nafkah tidak dibayarkan kepada istri selama dalam perkawinan, dan
mewajibkan suami membayar nafkah māḍiyah untuk melindungi hak-hak istri.
Dalam memutuskan gugatan rekonvensi perkara permohonan cerai Putusan
Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp hakim mengabulkan gugatan Penggugat dengan
menetapkan Tergugat membayar nafkah māḍiyah dengan beberapa pertimbangan
yang dilengkapi dengan bukti.
3. Syariat diwajibkan nafkah terdapat dalam beberapa ayat al-Qur’an yaitu QS Al-
Baqarah/2: 233 dan QS Al-Ṭalāq/65: 7, pandangan golongan mazhab Syafii
nafkah lampau yang belum terbayar wajib untuk diganti sebagaimana wajibnya
membayar utang dan pembayaran nafkah lampau dapat dilakukan tanpa
memerlukan putusan pengadilan. Sedangkan menurut Imam al-Zaila’I al-Ḥanafī
tidak diwajibkan pembayaran nafkah lampau kecuali melalui peradilan dan
kerelaan antara keduanya. Putusan pengadilan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp
mengabulkan gugatan rekonvensi nafkah māḍiyah sesuai hukum Islam
berdasarkan mazhab Syafii.
B. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian tentang Rekonvensi Nafkah Māḍiyah
Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp yang dilakukan di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A, maka saran peneliti sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat terutama pasangan suami istri untuk melaksanakan hak dan
kewajiban dengan baik sehingga terwujud keluarga sakīnah mawaddah
waraḥmah dan mempelajari nafkah māḍiyah sehingga suami tidak melalaikan
pemberian nafkah terhadap istrinya yang dapat mengakibatkan istri mengajukan
gugatan di pengadilan.
2. Kepada pihak Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dan para hakim yang
menangani kasus rekonvensi nafkah māḍiyah agar memperhatikan, memeriksa,
dan menganalisis kasus pembebanan nafkah māḍiyah yang diajukan oleh istri
terhadap hak-hak yang telah dilalaikan oleh suami selama perkawinan dengan
tetap berpedoman pada aturan hukum yang berlaku demi mewujudkan keadilan
terhadap para pencari keadilan.
3. Kepada para peneliti selanjutnya agar mengembangkan penelitian ini lebih lanjut
dengan memperdalam teori dan memperluas cakupan penelitian khususnya
membahas rekonvensi nafkah māḍiyah batin demi peningkatan ilmu pengetahuan
di masa yang akan datang.
Māḍiyah Studi Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kriteria dan dasar hukum nafkah māḍiyah, pertimbangan hakim
dalam mengabulkan rekonvensi nafkah māḍiyah dan tinjauan hukum Islam terhadap
rekonvensi nafkah māḍiyah dalam Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp di
Pengadilan Agama Watampone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field
research) dengan penelitian kualitatif, yang menggunakan tiga metode pendekatan
yaitu pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria nafkah māḍiyah yaitu pemenuhan
kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal, nafkah yang tidak dibayarkan sejak
perkawinan, suami yang melalaikan kewajiban memberi nafkah dan istri tidak berhak
mendapat nafkah apabila berbuat nusyūz. Pandangan golongan mazhab Syafii nafkah
māḍiyah yang belum terbayar wajib diganti sebagaimana wajibnya membayar utang
dan pembayaran nafkah māḍiyah dapat dilakukan tanpa memerlukan putusan
pengadilan. Dasar hukum nafkah māḍiyah terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3
Tahun 2018. Berdasarkan aturan tersebut dalam mengabulkan rekonvensi nafkah
māḍiyah Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp hakim mempertimbangkan
kewajiban nafkah māḍiyah yang tidak dibayarkan setelah perkawinan menjadi utang
bagi suami, dalam menentukan jumlah nafkah māḍiyah berdasarkan berapa lama
nafkah tidak dibayarkan kepada istri selama dalam perkawinan, dan mewajibkan
suami membayar nafkah māḍiyah untuk melindungi hak-hak istri serta memberi
keadilan bagi masing-masing pihak.
Berdasarkan hasil penelitian rekonvensi nafkah māḍiyah di Pengadilan Agama
Watampone suami terbukti melalaikan nafkah kepada istri yang mengakibatkan istri
mengajukan tuntutan balik, maka diperlukan kesadaran pasangan suami istri untuk
melaksanakan hak dan kewajiban sehingga terwujud keluarga sakīnah mawaddah
waraḥmah. Begitu pula hakim yang menangani kasus perceraian agar tetap
berpedoman pada hukum Islam dan hukum positif Indonesia demi mewujudkan
keadilan terhadap para pencari keadilan.
A. Simpulan
1. Ada beberapa kriteria nafkah māḍiyah yaitu pemenuhan kebutuhan makanan,
pakaian, dan tempat tinggal, nafkah yang tidak terbayarkan sejak perkawinan,
suami yang melalaikan kewajiban nafkah kepada istri dan istri tidak berhak
mendapatkan nafkah suami atau suami gugur memberikan nafkah kepada istri
apabila istri diketahui berbuat nusyūz yang berarti membangkang. Dalam hukum
positif di Indonesia Pasal 77 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam junto Pasal 34 ayat
(3) Undang-undang Perkawinan Nomor 2 Tahun1974 mengartikan bahwa
apabila suami dengan sengaja melalaikan tanggungjawab untuk memberikan
nafkah kepada istri padahal suami dianggap mampu untuk memenuhi nafkah
yang belum atau tidak dibayarkan maka istri berhak untuk menggugat suami ke
Pengadilan Agama atau ke Pengadilan Negeri.
2. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan rekonvensi nafkah māḍiyah yaitu
kewajiban nafkah māḍiyah yang tidak dibayarkan setelah perkawinan menjadi
utang bagi suami, dalam menentukan jumlah nafkah māḍiyah berdasarkan berapa
lama nafkah tidak dibayarkan kepada istri selama dalam perkawinan, dan
mewajibkan suami membayar nafkah māḍiyah untuk melindungi hak-hak istri.
Dalam memutuskan gugatan rekonvensi perkara permohonan cerai Putusan
Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp hakim mengabulkan gugatan Penggugat dengan
menetapkan Tergugat membayar nafkah māḍiyah dengan beberapa pertimbangan
yang dilengkapi dengan bukti.
3. Syariat diwajibkan nafkah terdapat dalam beberapa ayat al-Qur’an yaitu QS Al-
Baqarah/2: 233 dan QS Al-Ṭalāq/65: 7, pandangan golongan mazhab Syafii
nafkah lampau yang belum terbayar wajib untuk diganti sebagaimana wajibnya
membayar utang dan pembayaran nafkah lampau dapat dilakukan tanpa
memerlukan putusan pengadilan. Sedangkan menurut Imam al-Zaila’I al-Ḥanafī
tidak diwajibkan pembayaran nafkah lampau kecuali melalui peradilan dan
kerelaan antara keduanya. Putusan pengadilan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp
mengabulkan gugatan rekonvensi nafkah māḍiyah sesuai hukum Islam
berdasarkan mazhab Syafii.
B. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian tentang Rekonvensi Nafkah Māḍiyah
Putusan Nomor 418/Pdt.G/2022/PA.Wtp yang dilakukan di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A, maka saran peneliti sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat terutama pasangan suami istri untuk melaksanakan hak dan
kewajiban dengan baik sehingga terwujud keluarga sakīnah mawaddah
waraḥmah dan mempelajari nafkah māḍiyah sehingga suami tidak melalaikan
pemberian nafkah terhadap istrinya yang dapat mengakibatkan istri mengajukan
gugatan di pengadilan.
2. Kepada pihak Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dan para hakim yang
menangani kasus rekonvensi nafkah māḍiyah agar memperhatikan, memeriksa,
dan menganalisis kasus pembebanan nafkah māḍiyah yang diajukan oleh istri
terhadap hak-hak yang telah dilalaikan oleh suami selama perkawinan dengan
tetap berpedoman pada aturan hukum yang berlaku demi mewujudkan keadilan
terhadap para pencari keadilan.
3. Kepada para peneliti selanjutnya agar mengembangkan penelitian ini lebih lanjut
dengan memperdalam teori dan memperluas cakupan penelitian khususnya
membahas rekonvensi nafkah māḍiyah batin demi peningkatan ilmu pengetahuan
di masa yang akan datang.
Ketersediaan
| SSYA20230078 | 78/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
78/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
