Problematika Nusyuz Dalam Kehidupan Rumah Tangga Di Kec. Tellusiattinge Perspektif Hukum Islam
Jufriadi/742302019005 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Problematika Nusyūz dalam Kehidupan Rumah Tangga
di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone Perspektif Hukum Islam. Permasalahan
dalam skripsi ini adalah bagaimana problematika nusyūz dalam kehidupan rumah
tangga di Kec. Tellusiattinge dan bagaimana penyelesaian nusyūz dalam kehidupan
rumah tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui problematika nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec.
Tellusiattinge dan untuk mengetahui penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah
tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif deskriptif (qualitative descriptive) dengan jenis penelitian
lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan studi kasus (case study).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk problematika nusyūz dalam
kehidupan rumah tangga yaitu istri yang menolak berhubungan seksual dengan suami,
istri yang mengkhianati suami, istri yang menyakiti suami dengan tutur kata yang
buruk, istri yang mubazir dan menghambur-hamburkan uang, serta istri yang keluar
rumah tanpa seizin suami. Problematika nusyūz itu dipicu oleh adanya pernikahan dini
yang mana pihak laki-laki belum mampu untuk bertanggung jawab penuh terhadap hak
dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, penghasilan suami yang tidak
menentu, adanya rasa jenuh di antara kedua belah pihak, kurangnya wawasan dan
pengetahuan tentang agama sehingga menimbulkan pertengkaran dan berakhir dengan
pemukulan, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena persepsi
masyarakat dipengaruhi oleh kesalahpahaman menafsirkan QS. al-Nisā’ ayat 34 yang
membahas mengenai penyelesaian pembangkangan seorang istri. Kemudian,
penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif
hukum Islam, dapat dilakukan dengan cara mengajari atau menasehati pihak yang
nusyūz yakni menakut-nakutinya dengan azab dan laknat Allah Swt. atas
kedurhakaannya, berpisah tempat tidur artinya membelakangi istri saat tidur secara
sengaja, tidak saling berbicara (gerakan tutup mulut) dan tidak bergaul walaupun suami
tidak meninggalkan tempat tinggal bersama, dan memukul mesra istri dan tidak
meninggalkan bekas pada fisik istri. Namun, jika masalah nusyūz tidak dapat
diselesaikan oleh pasangan suami istri, maka kedua orang tua pasangan tersebut bisa
turut andil dengan membawa masalah ini ketingkat kaum kerabat yang dekat. Tingkat
kekeluargaan ini, pasangan akan dipanggil untuk memberi penjelasan dan keterangan,
serta memberikan percerahan dan nasehat. Jika tidak ada sama sekali perubahan dari
salah satu pasangan tersebut maka pihak istri dapat meminta cerai kepada suami.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh dari lapangan tentang
Problematika Nusyūz dalam Kehidupan Rumah Tangga di Kecamatan Tellusiattinge
Kabupaten Bone Perspektif Hukum Islam, peneliti dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Problematika nusyūz yang terjadi dakam kehidupan rumah tangga di
Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone, diantaranya: 1) istri menolak
berhubungan seksual dengan suami; 2) istri menghianati suami dan menyakiti
suami dengan tutur kata yang buruk; 3) istri yang mubazir dan menghambur-
hamburkan uang; dan 4) istri yang keluar rumah tanpa seizin suami. Masalah-
masalah tersebut dipicu oleh adanya pernikahan dini, penghasilan suami yang
tidak menentu, timbulnya rasa jenuh di antara kedua belah pihak, kurangnya
wawasan dan pengetahuan tentang agama yang menimbulkan pertengkaran dan
berakhir dengan pemukulan, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
karena persepsi masyarakat yang dipengaruhi oleh kesalahpahaman
menafsirkan QS. al-Nisā’: 34 yang membahas mengenai penyelesaian
pembangkangan seorang istri. Sehingga kesalahan persepsi inilah yang
kemudian menjadi legitimasi suami yang kurang pemahaman agamanya
berpendapat bahwa boleh memukul istrinya yang dianggap nusyūz atau
membangkang.
2. Penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec. Tellusiattinge
dapat ditempuh dengan 3 (tiga) cara, yaitu cara pertama yang harus dilakukan
oleh suami adalah dengan menasehati istri, apabila istri tidak menunjukkan
perubahan maka dilakukan cara yang kedua yaitu pisah ranjang atau dalam
artian membelakangi istri pada saat tidur secara sengaja, jika masih belum
berubah maka dilakukan cara yang ketiga yaitu suami boleh memukul istri
(memukul mesra) dan tidak meninggalkan bekas pada fisik istri. Akan tetapi,
apabila masih tidak bisa juga maka suami boleh untuk menceraikannya.
sebaliknya, apabila suami yang melakukan nusyūz terhadap istrinya, maka sang
istri diperbolehkan untuk menasehatinya. Apabila sang suami masih melakukan
nusyūz-nya maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan gugatan cerai
kepada suaminya.
B. Saran
Dari hasil penelitian tersebut, ada beberapa hal yang bisa dijadikan masukan
untuk perbaikan kedepannya, yaitu:
1. Suami sebagai pemimpin keluarga disarankan agar lebih memahami tugas dan
tanggung jawabnya dalam menjalankan segala kewajiban rumah tangga,
hendaknya berlaku bijaksana dalam menghadapi istri. Melangsungkan sebuah
pernikahan harus disertai dengan kematangan hati dan pikiran, lebih dewasa
dalam bersikap, dan bukan hanya memetingkan diri sendiri, menjauhi hal-hal
yang dapat menjerumuskan kepada zina yang nantinya akan mengorbankan
masa muda akibat pernikahan dini.
2. Istri disarankan agar lebih mematuhi suami dalam perkara yang tidak
bertentangan dengan hukum Allah, dan bersikap bijaksana dalam menghadapi
prilaku suami yang nusyūz. Khulu’ walaupun diperbolehkan dalam hukum
Islam, hendaknya hanya digunakan ketika istri beranggapan bahwa akan
terjadinya mafsadat yang lebih besar dari mempertahankan perkawinan.
di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone Perspektif Hukum Islam. Permasalahan
dalam skripsi ini adalah bagaimana problematika nusyūz dalam kehidupan rumah
tangga di Kec. Tellusiattinge dan bagaimana penyelesaian nusyūz dalam kehidupan
rumah tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui problematika nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec.
Tellusiattinge dan untuk mengetahui penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah
tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif deskriptif (qualitative descriptive) dengan jenis penelitian
lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan studi kasus (case study).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk problematika nusyūz dalam
kehidupan rumah tangga yaitu istri yang menolak berhubungan seksual dengan suami,
istri yang mengkhianati suami, istri yang menyakiti suami dengan tutur kata yang
buruk, istri yang mubazir dan menghambur-hamburkan uang, serta istri yang keluar
rumah tanpa seizin suami. Problematika nusyūz itu dipicu oleh adanya pernikahan dini
yang mana pihak laki-laki belum mampu untuk bertanggung jawab penuh terhadap hak
dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, penghasilan suami yang tidak
menentu, adanya rasa jenuh di antara kedua belah pihak, kurangnya wawasan dan
pengetahuan tentang agama sehingga menimbulkan pertengkaran dan berakhir dengan
pemukulan, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena persepsi
masyarakat dipengaruhi oleh kesalahpahaman menafsirkan QS. al-Nisā’ ayat 34 yang
membahas mengenai penyelesaian pembangkangan seorang istri. Kemudian,
penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec. Tellusiattinge perspektif
hukum Islam, dapat dilakukan dengan cara mengajari atau menasehati pihak yang
nusyūz yakni menakut-nakutinya dengan azab dan laknat Allah Swt. atas
kedurhakaannya, berpisah tempat tidur artinya membelakangi istri saat tidur secara
sengaja, tidak saling berbicara (gerakan tutup mulut) dan tidak bergaul walaupun suami
tidak meninggalkan tempat tinggal bersama, dan memukul mesra istri dan tidak
meninggalkan bekas pada fisik istri. Namun, jika masalah nusyūz tidak dapat
diselesaikan oleh pasangan suami istri, maka kedua orang tua pasangan tersebut bisa
turut andil dengan membawa masalah ini ketingkat kaum kerabat yang dekat. Tingkat
kekeluargaan ini, pasangan akan dipanggil untuk memberi penjelasan dan keterangan,
serta memberikan percerahan dan nasehat. Jika tidak ada sama sekali perubahan dari
salah satu pasangan tersebut maka pihak istri dapat meminta cerai kepada suami.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh dari lapangan tentang
Problematika Nusyūz dalam Kehidupan Rumah Tangga di Kecamatan Tellusiattinge
Kabupaten Bone Perspektif Hukum Islam, peneliti dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Problematika nusyūz yang terjadi dakam kehidupan rumah tangga di
Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone, diantaranya: 1) istri menolak
berhubungan seksual dengan suami; 2) istri menghianati suami dan menyakiti
suami dengan tutur kata yang buruk; 3) istri yang mubazir dan menghambur-
hamburkan uang; dan 4) istri yang keluar rumah tanpa seizin suami. Masalah-
masalah tersebut dipicu oleh adanya pernikahan dini, penghasilan suami yang
tidak menentu, timbulnya rasa jenuh di antara kedua belah pihak, kurangnya
wawasan dan pengetahuan tentang agama yang menimbulkan pertengkaran dan
berakhir dengan pemukulan, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
karena persepsi masyarakat yang dipengaruhi oleh kesalahpahaman
menafsirkan QS. al-Nisā’: 34 yang membahas mengenai penyelesaian
pembangkangan seorang istri. Sehingga kesalahan persepsi inilah yang
kemudian menjadi legitimasi suami yang kurang pemahaman agamanya
berpendapat bahwa boleh memukul istrinya yang dianggap nusyūz atau
membangkang.
2. Penyelesaian nusyūz dalam kehidupan rumah tangga di Kec. Tellusiattinge
dapat ditempuh dengan 3 (tiga) cara, yaitu cara pertama yang harus dilakukan
oleh suami adalah dengan menasehati istri, apabila istri tidak menunjukkan
perubahan maka dilakukan cara yang kedua yaitu pisah ranjang atau dalam
artian membelakangi istri pada saat tidur secara sengaja, jika masih belum
berubah maka dilakukan cara yang ketiga yaitu suami boleh memukul istri
(memukul mesra) dan tidak meninggalkan bekas pada fisik istri. Akan tetapi,
apabila masih tidak bisa juga maka suami boleh untuk menceraikannya.
sebaliknya, apabila suami yang melakukan nusyūz terhadap istrinya, maka sang
istri diperbolehkan untuk menasehatinya. Apabila sang suami masih melakukan
nusyūz-nya maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan gugatan cerai
kepada suaminya.
B. Saran
Dari hasil penelitian tersebut, ada beberapa hal yang bisa dijadikan masukan
untuk perbaikan kedepannya, yaitu:
1. Suami sebagai pemimpin keluarga disarankan agar lebih memahami tugas dan
tanggung jawabnya dalam menjalankan segala kewajiban rumah tangga,
hendaknya berlaku bijaksana dalam menghadapi istri. Melangsungkan sebuah
pernikahan harus disertai dengan kematangan hati dan pikiran, lebih dewasa
dalam bersikap, dan bukan hanya memetingkan diri sendiri, menjauhi hal-hal
yang dapat menjerumuskan kepada zina yang nantinya akan mengorbankan
masa muda akibat pernikahan dini.
2. Istri disarankan agar lebih mematuhi suami dalam perkara yang tidak
bertentangan dengan hukum Allah, dan bersikap bijaksana dalam menghadapi
prilaku suami yang nusyūz. Khulu’ walaupun diperbolehkan dalam hukum
Islam, hendaknya hanya digunakan ketika istri beranggapan bahwa akan
terjadinya mafsadat yang lebih besar dari mempertahankan perkawinan.
Ketersediaan
| SSYA20230065 | 65/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
65/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
