Pemanfaatan Bissu dalam Pesta Perkawinan Adat Bugis Bone Perspektif Hukum Islam(Stadi Kasus di Kec. Tanete Riattang Barat
Astri Rahmadani Dama/01.14.1017 - Personal Name
Judul skripsi ini adalah Pemanfaatan Bissu dalam Pesta Perkawinan Adat Bugis
Bone Perspektif Hukum Islam(Studi Kasus di Kec. Tanete Riattang Barat). Permasalahan
yang di angkat adalah pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat Bugis Bone di Kec.
Tanete Riattang Barat dan bagaimana pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu
dalam pesta perkawinan adat Bugis Bone. Metode yang digunakan dalam memecah masalah
diatas adalah field research (penelitian lapanga) dengan pengumpulan data melalui
observasi dan wawancara. Data yang di peroleh dari penelitian di lapangan itu di analisis
dengan tehnik deskriptik-kualitatif tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui
bagaiamana pemanfaatan bissu dalam perkawinan adat Bugis Bone di Kec. Tanete Riattang
Barat dan mengetahui bagaiaman pandang hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam
pesta perkawinan adat Bugis Bone. Demikian hal yang diperoleh oleh peneliti pemanfaatan
bissu dalam pesta perkawinan masih dilakukan sebahagian masyarakat yang ada di Kec.
Tanete Riattang Barat, Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat
setempat ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak diantara mereka yang
antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi masyarakat adat atau tradisi masih harus
dipertahankan hingga sekarang ini. Namun sebelum itu bissu juga harus mempunyai
persiapan tersendiri untuk berperan dalam pesta perkawinan itu sendiri. Sebelum memulai
ritual-ritual. Bissu juga mempelajari tentang tata krama, pembelajaran tetanng tradisi-
tradisi. Pemahan terhadap apa yang dilakukan, dan syarat persyaratan apa-apa yang
dilakukan. Dan Oleh karena itu, pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam
pesta perkawinan adat Bugis Bone diaggap boleh saja asal tidak menyalahi aturan agama itu
sendiri selama ritual adat yang di lakukan tidak mengganggu rukun nikah itu sendiri hal itu
boleh dilakukan, karena sahnya sebuah perkawinan itu diliat dari rukun nikahnya ritual adat
itu hanya dilakukan hanya sebagian kecintaan dan kehormatan masyarakat terhadap nilai-
nilai budaya itu sendiri.
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada pembahasan
sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat bugis bone,
masyarakat bugis bone di kec. Tanete Riattang barat masih
memanfaatkan bissu dalam pelasaknaan ritual-ritual adat pernikahan.
Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat
setempat ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak
diantara mereka yang antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi
masyarakat adat atau tradisi masih harus di pertahankan hingga
sekarang ini. Adapun pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat
bugis bone yaitu yang pertama bissu berperan dalam ritual adat
macemme botting atau memandikan pengantin, akan tetapi sebelum
hal itu dilakukan ada prosesi adat yang dilakukan yaitu malekke wae
atau mengambil air malekke wae ini dilakukan pengambilan air untuk
memandikan pengantin akan tetapi air itu dikumpulkan dari beberapa
sumur dan sumber mata air tertentu barulah dilakukan ritual adat
macemme botting atau memandikan pengantin. Pada saat pesta
perkawinan barulah bissu melakukan perannya seperti menghibur tamu
undangan dengan tarian yang sakral yang biasa disebut dengan maggiri
atau menusuk tubuhnya dengan keris dan ada juga yang membakar
dirinya dengan obor. Namun sebelum melakukan hal itu kami
sebelumnya melakukan Pasawe’ atau memohon maaf kepada Tuhan.
Penulis mengamati bahwa peranan bissu dalam pesta perkawinan adat
bugis masih dilakukan oleh masyarakat yang masi peduli terhadap adat
istiadatnta.
2. Pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam pesta
pekawinan adat bugis bone seperti ini. Ada beberapa pandangan yang
mengatakan ritual yang dilakukan bissu adalah mengandung
kemusyrikan akan tetapi hal ini diluruskan. para bissu menganggap
hal-hal yang dilakukan itu tidak menduakan allah. Akan tetapi mereka
melakukan ritual-ritual sesuai adat, namun tidak menyalahi agama dan
tetap sejalan apa yang di larang oleh agama, mereka tidak menyembah
hal-hal gaib mereka tetap meyembah apa yang patut kami sembah
yaitu Allah, sebelum memulai ritual adat mereka tetap memohon
petunjuk dan memohon pertolongan dan memohon maaf kepada Allah.
Ritual-ritual yang dilakukan oleh bissu itu adalah ritual adat yang telah
lahir sejak dahulu, jika ritual itu tidak menyalahi agama maka hal itu
boleh saja dilakukan apalagi pada saat pesta perkawinan, selagi tidak
mengganggu rukun nikah itu sendiri itu tidak menjadi masalah karna
dalam perkawinan yang pokok adalah rukun nikah, adanya kedua
calon mempelai, adanya wali dan saksi dan ijab qabul, di dalam rukun
nikah itu bissu tidak berperan mereka hanya berperan di ritual adat
tertentu, jadi bagi saya pandangan hukum islam tidak
mempermasalahkan hal itu jika tidak melakukan hal-hal yang berbau
kemusyrikan. Oleh karena itu penulis mengamati, pandangan hukum
islam terhadap pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat bugis
bone diaggap boleh saja asal tidak menyalahi aturan agama itu sendiri
selama ritual adat yang di lakukan tidak mengganggu rukun nikah itu
sendiri hal itu boleh dilakukan, karena sahnya sebuah perkawinan itu
diliat dari rukun nikahnya ritual adat itu hanya dilakukan hanya
sebagian kecintaan dan kehormatan masyarakat terhadap nilai-nilai
budaya itu sendiri.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan tersebut,
maka di bawah ini akan diuraikan saran-saran. Adapun
saran-saran yang penulis maksudkan dalam pembahasan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Didalam pesta perkawinan adat bugis bone pemanfaatan
bissu masih dilakukan oleh sebahagian masyarakat dalam
melakukan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat
bugis bone yang di diwakili oleh para bissu yang
mengertahui selut belut tentang tradis-tadisi terdahulu,
Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat setempat
ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak diantara
mereka yang antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi masyarakat
adat atau tradisi masih harus di pertahankan hingga sekarang ini. Namun
sebelum itu bissu juga harus mempunyai persiapan tersendiri untuk
berperan dalam pesta perkawinan itu sendiri, sebelum memulai ritual-
ritual bissu juga mempelajari tentang tata krama, pembelajaran tetanng
tradisi-tradisi, pemahan terhadap apa yang dilakukan, dan syarat
persyaratan apa-apa yang dilakukan.
2. Sebaiknya sebahagian masyarakat harus banyak mengetahui selut
belut tentang tradisi yang ada diadaerah mereka masing-masing, agar
menjadi pembelajaran bagi mereka sendiri, dan sebaiknya menghargai apa
yang dilakukan oleh para bissu selama itu tidak berada pada hal
kemusyrikan, jika mereka melakukan hal-hal yang keluar dari ajaran maka
kita harus meluruskan, tetapi yang menurut penulis teliti mereka
melakukan hal-hal yang sejalan dengan agama islam itu sendiri. Jadi
seseorang yang masih memanfaatkan bissu itu masih menghargai tradisi-
tradisi orang-orang dahulu masih mencintai budaya tanpa menomorduakan
agama.
Bone Perspektif Hukum Islam(Studi Kasus di Kec. Tanete Riattang Barat). Permasalahan
yang di angkat adalah pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat Bugis Bone di Kec.
Tanete Riattang Barat dan bagaimana pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu
dalam pesta perkawinan adat Bugis Bone. Metode yang digunakan dalam memecah masalah
diatas adalah field research (penelitian lapanga) dengan pengumpulan data melalui
observasi dan wawancara. Data yang di peroleh dari penelitian di lapangan itu di analisis
dengan tehnik deskriptik-kualitatif tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui
bagaiamana pemanfaatan bissu dalam perkawinan adat Bugis Bone di Kec. Tanete Riattang
Barat dan mengetahui bagaiaman pandang hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam
pesta perkawinan adat Bugis Bone. Demikian hal yang diperoleh oleh peneliti pemanfaatan
bissu dalam pesta perkawinan masih dilakukan sebahagian masyarakat yang ada di Kec.
Tanete Riattang Barat, Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat
setempat ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak diantara mereka yang
antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi masyarakat adat atau tradisi masih harus
dipertahankan hingga sekarang ini. Namun sebelum itu bissu juga harus mempunyai
persiapan tersendiri untuk berperan dalam pesta perkawinan itu sendiri. Sebelum memulai
ritual-ritual. Bissu juga mempelajari tentang tata krama, pembelajaran tetanng tradisi-
tradisi. Pemahan terhadap apa yang dilakukan, dan syarat persyaratan apa-apa yang
dilakukan. Dan Oleh karena itu, pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam
pesta perkawinan adat Bugis Bone diaggap boleh saja asal tidak menyalahi aturan agama itu
sendiri selama ritual adat yang di lakukan tidak mengganggu rukun nikah itu sendiri hal itu
boleh dilakukan, karena sahnya sebuah perkawinan itu diliat dari rukun nikahnya ritual adat
itu hanya dilakukan hanya sebagian kecintaan dan kehormatan masyarakat terhadap nilai-
nilai budaya itu sendiri.
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada pembahasan
sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat bugis bone,
masyarakat bugis bone di kec. Tanete Riattang barat masih
memanfaatkan bissu dalam pelasaknaan ritual-ritual adat pernikahan.
Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat
setempat ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak
diantara mereka yang antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi
masyarakat adat atau tradisi masih harus di pertahankan hingga
sekarang ini. Adapun pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat
bugis bone yaitu yang pertama bissu berperan dalam ritual adat
macemme botting atau memandikan pengantin, akan tetapi sebelum
hal itu dilakukan ada prosesi adat yang dilakukan yaitu malekke wae
atau mengambil air malekke wae ini dilakukan pengambilan air untuk
memandikan pengantin akan tetapi air itu dikumpulkan dari beberapa
sumur dan sumber mata air tertentu barulah dilakukan ritual adat
macemme botting atau memandikan pengantin. Pada saat pesta
perkawinan barulah bissu melakukan perannya seperti menghibur tamu
undangan dengan tarian yang sakral yang biasa disebut dengan maggiri
atau menusuk tubuhnya dengan keris dan ada juga yang membakar
dirinya dengan obor. Namun sebelum melakukan hal itu kami
sebelumnya melakukan Pasawe’ atau memohon maaf kepada Tuhan.
Penulis mengamati bahwa peranan bissu dalam pesta perkawinan adat
bugis masih dilakukan oleh masyarakat yang masi peduli terhadap adat
istiadatnta.
2. Pandangan hukum islam terhadap pemanfaatan bissu dalam pesta
pekawinan adat bugis bone seperti ini. Ada beberapa pandangan yang
mengatakan ritual yang dilakukan bissu adalah mengandung
kemusyrikan akan tetapi hal ini diluruskan. para bissu menganggap
hal-hal yang dilakukan itu tidak menduakan allah. Akan tetapi mereka
melakukan ritual-ritual sesuai adat, namun tidak menyalahi agama dan
tetap sejalan apa yang di larang oleh agama, mereka tidak menyembah
hal-hal gaib mereka tetap meyembah apa yang patut kami sembah
yaitu Allah, sebelum memulai ritual adat mereka tetap memohon
petunjuk dan memohon pertolongan dan memohon maaf kepada Allah.
Ritual-ritual yang dilakukan oleh bissu itu adalah ritual adat yang telah
lahir sejak dahulu, jika ritual itu tidak menyalahi agama maka hal itu
boleh saja dilakukan apalagi pada saat pesta perkawinan, selagi tidak
mengganggu rukun nikah itu sendiri itu tidak menjadi masalah karna
dalam perkawinan yang pokok adalah rukun nikah, adanya kedua
calon mempelai, adanya wali dan saksi dan ijab qabul, di dalam rukun
nikah itu bissu tidak berperan mereka hanya berperan di ritual adat
tertentu, jadi bagi saya pandangan hukum islam tidak
mempermasalahkan hal itu jika tidak melakukan hal-hal yang berbau
kemusyrikan. Oleh karena itu penulis mengamati, pandangan hukum
islam terhadap pemanfaatan bissu dalam pesta perkawinan adat bugis
bone diaggap boleh saja asal tidak menyalahi aturan agama itu sendiri
selama ritual adat yang di lakukan tidak mengganggu rukun nikah itu
sendiri hal itu boleh dilakukan, karena sahnya sebuah perkawinan itu
diliat dari rukun nikahnya ritual adat itu hanya dilakukan hanya
sebagian kecintaan dan kehormatan masyarakat terhadap nilai-nilai
budaya itu sendiri.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan tersebut,
maka di bawah ini akan diuraikan saran-saran. Adapun
saran-saran yang penulis maksudkan dalam pembahasan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Didalam pesta perkawinan adat bugis bone pemanfaatan
bissu masih dilakukan oleh sebahagian masyarakat dalam
melakukan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat
bugis bone yang di diwakili oleh para bissu yang
mengertahui selut belut tentang tradis-tadisi terdahulu,
Keberadaan bissu ini di kec. Tanete Riattang Barat masyarakat setempat
ada yang pro dan ada yang kontra, akan tetapi masih banyak diantara
mereka yang antusias terhadap bissu itu sendiri, karena bagi masyarakat
adat atau tradisi masih harus di pertahankan hingga sekarang ini. Namun
sebelum itu bissu juga harus mempunyai persiapan tersendiri untuk
berperan dalam pesta perkawinan itu sendiri, sebelum memulai ritual-
ritual bissu juga mempelajari tentang tata krama, pembelajaran tetanng
tradisi-tradisi, pemahan terhadap apa yang dilakukan, dan syarat
persyaratan apa-apa yang dilakukan.
2. Sebaiknya sebahagian masyarakat harus banyak mengetahui selut
belut tentang tradisi yang ada diadaerah mereka masing-masing, agar
menjadi pembelajaran bagi mereka sendiri, dan sebaiknya menghargai apa
yang dilakukan oleh para bissu selama itu tidak berada pada hal
kemusyrikan, jika mereka melakukan hal-hal yang keluar dari ajaran maka
kita harus meluruskan, tetapi yang menurut penulis teliti mereka
melakukan hal-hal yang sejalan dengan agama islam itu sendiri. Jadi
seseorang yang masih memanfaatkan bissu itu masih menghargai tradisi-
tradisi orang-orang dahulu masih mencintai budaya tanpa menomorduakan
agama.
Ketersediaan
| SS20180137 | 137/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
137/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
