Keabsahan Pengalihan Hak Perwalian Dalam Perkawinan (Studi di KUA Kecamatan Tanete Riattang)
Erna Sri Artina/742302019110 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Keabsahan Pengalihan Hak Perwalian dalam
Perkawinan dengan studi yang dilakukan pada KUA Kecamatan Tanete Riattang.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan pengalihan hak
perwalian perkawinan di KUA Tanete Riattang dan keabsahan hukum pengalihan hak
perwalian perkawinan di masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
ketentuan pengalihan hak perwalian dalam perkawinan yang ditetapkan di KUA
Tanete Riattang dan keabsahan hukum pengalihan hak perwalian dalam perkawinan
di masyarakat. Untuk memudahkan pemecahan masalah digunakan penelitian
lapangan (Field Research). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
wawancara dan studi dokumen. Data yang diperoleh diolah dengan teknik kualitatif,
Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan
reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa di KUA Tanete Riattang ada
beberapa hal yang menjadi ketentuan apabila terjadi pengalihan hak wali nikah,
dengan tetap berdasar pada aturan yang berlaku, seperti dalam Kompilasi Hukum
Islam dan PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, yaitu
pemeriksaan berkas wali nikah, memperhatikan syarat-syarat wali nikah,
memperhatikan urutan wali nikah, dan memperhatikan alasan-alasan atau kondisi
yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak wali nikah. Adapun keabsahan hukum
pengalihan hak wali nikah yang terjadi di masyarakat dalam bentuk pemberian
wakῑlah kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai wali nikah atau kepada
pihak Penghulu KUA telah sesuai dengan ketentuan yang ada, baik dalam hukum
Islam maupun dalam hukum positif di Indonesia, sehingga dapat dijamin
keabsahannya dalam hukum perkawinan di Indonesia.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ketentuan pengalihan hak perwalian perkawinan di KUA Kecamatan Tanete
Riattang ada beberapa hal, diantaranya:
a. KUA Tenete Riattang terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap
wali nikah, baik pemeriksaan berkas maupun pemeriksaan secara
langsung terhadap wali nikah. Adapun berkas yang harus dipenuhi wali
nikah adalah KTP dan Kartu Keluarga;
b. KUA Tanete Riattang kemudian melakukan pemeriksaan untuk
memastikan bahwa wali nikah calon mempelai perempuan telah
memenuhi syarat-syarat wali nikah, yakni laki-laki, muslim, aqil, dan
balig;
c. Ketentuan selanjutnya, yaitu KUA Tanete Riattang memperhatikan urutan
wali nikah yang berhak, sesuai urutan wali nikah baik dalam KHI maupun
dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan;
d. KUA Tenete Riattang juga memperhatikan alasan ataupun kondisi yang
menyebabkan terjadinya pengalihan hak wali nikah, seperti wali nasab
yang ‘ādal, maka harus ada penetapan Pengadilan Agama terlebih dahulu
agar dapat berwali hakim, dan sebagainya.
Dari beberapa ketentuan tersebut, bahwa KUA Tanete Riattang
menetapkan beberapa aspek yang harus diperhatikan bagi wali nikah maupun
bagi KUA Tanete Riattang sendiri, apabila terjadi pengalihan hak wali nikah,
yaitu wali nikah harus memenuhi berkas yang telah ditentukan oleh pihak
KUA, wali nikah juga harus memenuhi syarat-syarat wali nikah, KUA Tanete
Riattang memperhatikan urutan wali nikah yang sesuai dengan aturan yang
ada, dan memperhatikan alasan-alasan ataupun kondisi yang menyebabkan
terjadinya pengalihan hak wali nikah.
2. Wali nikah merupakan rukun yang harus ada dalam perkawinan, meskipun
dalam kondisi tertentu mengharuskan adanya perpindahan hak wali nikah
kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai wali nikah. Adapun
keabsahan hukum pengalihan hak perwalian perkawinan yang terjadi di
masyarakat telah sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, dapat dijamin
keabsahan hukumnya, demikian pula keabsahan hukum dari perkawinan itu
sendiri. Pada praktiknya, masyarakat melakukan pengalihan hak perwalian
pada saat akad nikah dalam bentuk pemberian wakῑlah kepada penghulu untuk
bertindak menjadi wali nikah pada saat akad nikah, mewakilkan wali nasab.
Kebolehan pemberian wakῑlah dari wali nasab kepada pihak lain atau kepada
pihak penghulu untuk bertindak sebagai wakil wali pada saat akad nikah telah
diatur dalam Pasal 12 PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan
Pernikahan dan Pasal 28 KHI. Sehingga, praktik pengalihan hak wali nikah
pada saat akad nikah di masyarakat dalam bentuk pemberian wakῑlah dapat
dijamin keabsahan hukumnya dalam hukum perkawinan di Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis merasa
perlu untuk mengemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dan
ditindaklanjuti untuk kemudian diterapkan, yaitu:
1. Penulis menyarankan kepada pembaca agar memahami pentingnya
kedudukan, syarat-syarat, hingga berbagai ketentuan yang harus dipenuhi oleh
wali nikah yang tidak hanya sebagai unsur yang harus dipenuhi dalam
perkawinan tetapi juga memiliki kedudukan yang penting dalam proses akad
nikah. Kemudian, terkhusus bagi KUA Tanete Riattang untuk kedepannya
mampu memberikan sosialisasi bagi masyarakat terhadap pentingnya wali
dalam perkawinan terutama dalam proses akad nikah.
2. Penulis menyarankan kepada pembaca, terkhususnya bagi masyarakat untuk
tidak mudah mewakilkan haknya kepada pihak lain jika tidak ada kondisi
yang menjadi penghalang untuk bisa bertindak secara langsung sebagai wali
nikah dalam proses ijab kabul. Meskipun mewakilkan hak wali dalam akad
nikah dibolehkan dalam ketentuan hukum perkawinan di Indonesia, tetapi
wali nikah yang bertindak langsung dalam akad nikah memiliki nilai yang
sakral dalam perkawinan, sehingga sebaiknya dilakukan oleh wali nikah
secara langsung.
Perkawinan dengan studi yang dilakukan pada KUA Kecamatan Tanete Riattang.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan pengalihan hak
perwalian perkawinan di KUA Tanete Riattang dan keabsahan hukum pengalihan hak
perwalian perkawinan di masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
ketentuan pengalihan hak perwalian dalam perkawinan yang ditetapkan di KUA
Tanete Riattang dan keabsahan hukum pengalihan hak perwalian dalam perkawinan
di masyarakat. Untuk memudahkan pemecahan masalah digunakan penelitian
lapangan (Field Research). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
wawancara dan studi dokumen. Data yang diperoleh diolah dengan teknik kualitatif,
Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan
reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa di KUA Tanete Riattang ada
beberapa hal yang menjadi ketentuan apabila terjadi pengalihan hak wali nikah,
dengan tetap berdasar pada aturan yang berlaku, seperti dalam Kompilasi Hukum
Islam dan PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, yaitu
pemeriksaan berkas wali nikah, memperhatikan syarat-syarat wali nikah,
memperhatikan urutan wali nikah, dan memperhatikan alasan-alasan atau kondisi
yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak wali nikah. Adapun keabsahan hukum
pengalihan hak wali nikah yang terjadi di masyarakat dalam bentuk pemberian
wakῑlah kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai wali nikah atau kepada
pihak Penghulu KUA telah sesuai dengan ketentuan yang ada, baik dalam hukum
Islam maupun dalam hukum positif di Indonesia, sehingga dapat dijamin
keabsahannya dalam hukum perkawinan di Indonesia.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ketentuan pengalihan hak perwalian perkawinan di KUA Kecamatan Tanete
Riattang ada beberapa hal, diantaranya:
a. KUA Tenete Riattang terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap
wali nikah, baik pemeriksaan berkas maupun pemeriksaan secara
langsung terhadap wali nikah. Adapun berkas yang harus dipenuhi wali
nikah adalah KTP dan Kartu Keluarga;
b. KUA Tanete Riattang kemudian melakukan pemeriksaan untuk
memastikan bahwa wali nikah calon mempelai perempuan telah
memenuhi syarat-syarat wali nikah, yakni laki-laki, muslim, aqil, dan
balig;
c. Ketentuan selanjutnya, yaitu KUA Tanete Riattang memperhatikan urutan
wali nikah yang berhak, sesuai urutan wali nikah baik dalam KHI maupun
dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan;
d. KUA Tenete Riattang juga memperhatikan alasan ataupun kondisi yang
menyebabkan terjadinya pengalihan hak wali nikah, seperti wali nasab
yang ‘ādal, maka harus ada penetapan Pengadilan Agama terlebih dahulu
agar dapat berwali hakim, dan sebagainya.
Dari beberapa ketentuan tersebut, bahwa KUA Tanete Riattang
menetapkan beberapa aspek yang harus diperhatikan bagi wali nikah maupun
bagi KUA Tanete Riattang sendiri, apabila terjadi pengalihan hak wali nikah,
yaitu wali nikah harus memenuhi berkas yang telah ditentukan oleh pihak
KUA, wali nikah juga harus memenuhi syarat-syarat wali nikah, KUA Tanete
Riattang memperhatikan urutan wali nikah yang sesuai dengan aturan yang
ada, dan memperhatikan alasan-alasan ataupun kondisi yang menyebabkan
terjadinya pengalihan hak wali nikah.
2. Wali nikah merupakan rukun yang harus ada dalam perkawinan, meskipun
dalam kondisi tertentu mengharuskan adanya perpindahan hak wali nikah
kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai wali nikah. Adapun
keabsahan hukum pengalihan hak perwalian perkawinan yang terjadi di
masyarakat telah sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, dapat dijamin
keabsahan hukumnya, demikian pula keabsahan hukum dari perkawinan itu
sendiri. Pada praktiknya, masyarakat melakukan pengalihan hak perwalian
pada saat akad nikah dalam bentuk pemberian wakῑlah kepada penghulu untuk
bertindak menjadi wali nikah pada saat akad nikah, mewakilkan wali nasab.
Kebolehan pemberian wakῑlah dari wali nasab kepada pihak lain atau kepada
pihak penghulu untuk bertindak sebagai wakil wali pada saat akad nikah telah
diatur dalam Pasal 12 PMA Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan
Pernikahan dan Pasal 28 KHI. Sehingga, praktik pengalihan hak wali nikah
pada saat akad nikah di masyarakat dalam bentuk pemberian wakῑlah dapat
dijamin keabsahan hukumnya dalam hukum perkawinan di Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis merasa
perlu untuk mengemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dan
ditindaklanjuti untuk kemudian diterapkan, yaitu:
1. Penulis menyarankan kepada pembaca agar memahami pentingnya
kedudukan, syarat-syarat, hingga berbagai ketentuan yang harus dipenuhi oleh
wali nikah yang tidak hanya sebagai unsur yang harus dipenuhi dalam
perkawinan tetapi juga memiliki kedudukan yang penting dalam proses akad
nikah. Kemudian, terkhusus bagi KUA Tanete Riattang untuk kedepannya
mampu memberikan sosialisasi bagi masyarakat terhadap pentingnya wali
dalam perkawinan terutama dalam proses akad nikah.
2. Penulis menyarankan kepada pembaca, terkhususnya bagi masyarakat untuk
tidak mudah mewakilkan haknya kepada pihak lain jika tidak ada kondisi
yang menjadi penghalang untuk bisa bertindak secara langsung sebagai wali
nikah dalam proses ijab kabul. Meskipun mewakilkan hak wali dalam akad
nikah dibolehkan dalam ketentuan hukum perkawinan di Indonesia, tetapi
wali nikah yang bertindak langsung dalam akad nikah memiliki nilai yang
sakral dalam perkawinan, sehingga sebaiknya dilakukan oleh wali nikah
secara langsung.
Ketersediaan
| SSYA20230045 | 45/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
45/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
