Konsep Kewarisan Berganda Pada Sistem Kewarisan Islam Dalam Tinjauan Maqashid Al-Syariah
Muhammad Tasnim Tajuddin/01.18.1116 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Konsep Kewarisan Berganda Pada Sistem
Kewarisan Islam dalam Tinjauan Maqāṣid al-Syarī’ah. Pokok masalahnya yakni
bagaimana konsep munāsakhat dalam sistem kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarī’ah serta bagaimana cara penyelesaian kasus kewarisan berganda
(munāsakhat) dalam sistem kewarisan Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui konsep munāsakhat dalam sistem kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarī’ah dan cara penyelesaian kasus kewarisan berganda (munāsakhat) dalam
sistem kewarisan Islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research) yang bersifat kualitatif dengan pendekatan Teologis Normatif dan Yuridis
Normatif.
Hasil penelitian pertama, menunjukkan bahwa kewarisan berganda merupakan
kasus yang cukup banyak dialami oleh umat Islam yang juga banyak berakhir di
pengadilan. Olehnya itu munāsakhat perlu ditinjau dengan tinjauan maqāṣid al-
syarīah yang diketahui memiliki 5 konsep nilai dasar kehidupan yang sangat dalam,
yakni hifẓ al-dīn (memelihara agama) kaitannya dengan munāsakhah yakni dalam
pelaksanaan pembagian warisan yang bertingkat tentu harus berlandaskan pada kaidah
agama, hifẓ al-nafs (memelihara jiwa) mengingat kasus munāsakhah rentan terhadap
pertikaian akibat pembagian harta yang sempat tertunda sehingga memelihara jiwa
dianggap penting, hifẓ al-‘aql (memelihara akal) memiliki pengetahuan tentang Farāiḍ
khususnya bagian-bagian para ahli waris dalam kasus munāsakhah sudah merupakan
bentuk dari menjaga akal karena pada kasus ini cukup rentan terhadap perpecahan, hifẓ
al-nasl (memelihara keturunan) dianggap penting jika dikaitakan dengan proses
pembagian harta waris pada kasus munāsakhah agar terdapat pertimbangan yang baik
dan keutuhan keturunan tetap terpelihara, dan terakhir hifẓ al-māl (memelihara harta)
pada kasus munāsakhat harta sesegera mungkin dibagi secara adil sehingga dapat
dikatakan bahwa harta akan tetap terpelihara ditangan para ahli waris itu sendiri.
Kedua, menunjukkan bahwa cara penyelesaian kasus kewarisan berganda atau
munāsakhah dalam sistem kewarisan Islam diperlukan beberapa tahap tergantung
siapa yang meninggal, jumlah harta yang dibagikan serta penerima hak waris. Proses
penyelesaian kasus kewarisan berganda atau munāsakhah harus melaui empat tahap
dan bentuk penyelesaian yang berbeda-beda pula. Sehingga dengan mengikuti tahap
dan bentuk penyelesaian kasus tersebut sesuai dengan aturan yang ada, dapat
menghasilkan pembagian yang adil sesuai syariat dan diterima secara ikhlas oleh para
ahli waris.
A. Simpulan
1. Konsep Munāsakhat dalam Sistem Kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarīah
Kewarisan Islam dalam hal ini menunjukkan bahwa kewarisan berganda
merupakan kasus yang cukup banyak dialami oleh umat Islam yang juga banyak
berakhir di pengadilan. Olehnya itu munāsakhat perlu ditinjau dengan tinjauan
maqāṣid al-syarīah yang diketahui memiliki 5 konsep nilai dasar kehidupan yang
sangat dalam, yakni hifẓ al-dīn (memelihara agama) kaitannya dengan munāsakhah
yakni dalam pelaksanaan pembagian warisan yang bertingkat tentu harus berlandaskan
pada kaidah agama, hifẓ al-nafs (memelihara jiwa) mengingat kasus munāsakhah
rentan terhadap pertikaian akibat pembagian harta yang sempat tertunda sehingga
memelihara jiwa dianggap penting, hifẓ al-‘aql (memelihara akal) memiliki
pengetahuan tentang Farāiḍ khususnya bagian-bagian para ahli waris dalam kasus
munāsakhat sudah merupakan bentuk dari menjaga akal karena pada kasus ini cukup
rentan terhadap perpecahan, hifẓ al-nasl (memelihara keturunan) dianggap penting jika
dikaitakan dengan proses pembagian harta waris pada kasus munāsakhat agar terdapat
pertimbangan yang baik dan keutuhan keturunan tetap terpelihara, dan terakhir hifẓ al-
māl (memelihara harta) pada kasus munāsakhat harta sesegera mungkin dibagi secara
adil sehingga dapat dikatakan bahwa harta akan tetap terpelihara ditangan para ahli
waris itu sendiri.
2. Cara Penyelesaian Kasus Kewarisan Berganda (Munāsakhah) dalam Sistem
Kewarisan Islam
Dalam menyelesaikan kasus munāsakhah diperlukan beberapa tahap
tergantung siapa yang meninggal, jumlah harta yang dibagikan serta penerima hak
waris. Hal tersebut harus melalui tahap dengan berbagai rumus penyelesaian seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya demi terciptanya pembagian harta secara jelas, adil
sesuai ketetapan dan dapat diterima oleh semua pewaris yang bersangkutan.
B. Saran
1. Pentingnya memahami ilmu mawārīṡ atau farāiḍ harus ditanamkan pada diri sejak
dini, sebab dengan ilmu tersebut kita dapat dijauhi oleh permasalahan warisan
dikemudian hari terkhusus pada munāsakhat. Sekalipun di umur yang sekarang
kita belum memahami terkait pembagian harta warisan ataupun ilmu mawārīṡ
secara umum, kita bisa meminta pertolongan kepada orang yang paham atau ahli
dibidang mawārīṡ. Selain itu kita juga bisa mempelajari sendiri lewat buku
maupun website yang tersedia gratis di internet.
2. Kasus kewarisan berganda atau munāsakhat tidak bisa diselesaikan dengan cara
pembagian harta tanpa mengikuti aturan atau ketetapan al-Qur’ān, sebab itu akan
mendatangkan perselisihan atau keberatan oleh salah satu pihak yang merasa tidak
adil. Olehnya itu kita perlu mengetahui tahap tahap pembagian warisan khususnya
munāsakhat dalam bentuk rumus ataupun arahan dari orang yang ahli dibidangnya.
Kewarisan Islam dalam Tinjauan Maqāṣid al-Syarī’ah. Pokok masalahnya yakni
bagaimana konsep munāsakhat dalam sistem kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarī’ah serta bagaimana cara penyelesaian kasus kewarisan berganda
(munāsakhat) dalam sistem kewarisan Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui konsep munāsakhat dalam sistem kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarī’ah dan cara penyelesaian kasus kewarisan berganda (munāsakhat) dalam
sistem kewarisan Islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research) yang bersifat kualitatif dengan pendekatan Teologis Normatif dan Yuridis
Normatif.
Hasil penelitian pertama, menunjukkan bahwa kewarisan berganda merupakan
kasus yang cukup banyak dialami oleh umat Islam yang juga banyak berakhir di
pengadilan. Olehnya itu munāsakhat perlu ditinjau dengan tinjauan maqāṣid al-
syarīah yang diketahui memiliki 5 konsep nilai dasar kehidupan yang sangat dalam,
yakni hifẓ al-dīn (memelihara agama) kaitannya dengan munāsakhah yakni dalam
pelaksanaan pembagian warisan yang bertingkat tentu harus berlandaskan pada kaidah
agama, hifẓ al-nafs (memelihara jiwa) mengingat kasus munāsakhah rentan terhadap
pertikaian akibat pembagian harta yang sempat tertunda sehingga memelihara jiwa
dianggap penting, hifẓ al-‘aql (memelihara akal) memiliki pengetahuan tentang Farāiḍ
khususnya bagian-bagian para ahli waris dalam kasus munāsakhah sudah merupakan
bentuk dari menjaga akal karena pada kasus ini cukup rentan terhadap perpecahan, hifẓ
al-nasl (memelihara keturunan) dianggap penting jika dikaitakan dengan proses
pembagian harta waris pada kasus munāsakhah agar terdapat pertimbangan yang baik
dan keutuhan keturunan tetap terpelihara, dan terakhir hifẓ al-māl (memelihara harta)
pada kasus munāsakhat harta sesegera mungkin dibagi secara adil sehingga dapat
dikatakan bahwa harta akan tetap terpelihara ditangan para ahli waris itu sendiri.
Kedua, menunjukkan bahwa cara penyelesaian kasus kewarisan berganda atau
munāsakhah dalam sistem kewarisan Islam diperlukan beberapa tahap tergantung
siapa yang meninggal, jumlah harta yang dibagikan serta penerima hak waris. Proses
penyelesaian kasus kewarisan berganda atau munāsakhah harus melaui empat tahap
dan bentuk penyelesaian yang berbeda-beda pula. Sehingga dengan mengikuti tahap
dan bentuk penyelesaian kasus tersebut sesuai dengan aturan yang ada, dapat
menghasilkan pembagian yang adil sesuai syariat dan diterima secara ikhlas oleh para
ahli waris.
A. Simpulan
1. Konsep Munāsakhat dalam Sistem Kewarisan Islam ditinjau dari Maqāṣid
al-Syarīah
Kewarisan Islam dalam hal ini menunjukkan bahwa kewarisan berganda
merupakan kasus yang cukup banyak dialami oleh umat Islam yang juga banyak
berakhir di pengadilan. Olehnya itu munāsakhat perlu ditinjau dengan tinjauan
maqāṣid al-syarīah yang diketahui memiliki 5 konsep nilai dasar kehidupan yang
sangat dalam, yakni hifẓ al-dīn (memelihara agama) kaitannya dengan munāsakhah
yakni dalam pelaksanaan pembagian warisan yang bertingkat tentu harus berlandaskan
pada kaidah agama, hifẓ al-nafs (memelihara jiwa) mengingat kasus munāsakhah
rentan terhadap pertikaian akibat pembagian harta yang sempat tertunda sehingga
memelihara jiwa dianggap penting, hifẓ al-‘aql (memelihara akal) memiliki
pengetahuan tentang Farāiḍ khususnya bagian-bagian para ahli waris dalam kasus
munāsakhat sudah merupakan bentuk dari menjaga akal karena pada kasus ini cukup
rentan terhadap perpecahan, hifẓ al-nasl (memelihara keturunan) dianggap penting jika
dikaitakan dengan proses pembagian harta waris pada kasus munāsakhat agar terdapat
pertimbangan yang baik dan keutuhan keturunan tetap terpelihara, dan terakhir hifẓ al-
māl (memelihara harta) pada kasus munāsakhat harta sesegera mungkin dibagi secara
adil sehingga dapat dikatakan bahwa harta akan tetap terpelihara ditangan para ahli
waris itu sendiri.
2. Cara Penyelesaian Kasus Kewarisan Berganda (Munāsakhah) dalam Sistem
Kewarisan Islam
Dalam menyelesaikan kasus munāsakhah diperlukan beberapa tahap
tergantung siapa yang meninggal, jumlah harta yang dibagikan serta penerima hak
waris. Hal tersebut harus melalui tahap dengan berbagai rumus penyelesaian seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya demi terciptanya pembagian harta secara jelas, adil
sesuai ketetapan dan dapat diterima oleh semua pewaris yang bersangkutan.
B. Saran
1. Pentingnya memahami ilmu mawārīṡ atau farāiḍ harus ditanamkan pada diri sejak
dini, sebab dengan ilmu tersebut kita dapat dijauhi oleh permasalahan warisan
dikemudian hari terkhusus pada munāsakhat. Sekalipun di umur yang sekarang
kita belum memahami terkait pembagian harta warisan ataupun ilmu mawārīṡ
secara umum, kita bisa meminta pertolongan kepada orang yang paham atau ahli
dibidang mawārīṡ. Selain itu kita juga bisa mempelajari sendiri lewat buku
maupun website yang tersedia gratis di internet.
2. Kasus kewarisan berganda atau munāsakhat tidak bisa diselesaikan dengan cara
pembagian harta tanpa mengikuti aturan atau ketetapan al-Qur’ān, sebab itu akan
mendatangkan perselisihan atau keberatan oleh salah satu pihak yang merasa tidak
adil. Olehnya itu kita perlu mengetahui tahap tahap pembagian warisan khususnya
munāsakhat dalam bentuk rumus ataupun arahan dari orang yang ahli dibidangnya.
Ketersediaan
| SSYA20230110 | 110/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
110/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
