Problematika Sāhm Kewarisan Dalam Masyarakat Bugis Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Pasaka Kecamatan Kahu Kabupaten Bone)
Muh.Hidayat/01.18.1046 - Personal Name
Skripsi ini berjudul PROBLEMATIKA SĀHM KEWARISAN DALAM
MASYARAKAT BUGIS DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM (Studi Kasus
Desa Pasaka Kecamatan Kahu Kabupaten Bone). Adapun permasalahan dalam
penelitian ini yaitu bagaimana sāhm kewarisan masyarakat Desa Pasaka, bagaimana
prospektif hukum Islam mengenai problematika sāhm kewarisan dan penyelesaian
problematika sāhm kewarisan masyarakat Desa Pasaka.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research kualitatif deskriptif)
yaitu pencarian data dilakukan langsung di lokasi penelitian, dengan pendekatan
penelitian yang digunakan adalah: pendekatan Yuridis Normatif, Pendekatan Teologis
Normatif dan pendekatan Empiris. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara
(Interview) dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan metode reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
Hasil dari penelitian di Desa Pasaka ini adalah dari waktu pelaksanaan warisan
terdapat sistem yang tidak sejalan dengan hukum kewarisan Islam. Dari segi ahli
waris dan juga bagian-bagiannya, masyarakat Desa Pasaka menjadikan anak sebagai
ahli waris utama, sedangkan dari segi pembagiannya mayoritas masyarakat Desa
Pasaka masih menggunakan hukum Adat dalam melakukan pembagian warisannya.
Adapun waktu pembagiannya, yaitu ada yang membagikannya sebelum bakal calon
pewaris meninggal dan adapula yang membagikannya setelah pewaris meninggal
dunia. Walaupun demikian sistem pembagian warisan di Desa Pasaka sebenarnya
telah tertuang pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) tepatnya pada Pasal 183 yang
berbunyi pembagian warisan bisa dilakukan secara kekeluargaan atau jalan damai.
A. Kesimpulan
Berdasarkan yang peneliti uraikan di atas dalam penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Di Desa Pasaka pembagian harta warisan dilakukan dengan musyaawarah antar
keluarga melalui dua cara yaitu, yang pertama, pembagian dilakukan sebelum
bakal pewaris meninggal dunia dan yang kedua adalah pembaginya dilakukan
setelah pewaris meninggal dunia. Dan adapun golongan ahli waris di Desa
Pasaka adalah memprioritaskan anak kandung sebagai ahli waris utama.
Dengan adanya anak kandung sebagai ahli waris maka saudara pewaris tidak
mendapat bagian warisan karena terhalang sepenuhnya oleh anak si pewaris.
Sedangkan orang tua dari pewaris jika masih hidup hanya mendapatkan bagian
hibah. Dalam pembagian harta warisan dikalangan masyarakat Desa Pasaka
kedudukan ahli waris tidak hanya terfokus pada anak kandung saja yang
mendapat bagian warisan melainkan anak angkat juga dapat bagian warisan
tetapi anak angkat hanya menerima bagian warisan 1/3 dari keseluruhan harta
warisan si pewaris. Dikalangan masyarakat di Desa Pasaka dalam
melaksanakan pembagian warisan mereka cenderung menggunakan hukum adat
walaupun begitu ada juga beberapa masyarakat yang sudah menggunakan
hukum kewarisan Islam.
2. Dalam hukum Islam sangat tegas mengatur tentang cara dan kadar warisan
yang diterima oleh setiap ahli waris, hal ini seperti yang sudah dijelaskan di
dalam Al-Qur‟an Surah Al-Nisa ayat 11 tentang kadar atau bagian harta
warisan ahli waris yaitu bagian seorang anak laki-laki (ahli waris laki-laki)
sama dengan bagian dua orang anak perempuan (ahli waris perempuan).
Tentunya hal ini dapat dijadikan pedoman agar kedepannya pembagian warisan
di Desa Pasaka menjadi lebih baik lagi. Hukum Islam tidak serta merta
membedakan bagian antar laki-laki dan perempuan tanpa sebuah alasan
tertentu. Hal ini tentunya agar mempermudah ahli waris laki-laki untuk hidup
kedepannya dikarenakan laki-laki memilki banyak kewajiban yang tidak
dibebankan kepada pihak perempuan misalkan memberi mahar untuk istrinya
dan juga menghidupi keluarganya. Maka suatu hal yang wajar jika hukum
Islam mengatur kadar warisan laki-laki lebih banyak dua kali lipat daripada
pihak perempuan selain itu laki-laki juga memilki keistimewaan dalam bidang
pengendalian emosi dibandingkan perempuan. Kurangnya pengetahuan
masyarakat dan kebiasaan masyarakat Desa Pasaka yang mempertahankan Adat
Kebiasaannya dalam melakukan pembagian warisan tentunya dapat
mencipakan perilaku aniaya dan zolim terhadap ahli waris yang tidak
mendapatkan kadar warisan yang sesuai tentunya hal ini sangat dibenci oleh
Allah SWT mengingat masyarakat Desa Pasaka 100% beragama Islam.
B. Implikasi
Akhir kata dari penyusunan skripsi ini, penyusun mengharapkan adanya
manfaat bagi kita semua. Sebelum mengakhiri tulisan ini penyusun ingin
memberikan sedikit saran pada pihak yang berkompeten dalam bidang ini, kepada
para pembaca pada khusunya. Semoga dapat menjadi masukan yang membangun
dan dapat diterima.
1. Sistem pembagian warisan yang dipakai di masyarakat Desa Pasaka Kecamatan
Kahu Kabupaten Bone, memakai unsur keadilan serta kemaslahatan antar
keluarga. Oleh karena itu, sangat penting dan perlukan dilakukan musyawarah
antara ahli waris yang benar-benar menghasilkan keputusan yang adil bagi
seluruh ahli waris agar benar-benar diterima oleh seluruh ahli waris dengan
sukarela dan ikhlas.
2. Kepada Aparatur Desa terkait, para Tokoh Agama dan tokoh masyarakat serta
komponen lainnya, hendaknya mampu memberikan sosialisasi atau penyuluhan
tentang Keagamaan teruta Hukum kewarisan Islam yang dinilai sangat penting
untuk diketahui masyarakat, sehingga ada sinkronisasi yang lebih signifikan
antara sistem pembagian warisan menurut adat dan menurut agama.
3. Mengingat Hukum kewarisan Islam merupakan hal yang sangat penting untuk
dikembangkan, maka kepada seluruh umat Islam khususnya masyarakat Desa
Pasaka Kecamatan Kahu Kabupaten Bone, disarankan untuk senantiasa tetap
mempelajari dan mengamalkan aturan-aturan hukum kewarisan yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.
MASYARAKAT BUGIS DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM (Studi Kasus
Desa Pasaka Kecamatan Kahu Kabupaten Bone). Adapun permasalahan dalam
penelitian ini yaitu bagaimana sāhm kewarisan masyarakat Desa Pasaka, bagaimana
prospektif hukum Islam mengenai problematika sāhm kewarisan dan penyelesaian
problematika sāhm kewarisan masyarakat Desa Pasaka.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research kualitatif deskriptif)
yaitu pencarian data dilakukan langsung di lokasi penelitian, dengan pendekatan
penelitian yang digunakan adalah: pendekatan Yuridis Normatif, Pendekatan Teologis
Normatif dan pendekatan Empiris. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara
(Interview) dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan metode reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
Hasil dari penelitian di Desa Pasaka ini adalah dari waktu pelaksanaan warisan
terdapat sistem yang tidak sejalan dengan hukum kewarisan Islam. Dari segi ahli
waris dan juga bagian-bagiannya, masyarakat Desa Pasaka menjadikan anak sebagai
ahli waris utama, sedangkan dari segi pembagiannya mayoritas masyarakat Desa
Pasaka masih menggunakan hukum Adat dalam melakukan pembagian warisannya.
Adapun waktu pembagiannya, yaitu ada yang membagikannya sebelum bakal calon
pewaris meninggal dan adapula yang membagikannya setelah pewaris meninggal
dunia. Walaupun demikian sistem pembagian warisan di Desa Pasaka sebenarnya
telah tertuang pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) tepatnya pada Pasal 183 yang
berbunyi pembagian warisan bisa dilakukan secara kekeluargaan atau jalan damai.
A. Kesimpulan
Berdasarkan yang peneliti uraikan di atas dalam penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Di Desa Pasaka pembagian harta warisan dilakukan dengan musyaawarah antar
keluarga melalui dua cara yaitu, yang pertama, pembagian dilakukan sebelum
bakal pewaris meninggal dunia dan yang kedua adalah pembaginya dilakukan
setelah pewaris meninggal dunia. Dan adapun golongan ahli waris di Desa
Pasaka adalah memprioritaskan anak kandung sebagai ahli waris utama.
Dengan adanya anak kandung sebagai ahli waris maka saudara pewaris tidak
mendapat bagian warisan karena terhalang sepenuhnya oleh anak si pewaris.
Sedangkan orang tua dari pewaris jika masih hidup hanya mendapatkan bagian
hibah. Dalam pembagian harta warisan dikalangan masyarakat Desa Pasaka
kedudukan ahli waris tidak hanya terfokus pada anak kandung saja yang
mendapat bagian warisan melainkan anak angkat juga dapat bagian warisan
tetapi anak angkat hanya menerima bagian warisan 1/3 dari keseluruhan harta
warisan si pewaris. Dikalangan masyarakat di Desa Pasaka dalam
melaksanakan pembagian warisan mereka cenderung menggunakan hukum adat
walaupun begitu ada juga beberapa masyarakat yang sudah menggunakan
hukum kewarisan Islam.
2. Dalam hukum Islam sangat tegas mengatur tentang cara dan kadar warisan
yang diterima oleh setiap ahli waris, hal ini seperti yang sudah dijelaskan di
dalam Al-Qur‟an Surah Al-Nisa ayat 11 tentang kadar atau bagian harta
warisan ahli waris yaitu bagian seorang anak laki-laki (ahli waris laki-laki)
sama dengan bagian dua orang anak perempuan (ahli waris perempuan).
Tentunya hal ini dapat dijadikan pedoman agar kedepannya pembagian warisan
di Desa Pasaka menjadi lebih baik lagi. Hukum Islam tidak serta merta
membedakan bagian antar laki-laki dan perempuan tanpa sebuah alasan
tertentu. Hal ini tentunya agar mempermudah ahli waris laki-laki untuk hidup
kedepannya dikarenakan laki-laki memilki banyak kewajiban yang tidak
dibebankan kepada pihak perempuan misalkan memberi mahar untuk istrinya
dan juga menghidupi keluarganya. Maka suatu hal yang wajar jika hukum
Islam mengatur kadar warisan laki-laki lebih banyak dua kali lipat daripada
pihak perempuan selain itu laki-laki juga memilki keistimewaan dalam bidang
pengendalian emosi dibandingkan perempuan. Kurangnya pengetahuan
masyarakat dan kebiasaan masyarakat Desa Pasaka yang mempertahankan Adat
Kebiasaannya dalam melakukan pembagian warisan tentunya dapat
mencipakan perilaku aniaya dan zolim terhadap ahli waris yang tidak
mendapatkan kadar warisan yang sesuai tentunya hal ini sangat dibenci oleh
Allah SWT mengingat masyarakat Desa Pasaka 100% beragama Islam.
B. Implikasi
Akhir kata dari penyusunan skripsi ini, penyusun mengharapkan adanya
manfaat bagi kita semua. Sebelum mengakhiri tulisan ini penyusun ingin
memberikan sedikit saran pada pihak yang berkompeten dalam bidang ini, kepada
para pembaca pada khusunya. Semoga dapat menjadi masukan yang membangun
dan dapat diterima.
1. Sistem pembagian warisan yang dipakai di masyarakat Desa Pasaka Kecamatan
Kahu Kabupaten Bone, memakai unsur keadilan serta kemaslahatan antar
keluarga. Oleh karena itu, sangat penting dan perlukan dilakukan musyawarah
antara ahli waris yang benar-benar menghasilkan keputusan yang adil bagi
seluruh ahli waris agar benar-benar diterima oleh seluruh ahli waris dengan
sukarela dan ikhlas.
2. Kepada Aparatur Desa terkait, para Tokoh Agama dan tokoh masyarakat serta
komponen lainnya, hendaknya mampu memberikan sosialisasi atau penyuluhan
tentang Keagamaan teruta Hukum kewarisan Islam yang dinilai sangat penting
untuk diketahui masyarakat, sehingga ada sinkronisasi yang lebih signifikan
antara sistem pembagian warisan menurut adat dan menurut agama.
3. Mengingat Hukum kewarisan Islam merupakan hal yang sangat penting untuk
dikembangkan, maka kepada seluruh umat Islam khususnya masyarakat Desa
Pasaka Kecamatan Kahu Kabupaten Bone, disarankan untuk senantiasa tetap
mempelajari dan mengamalkan aturan-aturan hukum kewarisan yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.
Ketersediaan
| SSYA20220174 | 174/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
174/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
