Perspektif Komunikasi Islam terhadap Budaya Pernikahan Suku Bugis dan Suku Moronene di Kec. Poleang Utara Kab.Bombana (Studi Komparatif)
Rahmatang B./03.17.2099 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang ”Perspektif Komunikasi Islam terhadap Budaya
Pernikahan Suku Bugis dan Suku Moronene di Kec. Poleang Utara Kab.Bombana”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi yang digunakan dalam
pernikahan suku Bugis dan suku Moronene di Kec. Poleang Utara Kab. Bombana,
mengetahui solusi terhadap perbedaan pendapat antara kedua belah pihak pada
pernikahan antarbudaya adat pernikahan suku Bugis dan suku Moronene, mengetahui
perbandingan komunikasi suku Bugis dan suku Moronene dalam adat pernikahan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif (field research),
dengan menggunakan pendekatan normatif dan antropologi. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu menafsirkan dan
menguraikan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi dalam pernikahan
pasangan suku Bugis dan Moronene di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana
berjalan harmonis. Suku Bugis yang bertahun-tahun lamanya menetap tidak
mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan pasangannya dari suku Moronene,
karena memang mereka lahir dan besar di Poleang Utara. Interkasi pelaku dalam
pasangan pernikahan beda etnis lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Solusi
mengatasi masalah oleh pasangan suami istri beda kultur dapat diselesaikan dengan
bermusyawarah misalnya menjelaskan kembali dan memberikan pemahaman kepada
pasangan masing-masing. Dan terlihat dalam jiwa para pasangan nikah beda budaya
tumbuh sikap saling mencintai, menghargai dan menghormati satu sama lain. Dari
perbandingan kedua budaya tersebut bisa kita simpulkan bahwa adapun yang menjadi
persamaan ialah proses penyambutan mempelai, keluarga, ataupun hadirin yang
menghadiri acara tersebut berupa tarian penyambutan yang diiringi oleh gendang-
gendang dan proses Barazanji yang dilakukan pada malam hari sebelum hari
pernikahan (besok harinya). Sedangkan yang menjadi perbedaan dimana pada saat
setelah Khatam Al-qur’an, suku Bugis melakukan yang namanya Mappacci atau
pembersihan sedangkan untuk Moronene sendiri hanya melakukan Barazanji.
Dapat disimpulkan pasangan pernikahan dua etnis saling memahami budaya
masing-masing sehingga menciptakan hubungan yang rukun dan harmonis. Proses
komunikasi yang merujuk pada pelaku komunikasi, pesan, media, dan efek komunikasi
yang terjadi dalam pernikahan suku Bugis dan suku Moronene berjalan efektif.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang komunikasi
pasangan pernikahan antar etnis Bugis dan etnis Moronene di Kecamatan Poleang
Utara, maka ada beberapa hal yang perlu disimpulkan antara lain sebagai berikut :
1. Proses komunikasi dalam pernikahan pasangan suku Bugis dan Moronene di
Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana berjalan harmonis. Suku Bugis
yang bertahun-tahun lamanya menetap tidak mengalami kesulitan dalam
beradaptasi dengan pasangannya dari suku Moronene, karena memang mereka
lahir dan besar di Poleang Utara. Pasangan pernikahan dua etnis saling
memahami budaya masing-masing sehingga menciptakan hubungan yang
rukun dan harmonis dikeluarga. Proses komunikasi yang merujuk pada pelaku
komunikasi, pesan, media, dan efek komunikasi yang terjadi dalam pernikahan
suku Bugis dan suku Moronene berjalan efektif. Interkasi pelaku dalam
pasangan pernikahan beda etnis lebih sering menggunakan bahasa Indonesia di
dalam keluarganya, pesan yang disampaikan juga lebih mudah diterimah
karena anak-anak mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Kadang
perselisihan yang terjadi dalam pernikahan antara Bugis dan Moronene
hanyalah perbedaan pendapat namun itu tidak sampai menghambat dalam
melakukan proses komunikasi.
2. Solusi mengatasi masalah oleh pasangan suami istri beda kultur dapat
diselesaikan dengan bermusyawarah misalnya menjelaskan kembali dan
memberikan pemahaman kepada pasangan masing-masing. Dan terlihat dalam
jiwa para pasangan nikah beda budaya tumbuh sikap saling mencintai,
menghargai dan menghormati satu sama lain., Pasangan suku Bugis dan suku
Moronene berusaha untuk memahami budaya masing-masing dengan
mempelajari kebudayaan pasangannya dengan cara bertanya kepada pasangan
masing-masing tentang bagaimana budaya pasangannya. Suku Bugis yang
sudah menetap lama di Poleang Utara tidak sulit untuk mempelajari budaya
suku Moronene, karena sejak kecil sudah berbaur dan menyatu dengan budaya
setempat. Agama atau kepercayaan salah satu faktor sangat penting dalam
pernikahan dan tidak sedikit dari pasangan informan menganut agama Islam
sehingga tidak menyulitkan untuk melakukan pernikahan. Dan terlihat dalam
jiwa para pasangan nikah beda budaya tumbuh sikap saling mencintai,
menghargai dan menghormati satu sama lain.
3. Dari perbandingan kedua budaya tersebut bisa kita simpulkan bahwa adapun
yang menjadi persamaan ialah proses penyambutan mempelai, keluarga,
ataupun hadirin yang menghadiri acara tersebut berupa tarian penyambutan
yang diiringi oleh gendang-gendang. Sedangkan yang menjadi perbedaan
dimana pada saat setelah Khatam Al-qur’an, suku Bugis melakukan yang
namanya Mappacci atau pembersihan sedangkan untuk Moronene sendiri
hanya melakukan Barazanji. Dan suku Moronene juga mempunyai keunikkan
sendiri biasanya setelah rangkaian acara selesai Tari Molulo ini ditampilkan di
akhir acara dan dilakukan oleh semua hadirin atau warga masyarakat yang
datang, baik tua maupun muda, pria maupun wanita. Dengan diringi musik dan
lagu adat, mereka menari sambil berpegangan tangan dan membentuk formasi
melingkar.
B. Implikasi Penelitian
Setelah mengadakan penelitian di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten
Bombana terkait Perspektif Islam Terhadap Budaya Pernikahan Suku Bugis Dan Suku
Moronene Di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana. Selanjutnya penulis
ingin menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pasangan yang sudah melangsungkan perkawinan beda suku, untuk lebih
memahami pasangan masing-masing, menanamkan sikap saling pengertian dan
bersikap saling terbuka antara suami dan istri, dan saling menghargai budaya
pasangan masing-masing.
2. Bagi generasi muda harus dapat menghargai dan menghormati orang yang
berasal dari suku maupun budaya lain. Begitu juga dalam soal perkawinan
teruntuk memilih pasangan hidup jangan sekali-kali beranggapan bahwa orang
yang berasal dari suku lain itu buruk justru perbedaanlah yang membuat kita
menjadi sempurna.
3. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari
kata kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini menjadi referensi awal
bagi siapapun yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian
berkaitan dengan proses Komunikasi Antarbudaya dalam Pernikahan Antara
Suku Bugis dan suku Moronene.
Pernikahan Suku Bugis dan Suku Moronene di Kec. Poleang Utara Kab.Bombana”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi yang digunakan dalam
pernikahan suku Bugis dan suku Moronene di Kec. Poleang Utara Kab. Bombana,
mengetahui solusi terhadap perbedaan pendapat antara kedua belah pihak pada
pernikahan antarbudaya adat pernikahan suku Bugis dan suku Moronene, mengetahui
perbandingan komunikasi suku Bugis dan suku Moronene dalam adat pernikahan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif (field research),
dengan menggunakan pendekatan normatif dan antropologi. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu menafsirkan dan
menguraikan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi dalam pernikahan
pasangan suku Bugis dan Moronene di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana
berjalan harmonis. Suku Bugis yang bertahun-tahun lamanya menetap tidak
mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan pasangannya dari suku Moronene,
karena memang mereka lahir dan besar di Poleang Utara. Interkasi pelaku dalam
pasangan pernikahan beda etnis lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Solusi
mengatasi masalah oleh pasangan suami istri beda kultur dapat diselesaikan dengan
bermusyawarah misalnya menjelaskan kembali dan memberikan pemahaman kepada
pasangan masing-masing. Dan terlihat dalam jiwa para pasangan nikah beda budaya
tumbuh sikap saling mencintai, menghargai dan menghormati satu sama lain. Dari
perbandingan kedua budaya tersebut bisa kita simpulkan bahwa adapun yang menjadi
persamaan ialah proses penyambutan mempelai, keluarga, ataupun hadirin yang
menghadiri acara tersebut berupa tarian penyambutan yang diiringi oleh gendang-
gendang dan proses Barazanji yang dilakukan pada malam hari sebelum hari
pernikahan (besok harinya). Sedangkan yang menjadi perbedaan dimana pada saat
setelah Khatam Al-qur’an, suku Bugis melakukan yang namanya Mappacci atau
pembersihan sedangkan untuk Moronene sendiri hanya melakukan Barazanji.
Dapat disimpulkan pasangan pernikahan dua etnis saling memahami budaya
masing-masing sehingga menciptakan hubungan yang rukun dan harmonis. Proses
komunikasi yang merujuk pada pelaku komunikasi, pesan, media, dan efek komunikasi
yang terjadi dalam pernikahan suku Bugis dan suku Moronene berjalan efektif.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang komunikasi
pasangan pernikahan antar etnis Bugis dan etnis Moronene di Kecamatan Poleang
Utara, maka ada beberapa hal yang perlu disimpulkan antara lain sebagai berikut :
1. Proses komunikasi dalam pernikahan pasangan suku Bugis dan Moronene di
Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana berjalan harmonis. Suku Bugis
yang bertahun-tahun lamanya menetap tidak mengalami kesulitan dalam
beradaptasi dengan pasangannya dari suku Moronene, karena memang mereka
lahir dan besar di Poleang Utara. Pasangan pernikahan dua etnis saling
memahami budaya masing-masing sehingga menciptakan hubungan yang
rukun dan harmonis dikeluarga. Proses komunikasi yang merujuk pada pelaku
komunikasi, pesan, media, dan efek komunikasi yang terjadi dalam pernikahan
suku Bugis dan suku Moronene berjalan efektif. Interkasi pelaku dalam
pasangan pernikahan beda etnis lebih sering menggunakan bahasa Indonesia di
dalam keluarganya, pesan yang disampaikan juga lebih mudah diterimah
karena anak-anak mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Kadang
perselisihan yang terjadi dalam pernikahan antara Bugis dan Moronene
hanyalah perbedaan pendapat namun itu tidak sampai menghambat dalam
melakukan proses komunikasi.
2. Solusi mengatasi masalah oleh pasangan suami istri beda kultur dapat
diselesaikan dengan bermusyawarah misalnya menjelaskan kembali dan
memberikan pemahaman kepada pasangan masing-masing. Dan terlihat dalam
jiwa para pasangan nikah beda budaya tumbuh sikap saling mencintai,
menghargai dan menghormati satu sama lain., Pasangan suku Bugis dan suku
Moronene berusaha untuk memahami budaya masing-masing dengan
mempelajari kebudayaan pasangannya dengan cara bertanya kepada pasangan
masing-masing tentang bagaimana budaya pasangannya. Suku Bugis yang
sudah menetap lama di Poleang Utara tidak sulit untuk mempelajari budaya
suku Moronene, karena sejak kecil sudah berbaur dan menyatu dengan budaya
setempat. Agama atau kepercayaan salah satu faktor sangat penting dalam
pernikahan dan tidak sedikit dari pasangan informan menganut agama Islam
sehingga tidak menyulitkan untuk melakukan pernikahan. Dan terlihat dalam
jiwa para pasangan nikah beda budaya tumbuh sikap saling mencintai,
menghargai dan menghormati satu sama lain.
3. Dari perbandingan kedua budaya tersebut bisa kita simpulkan bahwa adapun
yang menjadi persamaan ialah proses penyambutan mempelai, keluarga,
ataupun hadirin yang menghadiri acara tersebut berupa tarian penyambutan
yang diiringi oleh gendang-gendang. Sedangkan yang menjadi perbedaan
dimana pada saat setelah Khatam Al-qur’an, suku Bugis melakukan yang
namanya Mappacci atau pembersihan sedangkan untuk Moronene sendiri
hanya melakukan Barazanji. Dan suku Moronene juga mempunyai keunikkan
sendiri biasanya setelah rangkaian acara selesai Tari Molulo ini ditampilkan di
akhir acara dan dilakukan oleh semua hadirin atau warga masyarakat yang
datang, baik tua maupun muda, pria maupun wanita. Dengan diringi musik dan
lagu adat, mereka menari sambil berpegangan tangan dan membentuk formasi
melingkar.
B. Implikasi Penelitian
Setelah mengadakan penelitian di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten
Bombana terkait Perspektif Islam Terhadap Budaya Pernikahan Suku Bugis Dan Suku
Moronene Di Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana. Selanjutnya penulis
ingin menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pasangan yang sudah melangsungkan perkawinan beda suku, untuk lebih
memahami pasangan masing-masing, menanamkan sikap saling pengertian dan
bersikap saling terbuka antara suami dan istri, dan saling menghargai budaya
pasangan masing-masing.
2. Bagi generasi muda harus dapat menghargai dan menghormati orang yang
berasal dari suku maupun budaya lain. Begitu juga dalam soal perkawinan
teruntuk memilih pasangan hidup jangan sekali-kali beranggapan bahwa orang
yang berasal dari suku lain itu buruk justru perbedaanlah yang membuat kita
menjadi sempurna.
3. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari
kata kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini menjadi referensi awal
bagi siapapun yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian
berkaitan dengan proses Komunikasi Antarbudaya dalam Pernikahan Antara
Suku Bugis dan suku Moronene.
Ketersediaan
| SFUD20210036 | 36/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
36/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FUD
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
