Tubektomi Menurut Teori Maslahah Mursalah (Perbandingan UU No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Dengan Fatwa MUI No 22 Tahun 2011 Tentang Vasektomi Dan Tubektomi

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai Tubektomi Menurut Teori Maslahah
Mursalah dalam Perbandingan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dengan Fatwa MUI
Nomor 22 Tahun 2011 tentang Vasektomi dan Tubektomi. Pokok permasalahannya
bagaimana alternatif pemecehaan tubektomi menurut Undang-undang Nomor 52
Tahun 2009 dengan Fatwa MUI NO. 22 Tahun 2011 dalam konsep Maslahah
Mursalah. Penelitian ini merupakan Penelitian kualitatif yang menggunakan metode
dengan 2 (dua) pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
teologis normatif. Data dalam Penelitian ini diperoleh melalui studi dokumen dan
pengutipan langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tubektomi menurut
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga dengan Fatwa MUI Nomor 22 Tahun 2011 dan bagaimana
alternatif pemecehaan tubektomi menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009
dengan Fatwa MUI Nomor 22 Tahun 2011 dalam konsep Maslahah Mursalah.
Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa mengenai alternatif tentang tubektomi
kita dapat mengmabil beberapa indikasi dari dalil yang mengharamkan perbuatan
dengan merusak dan memudaratkan diri ataupun orang lain, maka fatwa MUI
mengenai vasektomi dan tubektomi dinyatakan haram ketetapan hukumnya. Dan
sampai kinipun ketentuan vasektomi dan tubektomi belum dapat dibenarkan oleh
Islam. Sebab dalam satu kutipan ahli kandungan mengatakan bahwa alat kontrasepsi
vasektomi dan tubektomi dapat dipulihkan kembali, akan tetapi dalam kenyataannya
kemungkinan pulih terlalu kecil, atau belum bisa dipertanggungjawabkan.
A. Simpulan
1. Tubektomi menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangun keluarga dapat disimpulkan
kedudukan tubektomi dapat dilakukan memperhatikan isi Pasal 24 ayat 3
sebagaimana disebutkan bahwa “penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi
dilakukan denga cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi agama,
norma budaya, etika, serta segi kesehatan.”
2. Tubektomi menurut Fatwa MUI No 22 Tahun 2011 tentang vasektomi dan
tubektomi merupakan pemandulan dilarang oleh agama, Tubektomi adalah
salah satu upaya pemandulan dan Indonesia belum ada ditemukan Tubektomi
tidak dapat disambung kembali. Berdasarkan hal demikian MUI memuat
fatwa dan memutuskan dengan melakukan Tubektomi hukumnya itu haram.
3. Persamaan Tubektomi menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009
dengan Fatwa MUI No 22 tahun 2011 dalam teori keduanya sama-sama
memiliki landasan mengenai kemashalatan mengenai Tubekomi. Pada
Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tidak serta secara langsung untuk
membolehkan ada berbagai syarat yang perlu diperhatikan begitu pula dengan
fatwa MUI NO 22 tahun 2011.
4. Perbedaan Tubektomi menurut keduanya Pengaturan keturunan dalam
Undang-undang Nomor 52nTahunn2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Di mana dalam Pasal 21 ayat 1
yang mengatakan kebijakan keluarga berencana dilaksanakan untuk
membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan
mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang:
a. usia ideal perkawinan
b. usia ideal untuk melahirkan
c. jumlah ideal anak
d. jarak ideal kelahiran anak; dan penyuluhan kesehatan reproduksi.
Sedangkan pengaturan kehamilann dalam fatwa MUI tahun 2011
mengharamkan vasektomi dab Tubektomi dengan indikasi beberapa dalil
Sehingga dasar inilah yang mengharamkan perbuatan dengan merusak dan
memudaratkan diri ataupun orang lain, maka fatwa MUI mengenai Tubektomi
dinyatakan haram ketetapan hukumnya. Dan sampai kinipun ketentuan
Tubektomi belum dapat dibenarkan oleh Islam.
5. Dalam konsep maslahah mursalah Jika suami isteri dalam keadaan darurat
(emergency), seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari isteri
terhadap anak yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa isteri bila ia
mengandung atau akan melahirkan bayi maka sterilisasi dengan metode
tubektomi diperbolehkan oleh Islam dengan memperhatikan pertimbangkan
kemaslahatan dan kesejahteraan keluarga. Dalam ilmu kedokteran sudah
ditemukan bahwa alat kontrasepsi tubektomi dapat dipulihkan kembali,
artinya tidak membuat kemandulan abadi bagi suami dan isteri. Akan tetapi
perihal tersebut di Indonesia belum dapat dibuktikan kebenarannya dengan
akurat secara medis. Selama pembuktiannya belum dapat dibuktikan maka
umat muslim di Indonesia haram menggunakannya, dan dilarang oleh
Undang-Undang. Dan bagi keluarga berencana yang menggunakan alat
tubektomi harus memperhatikan ketentuan agama, sebab agama dengan tegas
dan jelas melarang hal tersebut karena dapat melanggar norma-norma agama.
B. Saran
1. Sebaiknya untuk pemerintah memperhatikan lagi aturan terkhusus Undang-
undang nomor 52 tahun 2009 mengenai tubektomi ini dalam pengaturan
jumlah kelahiran atau kependudukan dan pasangan suami istri yang ingin
menentukan pengaturan keturunanan demi kesehatan keluarga, tidak boleh
dilakukan dengan alat kontrasepsi tubektomi karena di Indonesia belum bisa
dibuktikan dapat disambung kembali.
2. Disarankan pasangan suami istri yang akan melakukan tubektomi sebaiknya
memperhatikan kembali keharmonisan dalam keluarga masing-masing, dan
melihat kondisi kesehatan serta keselamatan dan kesejahteraan keluarga,
kemudian kedua belah pihak antara suami dan isteri merestuinya, hal itu perlu
dijaga demi kebahagiaan keluarga, dengan harapan menjadi keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah. Sebagaimana dalam fatwa MUI No 22 tahun
2011 ini.
3. Disarankan kepada pemerintah dan MUI jika ada pasangan suami isteri yang
hendak akan melakukan Tubektomi sebaiknya memberikan konsultasi antara
pemerintah ataupun MUI agar terdapat keselarasan dalam indikasi
membolehkan sepasang suami isteri untuk Tubektomi.
4. Sebaiknya argument mengenai kebolehan dan larangan tubektomi antara
fatwa MUI dan undang-undang nomor 52 tahun 2009 harus memiliki hasil
yang sepadan sehingga pasangan suami isteri lebih memahami mudharat dan
kemashalahatan jika melakukan tubektomi.
5. Dan juga bagi dokter maupun petugas medis harus mengetahui betul hukum
penggunaan alat kontrasepsi seperti tubektomi supaya tidak melanggar dari
hukum yang berlaku, baik hukum Islam maupun Undakng Undang.
Ketersediaan
SSYA2022008686/2022Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

86/2022

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Subyek

Tubektomi

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top