Kekuasaan Wali Nasab Dalam Pemeliharaan Harta Anak Yatim Piatu Di Bawah Umur (Studi Perbandingan Hukum Perdata dan Hukum Islam)
Syarmila/01.17.1071 - Personal Name
Jika anak yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia yang biasa disebut
dengan istilah yatim piatu maka pemeliharaan anak tersebut dialihkan kepada walinya,
baik pemeliharaan dirinya maupun harta peninggalan orang tuanya. Penelitian ini
membahas tentang kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu
di bawah umur (Studi Perbandingan Hukum Perdata dan Hukum Islam). Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta
anak yatim piatu dibawah umur menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam serta
persamaan dan perbedaan kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim
piatu di bawah umur menurut hukum perdata dan hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penelitian pustaka (library
research). Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan yuridis normatif
dan teologis normatif. Metode pengumpulan data yakni dengan kutipan langsung dan
kutipan tidak langsung. Selain itu metode analisis data yang digunakan adalah
deduktif, induktif dan komparatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kekuasaan wali nasab dalam
pemeliharaan harta anak yatim piatu dibawah umur menurut hukum perdata yakni
bahwa perwalian dapat dilakukan baik itu secara perorangan maupun yayasan atau
lembaga lainnya yang berbadan. Sedangkan menurut hukum Islam bahwa perwalian
terbagi tiga, yakni perwalian jiwa (diri pribadi), perwalian harta, dan perwalian jiwa
dan harta. Perwaliannya berdasarkan putusan pengadilan agama apabila orang tuanya
sudah meninggal atau berada dalam rana hukum yang dipilih berdasarkan kerabat
terdekat menurut garis keturunannya; 2) Persamaan kekuasaan wali nasab dalam
pemeliharaan harta anak yatim piatu di bawah Umur menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam yakni sama-sama memberikan kewajiban mengurus diri dan harta orang
anak yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban
memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa
depan orang yang berada dibawah perwaliannya. Sedangkan perbedaan terletak pada
pihak yang berhak menjadi wali nasab menurut Hukum Perdata bahwa perwalian
terhadap anak dilakukan baik itu secara orang-perorangan maupun yayasan dan
lembaga lainnya. Sedangkan menurut hukum Islam perwalian dilakukan berdasarkan
keputusan pengadilan agama dengan memprioritaskan kerabat terdekat menurut garis
keturunannya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu dibawah
umur menurut hukum perdata yakni bahwa perwalian dapat dilakukan baik itu
secara perorangan maupun yayasan atau lembaga lainnya yang berbadan
Hukum dan Baital Mal. Perwalian dapat dilakukan dalam hal orang tua anak
tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal
dan keberadaannya, atau dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah
meninggal maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang
bersangkutan, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut hukum Islam bahwa
perwalian terbagi tiga, yakni perwalian jiwa (diri pribadi), perwalian harta, dan
perwalian jiwa dan harta. Perwaliannya berdasarkan putusan pengadilan agama
apabila orang tuanya sudah meninggal atau berada dalam rana hukum yang
dipilih berdasarkan kerabat terdekat menurut garis keturunannya.
2. Persamaan kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu
di bawah Umur menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam yakni sama-sama
memberikan kewajiban mengurus diri dan harta orang anak yang berada di
bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan
bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan
orang yang berada dibawah perwaliannya. Sedangkan perbedaan terletak pada
pihak yang berhak menjadi wali nasab menurut Hukum Perdata bahwa
perwalian terhadap anak dilakukan baik itu secara orang-perorangan maupun
yayasan dan lembaga lainnya. Sedangkan menurut hukum Islam perwalian
dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan agama dengan memprioritaskan
kerabat terdekat menurut garis keturunannya. Dengan kata lain orang tersebut
mempunyai hubungan hukum dengan orang yang dikuasai dan dilindungi,
anak-anaknya atau orang lain selain orang tua yang telah disahkan oleh hukum
untuk bertindak sebagai wali.
B. Saran
1. Sebaiknya harus ada pihak yang berkompeten dalam memegang tugas
melakukan pengawasan terhadap tanggung jawab wali, mengingat kebutuhan
anak saat ini semakin besar dan berkembang, lain dari pada itu masih
banyaknya hak-hak anak yang belum terpenuhi bahkan terabaikan dalam
perwalian, sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah, mengingat anak
merupakan generasi penerus bangsa dan negara berkewajiban menjaga tumbuh
kembang anak dengan baik.
2. Sudah seharusnya implementasi perlindungan terhadap harta anak dibawah
umur lebih ditingkatkan. Kurang jelasnya mekanisme pencatatan dan
pembukuan mengenai perkembangan harta anak anak dibawah umur menjadi
celah bagi wali untuk mempergunakan harta anak diluar ketentuan undang-
undang. Seharusnya pemerintah membuat mekanisme yang lebih efisien dan
jelas mengelai pelaporan perkembangan harta anak dibawah umur.
dengan istilah yatim piatu maka pemeliharaan anak tersebut dialihkan kepada walinya,
baik pemeliharaan dirinya maupun harta peninggalan orang tuanya. Penelitian ini
membahas tentang kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu
di bawah umur (Studi Perbandingan Hukum Perdata dan Hukum Islam). Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta
anak yatim piatu dibawah umur menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam serta
persamaan dan perbedaan kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim
piatu di bawah umur menurut hukum perdata dan hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penelitian pustaka (library
research). Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan yuridis normatif
dan teologis normatif. Metode pengumpulan data yakni dengan kutipan langsung dan
kutipan tidak langsung. Selain itu metode analisis data yang digunakan adalah
deduktif, induktif dan komparatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kekuasaan wali nasab dalam
pemeliharaan harta anak yatim piatu dibawah umur menurut hukum perdata yakni
bahwa perwalian dapat dilakukan baik itu secara perorangan maupun yayasan atau
lembaga lainnya yang berbadan. Sedangkan menurut hukum Islam bahwa perwalian
terbagi tiga, yakni perwalian jiwa (diri pribadi), perwalian harta, dan perwalian jiwa
dan harta. Perwaliannya berdasarkan putusan pengadilan agama apabila orang tuanya
sudah meninggal atau berada dalam rana hukum yang dipilih berdasarkan kerabat
terdekat menurut garis keturunannya; 2) Persamaan kekuasaan wali nasab dalam
pemeliharaan harta anak yatim piatu di bawah Umur menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam yakni sama-sama memberikan kewajiban mengurus diri dan harta orang
anak yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban
memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa
depan orang yang berada dibawah perwaliannya. Sedangkan perbedaan terletak pada
pihak yang berhak menjadi wali nasab menurut Hukum Perdata bahwa perwalian
terhadap anak dilakukan baik itu secara orang-perorangan maupun yayasan dan
lembaga lainnya. Sedangkan menurut hukum Islam perwalian dilakukan berdasarkan
keputusan pengadilan agama dengan memprioritaskan kerabat terdekat menurut garis
keturunannya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu dibawah
umur menurut hukum perdata yakni bahwa perwalian dapat dilakukan baik itu
secara perorangan maupun yayasan atau lembaga lainnya yang berbadan
Hukum dan Baital Mal. Perwalian dapat dilakukan dalam hal orang tua anak
tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal
dan keberadaannya, atau dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah
meninggal maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang
bersangkutan, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut hukum Islam bahwa
perwalian terbagi tiga, yakni perwalian jiwa (diri pribadi), perwalian harta, dan
perwalian jiwa dan harta. Perwaliannya berdasarkan putusan pengadilan agama
apabila orang tuanya sudah meninggal atau berada dalam rana hukum yang
dipilih berdasarkan kerabat terdekat menurut garis keturunannya.
2. Persamaan kekuasaan wali nasab dalam pemeliharaan harta anak yatim piatu
di bawah Umur menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam yakni sama-sama
memberikan kewajiban mengurus diri dan harta orang anak yang berada di
bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan
bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan
orang yang berada dibawah perwaliannya. Sedangkan perbedaan terletak pada
pihak yang berhak menjadi wali nasab menurut Hukum Perdata bahwa
perwalian terhadap anak dilakukan baik itu secara orang-perorangan maupun
yayasan dan lembaga lainnya. Sedangkan menurut hukum Islam perwalian
dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan agama dengan memprioritaskan
kerabat terdekat menurut garis keturunannya. Dengan kata lain orang tersebut
mempunyai hubungan hukum dengan orang yang dikuasai dan dilindungi,
anak-anaknya atau orang lain selain orang tua yang telah disahkan oleh hukum
untuk bertindak sebagai wali.
B. Saran
1. Sebaiknya harus ada pihak yang berkompeten dalam memegang tugas
melakukan pengawasan terhadap tanggung jawab wali, mengingat kebutuhan
anak saat ini semakin besar dan berkembang, lain dari pada itu masih
banyaknya hak-hak anak yang belum terpenuhi bahkan terabaikan dalam
perwalian, sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah, mengingat anak
merupakan generasi penerus bangsa dan negara berkewajiban menjaga tumbuh
kembang anak dengan baik.
2. Sudah seharusnya implementasi perlindungan terhadap harta anak dibawah
umur lebih ditingkatkan. Kurang jelasnya mekanisme pencatatan dan
pembukuan mengenai perkembangan harta anak anak dibawah umur menjadi
celah bagi wali untuk mempergunakan harta anak diluar ketentuan undang-
undang. Seharusnya pemerintah membuat mekanisme yang lebih efisien dan
jelas mengelai pelaporan perkembangan harta anak dibawah umur.
Ketersediaan
| SSYA20220185 | 185/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
185/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
