Wasiat Wajibah Terhadap Kedudukan Anak Angkat Dalam Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perata(Studi Kasus Kewarisan Di Pengadilan Agama Watampone No.Kasus 995/Pdt.G/220/PA.Wtp)
Frinda Selita Firdaus/ 01.18.11171 - Personal Name
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan anak angkat dalam
Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata tentang pembagian warisan, dan
mengetahui kedudukan anak angkat dalam putusan Nomor
995/Pdt.G/2020/PA.Wtp. dalam pembagian harta warisan. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan yuridis empiris dengan melalui
teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara dan dokumnetasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan kedudukan anak angkat
dalam Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata terhadap harta warisan, yang
dimana menurut KHI dalam hal kewarisan anak angkat tidak melepas nasab dari
orang tua kandungnya, maka anak angkat tidak mewarisi harta dari orang tua
angkatnya, tetapi anak angkat mendapatkan wasiat wajibah yang diberikan
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta peninggalan pewaris berdasarkan Pasal 209
KHI. Sedangkan Menurut hukum perdata dalam Staatsblad 1917 No. 129, adanya
pengangkatan anak mengakibatkan status anak tersebut seolah-olah dilahirkan
dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak
sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris. Sehingga dalam
KUH Perdata anak angkat diberikan hak mewarisi terhadap harta orang tua
angkatnya menurut Undang-Undang atau berdasarkan hukum waris testamentair
apabila ia mendapatkan testament dengan jalan wasiat atau biasa disebut dengan
hibah wasiat. Dan berdasarkan analisis putusan hakim terhadap kedudukan anak
angkat dalam putusan Nomor 995/Pdt.G/2020/PA.Wtp. dalam gugatan tersebut
anak angkat tidak terlibat dalam perkara tersebut tetapi hakim menyebutkan
bahwa anak angkat tersebut sudah sah di mata hukum, jadi dalam gugatan
tergugat dinyatakan kurang pihak atau biasa disebut dengan (Eror In Persona).
Maka hakim memutuskan bahwa anak angkat tetap diberikan wasiat wajibah
sebanyak 1/3 dari harta pewaris. Sehingga hakim dalam memutuskan perkara
tersebut tidak berdasar pada Al-Qur‟an dan tidak adil bagi ahliwaris yang lain.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya penulis menyimpulkan bahwa kedudukan anak angkat dalam
KHI dan KUH Perdata serta pada putusan Nomor 995/Pdt.G/2020/PA.Wtp
dalam permbagian harta warisan terhadap kedudukan anak angkat sebagai
berikut :
1. Kedudukan anak angkat dalam KHI dan KUH Perdata
Kedudukan anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam adalah tetap
sebagai anak yang sah berdasarkan putusan pengadilan dengan tidak
memutuskan hubungan nasab atau darah dengan orang tua kandungnya.
Secara hukum waris anak angkat memang tidak termasuk sebagai ahli waris
dari orang yang meninggal, akan tetapi anak angkat yang ingin mendapatkan
bagian waris dari harta peninggalan pewaris tidak bisa ditempuh dengan
mekanisme hukum waris melainkan bisa ditempuh melalui wasiat wajibah.
Akan tetapi, dalam Pasal 209 KHI menjelaskan bahwa keberadaan anak
angkat mempunyai hak wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkat. Sehingga anak angkat tetap memperoleh harta
warisan dari kedua orang tua angkatnya walaupun bukan sebagai ahli waris.
Sedangkan pengangkatan anak ditinjau menurut hukum perdata dalam
Staatsblad 1917 No. 129 status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di
dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris terhadap harta kedua
orang tua angkatnya dengan pembatasan anak angkat tersebut hanya menjadi
ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan. Anak angkat memiliki hak
waris sebagimana hak waris yang dimilki oleh anak kandung, maka
dinyatakan bahwa anak angkat disamakan dengan anak kandung yang lahir
dari pasangan suami istri yang mengangkatnya. Biasanya pengangkatan anak
yang semacam itu merupakan suatu perbuatan yang menyamakan kedudukan
anak angkat dengan anak kandung, baik itu dalam hal pemeliharaan dan
sampai pada hal kewarisan. Untuk itu ia berhak mewaris harta warisan orang
tua angkatnya menurut Undang-Undang atau mewaris berdasarkan hukum
waris Testamentair apabila ia mendapatkan testament (Hibah Wasiat).
Dengan demikian anak angkat menurut KUH Perdata tetap diberikan harta
warisan dari orang tua angkatnya sesuai Pasal 899 KUH Perdata diberikan
wasiat atau biasa disebut hibah wasiat.
2. Kedudukan anak angkat dalam putusan Nomor
995/Pdt.G/2020/PA.Wtp.
Berdasarkan dalam putusan Hakim di Pengadilan Agama Watampone
bahwa yang melatar belakangi perkara tersebut, yaitu dimana pihak
penggugat dan tergugat sebagai saudara pewaris ingin mendapatkan harta
warisan pewaris secara adil. Namun dalam gugatan penggugat kurang pihak,
atau tidak melibatkan anak angkat dari pewaris. Sehingga gugatan tersebut
menjadi Gugatan Eror In Persona, setelah penulis melihat putusan tersebut,
Hakim menyebutkan bahwa pewaris memiliki anak angkat yang sah di mata
hukum. maka Hakim memutuskan untuk memberikan wasiat wajibah
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam terhadap anak angkat dari pewaris
sebanyak 1/3 dari harta warisan. Sehingga hakim dalam memutuskan
perkara tersebut tidak berdasar pada ayat Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 12
dan tidak adail bagi para ahli waris.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan sebelumnya maka pada
bagian ini akan diberikan saran yang kiranya akan membantu masyarakat
mengenai harta warisan terhadap anak angkat sebagai berikut :
1. Hendaknya bagi orang yang akan mengangkat anak dilakukan secara
resmi sampai pada tingkat Pengadilan agar kedudukan anak angkat
menjadi jelas dan pengangkatan anak jangan semata karena alasan tidak
punya keturunan, tetapi hendaknya didasari dengan rasa kasih sayang
serta membantu terwujudnya kesejahteraan anak dan masyarakat yang
ingin mengangkat anak sebaiknya memahami prosedur pengangkatan
anak yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2. Hendaknya para pihak yang berwenang senantiasa mengadakan
pengawasan secara seksama terhadap masalah pengangkatan anak, agar
pengangkatan anak tersebut betul-betul didasari pada dasar kemanusiaan
yang tinggi sesuai dengan jiwa budaya bangsa Indonesia, agar tidak
terjadi pengangkatan anak (adopsi) dengan maksud-maksud tertentu atau
terselubung. Penulis juga menyarankan dengan adanya aneka ragam
peraturan yang mengatur masalah pengangkatan anak (adopsi) ini. Maka
kiranya perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang
bersifat nasional yang secara khusus mengatur masalah pengangkatan
anak serta kedudukan anak angkat sebagai ahli waris.
3. Penulis mengharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian ini dengan menambah dan memperkaya sumber informasi dan
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dalam hal
kewarisan.
Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata tentang pembagian warisan, dan
mengetahui kedudukan anak angkat dalam putusan Nomor
995/Pdt.G/2020/PA.Wtp. dalam pembagian harta warisan. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan yuridis empiris dengan melalui
teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara dan dokumnetasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan kedudukan anak angkat
dalam Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata terhadap harta warisan, yang
dimana menurut KHI dalam hal kewarisan anak angkat tidak melepas nasab dari
orang tua kandungnya, maka anak angkat tidak mewarisi harta dari orang tua
angkatnya, tetapi anak angkat mendapatkan wasiat wajibah yang diberikan
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta peninggalan pewaris berdasarkan Pasal 209
KHI. Sedangkan Menurut hukum perdata dalam Staatsblad 1917 No. 129, adanya
pengangkatan anak mengakibatkan status anak tersebut seolah-olah dilahirkan
dari perkawinan orang tua angkat. Jadi status anak angkat itu sama dengan anak
sah dan di dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris. Sehingga dalam
KUH Perdata anak angkat diberikan hak mewarisi terhadap harta orang tua
angkatnya menurut Undang-Undang atau berdasarkan hukum waris testamentair
apabila ia mendapatkan testament dengan jalan wasiat atau biasa disebut dengan
hibah wasiat. Dan berdasarkan analisis putusan hakim terhadap kedudukan anak
angkat dalam putusan Nomor 995/Pdt.G/2020/PA.Wtp. dalam gugatan tersebut
anak angkat tidak terlibat dalam perkara tersebut tetapi hakim menyebutkan
bahwa anak angkat tersebut sudah sah di mata hukum, jadi dalam gugatan
tergugat dinyatakan kurang pihak atau biasa disebut dengan (Eror In Persona).
Maka hakim memutuskan bahwa anak angkat tetap diberikan wasiat wajibah
sebanyak 1/3 dari harta pewaris. Sehingga hakim dalam memutuskan perkara
tersebut tidak berdasar pada Al-Qur‟an dan tidak adil bagi ahliwaris yang lain.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya penulis menyimpulkan bahwa kedudukan anak angkat dalam
KHI dan KUH Perdata serta pada putusan Nomor 995/Pdt.G/2020/PA.Wtp
dalam permbagian harta warisan terhadap kedudukan anak angkat sebagai
berikut :
1. Kedudukan anak angkat dalam KHI dan KUH Perdata
Kedudukan anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam adalah tetap
sebagai anak yang sah berdasarkan putusan pengadilan dengan tidak
memutuskan hubungan nasab atau darah dengan orang tua kandungnya.
Secara hukum waris anak angkat memang tidak termasuk sebagai ahli waris
dari orang yang meninggal, akan tetapi anak angkat yang ingin mendapatkan
bagian waris dari harta peninggalan pewaris tidak bisa ditempuh dengan
mekanisme hukum waris melainkan bisa ditempuh melalui wasiat wajibah.
Akan tetapi, dalam Pasal 209 KHI menjelaskan bahwa keberadaan anak
angkat mempunyai hak wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkat. Sehingga anak angkat tetap memperoleh harta
warisan dari kedua orang tua angkatnya walaupun bukan sebagai ahli waris.
Sedangkan pengangkatan anak ditinjau menurut hukum perdata dalam
Staatsblad 1917 No. 129 status anak angkat itu sama dengan anak sah dan di
dalam hukum waris ia disebut juga sebagai ahli waris terhadap harta kedua
orang tua angkatnya dengan pembatasan anak angkat tersebut hanya menjadi
ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan. Anak angkat memiliki hak
waris sebagimana hak waris yang dimilki oleh anak kandung, maka
dinyatakan bahwa anak angkat disamakan dengan anak kandung yang lahir
dari pasangan suami istri yang mengangkatnya. Biasanya pengangkatan anak
yang semacam itu merupakan suatu perbuatan yang menyamakan kedudukan
anak angkat dengan anak kandung, baik itu dalam hal pemeliharaan dan
sampai pada hal kewarisan. Untuk itu ia berhak mewaris harta warisan orang
tua angkatnya menurut Undang-Undang atau mewaris berdasarkan hukum
waris Testamentair apabila ia mendapatkan testament (Hibah Wasiat).
Dengan demikian anak angkat menurut KUH Perdata tetap diberikan harta
warisan dari orang tua angkatnya sesuai Pasal 899 KUH Perdata diberikan
wasiat atau biasa disebut hibah wasiat.
2. Kedudukan anak angkat dalam putusan Nomor
995/Pdt.G/2020/PA.Wtp.
Berdasarkan dalam putusan Hakim di Pengadilan Agama Watampone
bahwa yang melatar belakangi perkara tersebut, yaitu dimana pihak
penggugat dan tergugat sebagai saudara pewaris ingin mendapatkan harta
warisan pewaris secara adil. Namun dalam gugatan penggugat kurang pihak,
atau tidak melibatkan anak angkat dari pewaris. Sehingga gugatan tersebut
menjadi Gugatan Eror In Persona, setelah penulis melihat putusan tersebut,
Hakim menyebutkan bahwa pewaris memiliki anak angkat yang sah di mata
hukum. maka Hakim memutuskan untuk memberikan wasiat wajibah
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam terhadap anak angkat dari pewaris
sebanyak 1/3 dari harta warisan. Sehingga hakim dalam memutuskan
perkara tersebut tidak berdasar pada ayat Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 12
dan tidak adail bagi para ahli waris.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan sebelumnya maka pada
bagian ini akan diberikan saran yang kiranya akan membantu masyarakat
mengenai harta warisan terhadap anak angkat sebagai berikut :
1. Hendaknya bagi orang yang akan mengangkat anak dilakukan secara
resmi sampai pada tingkat Pengadilan agar kedudukan anak angkat
menjadi jelas dan pengangkatan anak jangan semata karena alasan tidak
punya keturunan, tetapi hendaknya didasari dengan rasa kasih sayang
serta membantu terwujudnya kesejahteraan anak dan masyarakat yang
ingin mengangkat anak sebaiknya memahami prosedur pengangkatan
anak yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2. Hendaknya para pihak yang berwenang senantiasa mengadakan
pengawasan secara seksama terhadap masalah pengangkatan anak, agar
pengangkatan anak tersebut betul-betul didasari pada dasar kemanusiaan
yang tinggi sesuai dengan jiwa budaya bangsa Indonesia, agar tidak
terjadi pengangkatan anak (adopsi) dengan maksud-maksud tertentu atau
terselubung. Penulis juga menyarankan dengan adanya aneka ragam
peraturan yang mengatur masalah pengangkatan anak (adopsi) ini. Maka
kiranya perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang
bersifat nasional yang secara khusus mengatur masalah pengangkatan
anak serta kedudukan anak angkat sebagai ahli waris.
3. Penulis mengharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian ini dengan menambah dan memperkaya sumber informasi dan
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dalam hal
kewarisan.
Ketersediaan
| SSYA20220264 | 264/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
264/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
