Relasi Agama Dan Budaya Terhadap Penetapan Jumlah Mahar (Studi di Kecamatan Cina Kabupaten Bone)
Sri Wahyudi/01.17.1257 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Relasi Agama dan Budaya Dalam Penetapan Jumlah Mahar
(Studi di Kecamatan Cina). Tujuan penelitian ini yaitu untuk memaparkan penetapan
jumlah mahar di Kecamatan Cina, untuk mengetahui faktor apa yang melatar
belakangi penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina, dan untuk mengetahui relasi
agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di Kecamatan Cina. Metode
penelitian yang digunakan merupakan suatu penelitian lapangan. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, pendekatan teologis normatif
dan pendekatan antropologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama penetapan jumlah mahar di Kecamatan
Cina lebih cenderung memberikan atau menetapkan mahar dalam bentuk sompa
tanah, masyarakat Bugis di Kecamatan Cina mewajibkan Sompa Tanah sebagai
mahar dalam perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat Bugis Kecamatan Cina
menganggap bahwa Sompa Tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki terhadap
perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat) untuk
menghormati seorang perempuan. Kedua Faktor yang melatar belakangi penetapan
jumlah mahar di Kecamatan Cina yaitu, 1) sitem kekerabatan, Pada umunya orang
Bugis mempunyai sistem kekerabatan yang disebut dengan assiajingeng/asiajieg
yang mengikuti sistem bilateral, 2) stratifikasi sosial, yang dibagi kedalam dua bentuk
bangsawan dan bukan bangsawa yang terdiri dari orang-orang sebagai berikut: a) Tau
Panrita/tau prit, b) Tau Sugi/tau sugi, c) Tau warani/tau wrni, dan d) Tau
sulesana/tau suelsn. 3) Pembatasan jodoh, Pembatasan Jodoh Dalam kehidupan
sosial, dikenal adanya pelapisan masyarakat. Begitu pula pada masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina, ada golongan bangsawan adapula golongan bukan bangsawan.hal
tersebut kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh, bahkan terjadi
hubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya pembatasan jodoh dalam
hubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara. 4) Budaya, Dalam
masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan uang acara (Dui’
ménré) yang tinggi dalam meminang gadis suku Bugis sudah menjadi tradisi. Dan hal
ini telah diketahui oleh seluruh masyarakat di luar suku Bugis sehingga kadang ada
kecenderungan persepsi bahwa menikah dengan gadis Bugis itu mahal. 5) Taraf
Pendidikan dan Ekonomi, Dalam pernikahan masyarakat Bugis apabila taraf
pendidikan dan ekonomi calon mempelai wanita itu tinggi maka sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan, mahar dan uang acara (Dui’ ménré) itu jumlahnya
tinggi pula. Ketiga Relasi agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di
Kecamatan Cina, bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan
tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta hadist ini juga menjadi
indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan tidak bersifat
memberatkan. Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis di Kecamatan Cina,
Berdasarkan adat tersebut, bahwa pemberian sompa Tanah dalam perkawinan
masyarakat di Kecamatan Cina adalah sangat penting kedudukannnya dalam suatu
perkawinan sebab hal tersebut merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya
suatu perkawinan.
A. Simpulan
Adapun simpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina lebih cenderung memberikan
atau menetapkan mahar dalam bentuk sompa tanah, masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina mewajibkan Sompa Tanah sebagai mahar dalam
perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat Bugis Kecamatan Cina
menganggap bahwa Sompa Tanah tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki
terhadap perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat)
untuk menghormati seorang perempuan
2. Faktor yang melatar belakangi penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina
yaitu, 1) sitem kekerabatan, Pada umunya orang Bugis mempunyai sitem
kekerabatan yang disebut dengan assiajingeng/asiajieg yang mengikuti
sistem bilateral, 2) stratifikasi sosial, yang dibagi kedalam dua bentuk
bangsawan dan bukan bangsawa yang terdiri dari orang-orang sebagai
berikut: a) Tau Panrita/tau prit , b) Tau Sugi/tau sugi , c) Tau
warani/tau wrni , dan d) Tau sulesana/tau suelsn . 3) Pembatasan
jodoh, Pembatasan Jodoh Dalam kehidupan sosial, dikenal adanya pelapisan
masyarakat. Begitu pula pada masyarakat Bugis di Kecamatan Cina, ada
golongan bangsawan adapula golongan bukan bangsawan.hal tersebut
kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh, bahkan terjadi
hubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya pembatasan jodoh
dalam hubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara. 4) Budaya,
Dalam masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan uang
acara ( Dui’ ménré ) yang tinggi dalam meminang gadis suku Bugis sudah
menjadi tradisi. Dan hal ini telah diketahui oleh seluruh masyarakat di luar
suku Bugis sehingga kadang ada kecenderungan persepsi bahwa menikah
dengan gadis Bugis itu mahal. 5) Taraf Pendidikan dan Ekonomi, Dalam
pernikahan masyarakat Bugis apabila taraf pendidikan dan ekonomi calon
mempelai wanita itu tinggi maka sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan, mahar dan uang acara ( Dui’ ménré ) itu jumlahnya tinggi pula.
3. Relasi agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di Kecamatan
Cina, bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan
tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta hadist ini juga
menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan tidak
bersifat memberatkan. Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina, Berdasarkan adat tersebut, bahwa pemberian sompa Tanah
dalam perkawinan masyarakat di Kecamatan Cina adalah sangat penting
kedudukannnya dalam suatu perkawinan sebab hal tersebut merupakan faktor
utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan.
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada budayawan lokal agar lebih banyak menulis buku-buku
tentang mahar/ sompa dan dui ménré dalam pernikahan untuk memberikan
pemahaman yang menyeluruh, supaya tidak terkesan bahwa mahar/ sompa
dalam pernikahan Bugis itu memberatkan.
2. Diharapkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bone agar memfasilitasi
dan memotivasi para budayawan lokal dan para pelajar dalam penerbitan
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan adat istiadat pernikahan yang lengkap
dengan terjemahan dari lontara’
(Studi di Kecamatan Cina). Tujuan penelitian ini yaitu untuk memaparkan penetapan
jumlah mahar di Kecamatan Cina, untuk mengetahui faktor apa yang melatar
belakangi penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina, dan untuk mengetahui relasi
agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di Kecamatan Cina. Metode
penelitian yang digunakan merupakan suatu penelitian lapangan. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, pendekatan teologis normatif
dan pendekatan antropologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama penetapan jumlah mahar di Kecamatan
Cina lebih cenderung memberikan atau menetapkan mahar dalam bentuk sompa
tanah, masyarakat Bugis di Kecamatan Cina mewajibkan Sompa Tanah sebagai
mahar dalam perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat Bugis Kecamatan Cina
menganggap bahwa Sompa Tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki terhadap
perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat) untuk
menghormati seorang perempuan. Kedua Faktor yang melatar belakangi penetapan
jumlah mahar di Kecamatan Cina yaitu, 1) sitem kekerabatan, Pada umunya orang
Bugis mempunyai sistem kekerabatan yang disebut dengan assiajingeng/asiajieg
yang mengikuti sistem bilateral, 2) stratifikasi sosial, yang dibagi kedalam dua bentuk
bangsawan dan bukan bangsawa yang terdiri dari orang-orang sebagai berikut: a) Tau
Panrita/tau prit, b) Tau Sugi/tau sugi, c) Tau warani/tau wrni, dan d) Tau
sulesana/tau suelsn. 3) Pembatasan jodoh, Pembatasan Jodoh Dalam kehidupan
sosial, dikenal adanya pelapisan masyarakat. Begitu pula pada masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina, ada golongan bangsawan adapula golongan bukan bangsawan.hal
tersebut kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh, bahkan terjadi
hubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya pembatasan jodoh dalam
hubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara. 4) Budaya, Dalam
masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan uang acara (Dui’
ménré) yang tinggi dalam meminang gadis suku Bugis sudah menjadi tradisi. Dan hal
ini telah diketahui oleh seluruh masyarakat di luar suku Bugis sehingga kadang ada
kecenderungan persepsi bahwa menikah dengan gadis Bugis itu mahal. 5) Taraf
Pendidikan dan Ekonomi, Dalam pernikahan masyarakat Bugis apabila taraf
pendidikan dan ekonomi calon mempelai wanita itu tinggi maka sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan, mahar dan uang acara (Dui’ ménré) itu jumlahnya
tinggi pula. Ketiga Relasi agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di
Kecamatan Cina, bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan
tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta hadist ini juga menjadi
indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan tidak bersifat
memberatkan. Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis di Kecamatan Cina,
Berdasarkan adat tersebut, bahwa pemberian sompa Tanah dalam perkawinan
masyarakat di Kecamatan Cina adalah sangat penting kedudukannnya dalam suatu
perkawinan sebab hal tersebut merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya
suatu perkawinan.
A. Simpulan
Adapun simpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina lebih cenderung memberikan
atau menetapkan mahar dalam bentuk sompa tanah, masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina mewajibkan Sompa Tanah sebagai mahar dalam
perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat Bugis Kecamatan Cina
menganggap bahwa Sompa Tanah tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki
terhadap perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat)
untuk menghormati seorang perempuan
2. Faktor yang melatar belakangi penetapan jumlah mahar di Kecamatan Cina
yaitu, 1) sitem kekerabatan, Pada umunya orang Bugis mempunyai sitem
kekerabatan yang disebut dengan assiajingeng/asiajieg yang mengikuti
sistem bilateral, 2) stratifikasi sosial, yang dibagi kedalam dua bentuk
bangsawan dan bukan bangsawa yang terdiri dari orang-orang sebagai
berikut: a) Tau Panrita/tau prit , b) Tau Sugi/tau sugi , c) Tau
warani/tau wrni , dan d) Tau sulesana/tau suelsn . 3) Pembatasan
jodoh, Pembatasan Jodoh Dalam kehidupan sosial, dikenal adanya pelapisan
masyarakat. Begitu pula pada masyarakat Bugis di Kecamatan Cina, ada
golongan bangsawan adapula golongan bukan bangsawan.hal tersebut
kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh, bahkan terjadi
hubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya pembatasan jodoh
dalam hubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara. 4) Budaya,
Dalam masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan uang
acara ( Dui’ ménré ) yang tinggi dalam meminang gadis suku Bugis sudah
menjadi tradisi. Dan hal ini telah diketahui oleh seluruh masyarakat di luar
suku Bugis sehingga kadang ada kecenderungan persepsi bahwa menikah
dengan gadis Bugis itu mahal. 5) Taraf Pendidikan dan Ekonomi, Dalam
pernikahan masyarakat Bugis apabila taraf pendidikan dan ekonomi calon
mempelai wanita itu tinggi maka sebagai bentuk penghargaan dan
penghormatan, mahar dan uang acara ( Dui’ ménré ) itu jumlahnya tinggi pula.
3. Relasi agama dan budaya dalam menentukan jumlah mahar di Kecamatan
Cina, bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan
tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta hadist ini juga
menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan tidak
bersifat memberatkan. Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis di
Kecamatan Cina, Berdasarkan adat tersebut, bahwa pemberian sompa Tanah
dalam perkawinan masyarakat di Kecamatan Cina adalah sangat penting
kedudukannnya dalam suatu perkawinan sebab hal tersebut merupakan faktor
utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan.
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada budayawan lokal agar lebih banyak menulis buku-buku
tentang mahar/ sompa dan dui ménré dalam pernikahan untuk memberikan
pemahaman yang menyeluruh, supaya tidak terkesan bahwa mahar/ sompa
dalam pernikahan Bugis itu memberatkan.
2. Diharapkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bone agar memfasilitasi
dan memotivasi para budayawan lokal dan para pelajar dalam penerbitan
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan adat istiadat pernikahan yang lengkap
dengan terjemahan dari lontara’
Ketersediaan
| SSYA20220157 | 157/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
157/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
