Problematika Sengketa Tanah Sekolah Di Desa Ulo Dalam putusan No.40/pdt.G/2019/PN WTP Dan Implenmetasi Konsep Al-Sulh Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Pengadilan Negeri putusan No.40/pdt.G/2019/PN WTP)
Andi Muzdalifa/ 01.18.1026 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Problematika Sengketa Tanah Sekolah di Desa Ulo
Dalam Putusan 40/Pdt.G/2019/Pn Wtp Dan Implementasi Konsep Al-Sulh Dalam
Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Pengadilan Negeri Putusan No.40/Pdt.G/
2019/ Pn Wtp).Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab timbulnya
sengketa tanah sekolah di Desa Ulo, bagaimana pertimbangan hakim terhadap
putusan pengadilan negeri kelas 1A Watampone dan penyelesaian hukum islam
terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan dengan
menggunakan beberapa teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab timbulnya sengketa tanah di Desa Ulo
ialah disebabkan karena adanya salah satu ahli waris yang mengaku bahwa tanah yang
ditempati Sekolah Dasar 12/79 Desa ulo dan Taman Kanak-kanak Arizka Desa Ulo
ialah milik si pewaris yang bernama Siddike (alm) dan pihak sekolah mengubah pajak
tanah tersebut yang awalnya atas nama Siddike bin Rassake (alm) dari 3000 M2
menjadi 470 M2 menjadi nama H.Tunreng bin Kasse tanpa seizin dari ahli waris
tersebut sehingga ahli waris tersebut mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan
Negeri, adapun pertimbangan hakim pada kasus tersebut yaitu dianggap cacat
formil akibat batas-batas tanah yang diajukan tidak jelas dari hasil pemeriksaan
setempat yang dilakukan seperti yang telah diterangkan dalam Putusan Mahkamah
Agung No.1149 K/Sip/1979 Tanggal 17 April 1979 yang menyatakan Bila Tidak
Jelas Batas-Batas Tanah Sengketa, Maka Gugatan Tidak Dapat Diterima.
Penyelesaian hukum islam terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo dilakukan
dengan cara perdamaian (al- Sulḥ). Islam memberikan kebebasan dalam
menyelesaikan masalah persengketaan tanah. Islam memberikan pedoman untuk
kemaslahatan mereka yang berakad yaitu dalam penyelesaian sengketa tanah
sebaiknya ada semacam bukti sebagai pegangan bahwa pihak yang benar memang
mempunyai hak yang sah atas tanah tersebut. Dalam kasus sengketa yang terjadi
di Desa Ulo para pihak yang bersengketa memilih untuk melakukan perdamaian
yaitu menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan dengan cara memanggil
atau mengumpulkan para tokoh-tokoh masyarakat di desa tersebut dimana pada
penyelesaian kekeluargaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa status tanah
tersebut tidak berkepemilikan, maksudnya pihak penggugat maupun tergugat tidak
ada yang menang maupun kalah karena dilihat dari kemaslahatan bersama baik
para penggugat, tergugat juga siswa/siswi yang berada di sekolah tersebut untuk
tetap bisa melanjutkan prosesi belajar mengajar.
. Simpulan
1. Penyebab timbulnya sengketa tanah di Desa Ulo ialah disebabkan karena
adanya salah satu ahli waris yang mengaku bahwa tanah yang ditempati
Sekolah Dasar 12/79 Desa ulo dan Taman Kanak-kanak Arizka Desa Ulo
ialah milik si pewaris yang bernama Siddike (alm) dan pihak sekolah hanya
meminjam tanah tersebut untuk dibangunkan sekolah diatasnya yang awalnya
hanya pondok, seiring berjalannya waktu pihak sekolah mengubah pajak
tanah tersebut yang awalnya atas nama Siddike bin Rassake (alm) dari 3000
M2 menjadi 470 M2 menjadi nama H.Tunreng bin Kasse tanpa seizin
dari ahli waris tersebut sehingga ahli waris tersebut mengajukan perkara
tersebut ke Pengadilan Negeri,
2. Adapun pertimbangan hakim pada kasus tersebut yaitu dianggap cacat
formil akibat batas-batas tanah yang diajukan tidak jelas dari hasil
pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh pihak pengadilan yang
ditunjuk. Seperti yang telah diterangkan dalam Putusan Mahkamah
Agung No.1149 K/Sip/1979 Tanggal 17 April 1979 yang menyatakan
“Bila Tidak Jelas Batas-Batas Tanah Sengketa, Maka Gugatan Tidak
Dapat Diterima”. Sehingga pada akhirnya kasus tidak dapat ditindak
lanjuti lebih lanjut oleh pihak pengadilan negeri dikarenakan tidak
jelasnya batas-batas tempat sengketa yang diajukan.
3. Penyelesaian hukum islam terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo
dilakukan dengan cara perdamaian (al- Sulḥ). Islam memberikan
kebebasan dalam menyelesaikan masalah persengketaan tanah. Islam
memberikan pedoman untuk kemaslahatan mereka yang berakad yaitu
dalam penyelesaian sengketa tanah sebaiknya ada semacam bukti sebagai
pegangan bahwa pihak yang benar memang mempunyai hak yang sah
atas tanah tersebut. Dalam kasus sengketa yang terjadi di Desa Ulo para
pihak yang bersengketa memilih untuk melakukan perdamaian yaitu
menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan dengan cara
memanggil atau mengumpulkan para tokoh-tokoh masyarakat di desa
tersebut dimana pada penyelesaian kekeluargaan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa status tanah tersebut tidak berkepemilikan,
maksudnya pihak penggugat maupun tergugat tidak ada yang menang
maupun kalah karena dilihat dari kemaslahatan bersama baik para
penggugat, tergugat juga siswa/siswi yang berada di sekolah tersebut
untuk tetap bisa melanjutkan prosesi belajar mengajar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, maka peneliti mencoba
mengemukakan saran-saran yang kiranya bermanfaat. Adapun saran-saran
tersebut adalah:
1. Hendaknya pihak yang akan melangsungkan perjanjian mengenai tanah
harus memiliki saksi dan ada hitam diatas putih sehingga jika
dikemudian hari terdapat kekeliruan maka terdapat bukti yang dapat
diperlihatkan.
2. Sebaiknya masyarakat mendaftarkan tanah hak miliknya ke Badan
Pertanahan Nasional untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah hak
miliknya guna menghindari hal-hal yang yang tidak diinginkan terjadi
kedepannya.
3. Pemerintah setempat memiliki peran penting dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, dalam hal ini pemerintah menjadi penengah
dalam kasus sengketa dan membantu atau memberikan solusi terhadap
kasus sengketa yang terjadi pada masyarakat.
Dalam Putusan 40/Pdt.G/2019/Pn Wtp Dan Implementasi Konsep Al-Sulh Dalam
Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Pengadilan Negeri Putusan No.40/Pdt.G/
2019/ Pn Wtp).Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab timbulnya
sengketa tanah sekolah di Desa Ulo, bagaimana pertimbangan hakim terhadap
putusan pengadilan negeri kelas 1A Watampone dan penyelesaian hukum islam
terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan dengan
menggunakan beberapa teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab timbulnya sengketa tanah di Desa Ulo
ialah disebabkan karena adanya salah satu ahli waris yang mengaku bahwa tanah yang
ditempati Sekolah Dasar 12/79 Desa ulo dan Taman Kanak-kanak Arizka Desa Ulo
ialah milik si pewaris yang bernama Siddike (alm) dan pihak sekolah mengubah pajak
tanah tersebut yang awalnya atas nama Siddike bin Rassake (alm) dari 3000 M2
menjadi 470 M2 menjadi nama H.Tunreng bin Kasse tanpa seizin dari ahli waris
tersebut sehingga ahli waris tersebut mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan
Negeri, adapun pertimbangan hakim pada kasus tersebut yaitu dianggap cacat
formil akibat batas-batas tanah yang diajukan tidak jelas dari hasil pemeriksaan
setempat yang dilakukan seperti yang telah diterangkan dalam Putusan Mahkamah
Agung No.1149 K/Sip/1979 Tanggal 17 April 1979 yang menyatakan Bila Tidak
Jelas Batas-Batas Tanah Sengketa, Maka Gugatan Tidak Dapat Diterima.
Penyelesaian hukum islam terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo dilakukan
dengan cara perdamaian (al- Sulḥ). Islam memberikan kebebasan dalam
menyelesaikan masalah persengketaan tanah. Islam memberikan pedoman untuk
kemaslahatan mereka yang berakad yaitu dalam penyelesaian sengketa tanah
sebaiknya ada semacam bukti sebagai pegangan bahwa pihak yang benar memang
mempunyai hak yang sah atas tanah tersebut. Dalam kasus sengketa yang terjadi
di Desa Ulo para pihak yang bersengketa memilih untuk melakukan perdamaian
yaitu menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan dengan cara memanggil
atau mengumpulkan para tokoh-tokoh masyarakat di desa tersebut dimana pada
penyelesaian kekeluargaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa status tanah
tersebut tidak berkepemilikan, maksudnya pihak penggugat maupun tergugat tidak
ada yang menang maupun kalah karena dilihat dari kemaslahatan bersama baik
para penggugat, tergugat juga siswa/siswi yang berada di sekolah tersebut untuk
tetap bisa melanjutkan prosesi belajar mengajar.
. Simpulan
1. Penyebab timbulnya sengketa tanah di Desa Ulo ialah disebabkan karena
adanya salah satu ahli waris yang mengaku bahwa tanah yang ditempati
Sekolah Dasar 12/79 Desa ulo dan Taman Kanak-kanak Arizka Desa Ulo
ialah milik si pewaris yang bernama Siddike (alm) dan pihak sekolah hanya
meminjam tanah tersebut untuk dibangunkan sekolah diatasnya yang awalnya
hanya pondok, seiring berjalannya waktu pihak sekolah mengubah pajak
tanah tersebut yang awalnya atas nama Siddike bin Rassake (alm) dari 3000
M2 menjadi 470 M2 menjadi nama H.Tunreng bin Kasse tanpa seizin
dari ahli waris tersebut sehingga ahli waris tersebut mengajukan perkara
tersebut ke Pengadilan Negeri,
2. Adapun pertimbangan hakim pada kasus tersebut yaitu dianggap cacat
formil akibat batas-batas tanah yang diajukan tidak jelas dari hasil
pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh pihak pengadilan yang
ditunjuk. Seperti yang telah diterangkan dalam Putusan Mahkamah
Agung No.1149 K/Sip/1979 Tanggal 17 April 1979 yang menyatakan
“Bila Tidak Jelas Batas-Batas Tanah Sengketa, Maka Gugatan Tidak
Dapat Diterima”. Sehingga pada akhirnya kasus tidak dapat ditindak
lanjuti lebih lanjut oleh pihak pengadilan negeri dikarenakan tidak
jelasnya batas-batas tempat sengketa yang diajukan.
3. Penyelesaian hukum islam terhadap sengketa tanah sekolah di Desa Ulo
dilakukan dengan cara perdamaian (al- Sulḥ). Islam memberikan
kebebasan dalam menyelesaikan masalah persengketaan tanah. Islam
memberikan pedoman untuk kemaslahatan mereka yang berakad yaitu
dalam penyelesaian sengketa tanah sebaiknya ada semacam bukti sebagai
pegangan bahwa pihak yang benar memang mempunyai hak yang sah
atas tanah tersebut. Dalam kasus sengketa yang terjadi di Desa Ulo para
pihak yang bersengketa memilih untuk melakukan perdamaian yaitu
menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan dengan cara
memanggil atau mengumpulkan para tokoh-tokoh masyarakat di desa
tersebut dimana pada penyelesaian kekeluargaan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa status tanah tersebut tidak berkepemilikan,
maksudnya pihak penggugat maupun tergugat tidak ada yang menang
maupun kalah karena dilihat dari kemaslahatan bersama baik para
penggugat, tergugat juga siswa/siswi yang berada di sekolah tersebut
untuk tetap bisa melanjutkan prosesi belajar mengajar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, maka peneliti mencoba
mengemukakan saran-saran yang kiranya bermanfaat. Adapun saran-saran
tersebut adalah:
1. Hendaknya pihak yang akan melangsungkan perjanjian mengenai tanah
harus memiliki saksi dan ada hitam diatas putih sehingga jika
dikemudian hari terdapat kekeliruan maka terdapat bukti yang dapat
diperlihatkan.
2. Sebaiknya masyarakat mendaftarkan tanah hak miliknya ke Badan
Pertanahan Nasional untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah hak
miliknya guna menghindari hal-hal yang yang tidak diinginkan terjadi
kedepannya.
3. Pemerintah setempat memiliki peran penting dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, dalam hal ini pemerintah menjadi penengah
dalam kasus sengketa dan membantu atau memberikan solusi terhadap
kasus sengketa yang terjadi pada masyarakat.
Ketersediaan
| SSYA20220122 | 122/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
122/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
