Penerapan Kebijakan Sistem dan Akad Tabarru dalam Perspektif Ekonomi Islam Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Watampone
Ayu Supriani Syam/01.16.3070 - Personal Name
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapankebijakansistemdanakadtabarru
yang digunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan
CabangWatampone dan pandangan ekonomi islam dalam penerapan kebijakan sistem
dan akad tabarru dalam prespektif ekonomi islam pada badan penyelenggara jaminan
sosial (BPJS) kesehatan cabang watampone. Jenis penelitian yang digunakan adalah
kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara.
Analisis data menggunakan teknik descriptive analysis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sistem dan akad yang diterapkan BPJS Kesehatan sesuai dengan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yang mengatur beberapa wewenang BPJS, sebagaimana ditentukan pada
Pasal 11 dan Akad atau perjanjian antara peserta BPJS kesehatan dengan BPJS
kesehatan cabang Watampone adalah hubungan hukum perjanjian, yang ditandai dan
dimulai dengan pendaftarannya, kemudian diikuti dengan pemenuhan isi perjanjian
berupa kewajiban membayar iuran oleh peserta kepada BPJS kesehatan. Sedangkan
dilihat dari prinsip dan hal-hal yang mendasari terbentuknya JKN adalah
mementingkan kemaslahatan rakyat Indonesia dan sejalan dengan syariah. Akad yang
digunakan merupakan akad tabarru‟ yang dikumpulkan untuk kemudian digunakan
menolong dan meringankan beban peserta lain yang sedang mengalami musibah.
Namun, ketika dalam penerapannya terdapat hal-hal yang bertolak belakang dengan
hukum Islam karena tidak didasari oleh al- Qur‟an dan Sunnah serta adanya
pemisahan dari segi fasilitas antara masyarakat miskin, menengah dan atas. Adapun
system pembayaran iuran BPJS Kesehatan masih mengandung beberapa unsure yakni
maisir (judi), gharar (tidakjelas) dan riba (denda keterlambatan). Semua itu dilarang
keras dalam islam. Jadi akad yang digunakan BPJS Kesehatan bukan tabarru
melainkansamadengan akad asuransi kesehatan konvensional.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem dan akad yang diterapkan BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yang mengatur beberapa wewenang BPJS, sebagaimana ditentukan
pada Pasal 11. Akad atau perjanjian antara peserta BPJS kesehatan dengan
BPJS kesehatan cabang Watampone adalah hubungan hukum perjanjian,
yang ditandai dan dimulai dengan pendaftarannya, kemudian diikuti dengan
pemenuhan isi perjanjian berupa kewajiban membayar iuran oleh peserta
kepada BPJS kesehatan.
2. Dilihat dari prinsip dan hal-hal yang mendasari terbentuknya JKN adalah
mementingkan kemaslahatan rakyat Indonesia dan sejalan dengan syariah.
Akad yang digunakan merupakan akad tabarru‟ yang dikumpulkan untuk
kemudian digunakan menolong dan meringankan beban peserta lain yang
sedang mengalami musibah. Namun, ketika dalam penerapannya terdapat
hal-hal yang bertolak belakang dengan hukum Islam karena tidak didasari
oleh al- Qur‟an dan Sunnah serta adanya pemisahan dari segi fasilitas antara
masyarakat miskin, menengah dan atas. Adapun sistem pembayaran iuran
BPJS Kesehatan masih mengandung beberapa unsur yakni maisir (judi),
gharar (tidak jelas) dan riba (denda keterlambatan). Semua itu dilarang keras
dalam islam. Jadi akad yang digunakan BPJS Kesehatan bukan tabarru
melainkan sama dengan akad asuransi kesehatan konvensional.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat implikasikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pihak Pelaksana BPJS Kesehatan
a. Bagi para pemegang dan pelaksana kebijakan BPJS Kesehatan harus
tetap memperhatikan tujuan utama dari program tersebut, hendaknya
menegasikan kepentingan pribadi apalagi ada unsur komersialisasi
program yang notabenenya peduli kepada rakyat.
b. Kebijakan penyelenggaran Jaminan sosial haruslah menjangkau seluruh
warga negara dan tidak hanya menjangkau pekerja formal dan aparat
negara saja seperti yang dilaksanakan dalam kebijakan lama selama ini.
Diperlukan Kebijakan kebijakan baru yang menjamin pelaksanaan dan
pengembangan sistem penyelenggaraan jaminan sosial yang mampu
untuk menjangkau semua lapisan warga negara.
c. Keberadaan BPJS Kesehatan sangatlah diperlukan oleh masyarakat se-
Indonesia, maka bukanlah sesuatu yang sulit jika membuat asuransi
sosial yang berlandaskan aturan syariah, jika hal tersebut tidak
memungkinkan, maka berikan pilihan kepada masyarakat untuk memilih
asuransi yang sesuai dengan syariah.
2. Pihak Peserta BPJS Kesehatan
Diharapkan supaya para peserta BPJS Kesehatan untuk selalu
memantau dan mengawasi mekanisme operasional serta penyimpangan
sistem kerja dari BPJS Kesehatan itu sendiri. Karena pengawasan dari
semua pihak sangat dibutuhkan guna menjaga opini baik dari BPJS
Kesehatan tersebut, artinya butuh dukungan yang baik dari para peserta
demi kepentingan bersama.
yang digunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan
CabangWatampone dan pandangan ekonomi islam dalam penerapan kebijakan sistem
dan akad tabarru dalam prespektif ekonomi islam pada badan penyelenggara jaminan
sosial (BPJS) kesehatan cabang watampone. Jenis penelitian yang digunakan adalah
kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara.
Analisis data menggunakan teknik descriptive analysis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sistem dan akad yang diterapkan BPJS Kesehatan sesuai dengan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yang mengatur beberapa wewenang BPJS, sebagaimana ditentukan pada
Pasal 11 dan Akad atau perjanjian antara peserta BPJS kesehatan dengan BPJS
kesehatan cabang Watampone adalah hubungan hukum perjanjian, yang ditandai dan
dimulai dengan pendaftarannya, kemudian diikuti dengan pemenuhan isi perjanjian
berupa kewajiban membayar iuran oleh peserta kepada BPJS kesehatan. Sedangkan
dilihat dari prinsip dan hal-hal yang mendasari terbentuknya JKN adalah
mementingkan kemaslahatan rakyat Indonesia dan sejalan dengan syariah. Akad yang
digunakan merupakan akad tabarru‟ yang dikumpulkan untuk kemudian digunakan
menolong dan meringankan beban peserta lain yang sedang mengalami musibah.
Namun, ketika dalam penerapannya terdapat hal-hal yang bertolak belakang dengan
hukum Islam karena tidak didasari oleh al- Qur‟an dan Sunnah serta adanya
pemisahan dari segi fasilitas antara masyarakat miskin, menengah dan atas. Adapun
system pembayaran iuran BPJS Kesehatan masih mengandung beberapa unsure yakni
maisir (judi), gharar (tidakjelas) dan riba (denda keterlambatan). Semua itu dilarang
keras dalam islam. Jadi akad yang digunakan BPJS Kesehatan bukan tabarru
melainkansamadengan akad asuransi kesehatan konvensional.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem dan akad yang diterapkan BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yang mengatur beberapa wewenang BPJS, sebagaimana ditentukan
pada Pasal 11. Akad atau perjanjian antara peserta BPJS kesehatan dengan
BPJS kesehatan cabang Watampone adalah hubungan hukum perjanjian,
yang ditandai dan dimulai dengan pendaftarannya, kemudian diikuti dengan
pemenuhan isi perjanjian berupa kewajiban membayar iuran oleh peserta
kepada BPJS kesehatan.
2. Dilihat dari prinsip dan hal-hal yang mendasari terbentuknya JKN adalah
mementingkan kemaslahatan rakyat Indonesia dan sejalan dengan syariah.
Akad yang digunakan merupakan akad tabarru‟ yang dikumpulkan untuk
kemudian digunakan menolong dan meringankan beban peserta lain yang
sedang mengalami musibah. Namun, ketika dalam penerapannya terdapat
hal-hal yang bertolak belakang dengan hukum Islam karena tidak didasari
oleh al- Qur‟an dan Sunnah serta adanya pemisahan dari segi fasilitas antara
masyarakat miskin, menengah dan atas. Adapun sistem pembayaran iuran
BPJS Kesehatan masih mengandung beberapa unsur yakni maisir (judi),
gharar (tidak jelas) dan riba (denda keterlambatan). Semua itu dilarang keras
dalam islam. Jadi akad yang digunakan BPJS Kesehatan bukan tabarru
melainkan sama dengan akad asuransi kesehatan konvensional.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat implikasikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pihak Pelaksana BPJS Kesehatan
a. Bagi para pemegang dan pelaksana kebijakan BPJS Kesehatan harus
tetap memperhatikan tujuan utama dari program tersebut, hendaknya
menegasikan kepentingan pribadi apalagi ada unsur komersialisasi
program yang notabenenya peduli kepada rakyat.
b. Kebijakan penyelenggaran Jaminan sosial haruslah menjangkau seluruh
warga negara dan tidak hanya menjangkau pekerja formal dan aparat
negara saja seperti yang dilaksanakan dalam kebijakan lama selama ini.
Diperlukan Kebijakan kebijakan baru yang menjamin pelaksanaan dan
pengembangan sistem penyelenggaraan jaminan sosial yang mampu
untuk menjangkau semua lapisan warga negara.
c. Keberadaan BPJS Kesehatan sangatlah diperlukan oleh masyarakat se-
Indonesia, maka bukanlah sesuatu yang sulit jika membuat asuransi
sosial yang berlandaskan aturan syariah, jika hal tersebut tidak
memungkinkan, maka berikan pilihan kepada masyarakat untuk memilih
asuransi yang sesuai dengan syariah.
2. Pihak Peserta BPJS Kesehatan
Diharapkan supaya para peserta BPJS Kesehatan untuk selalu
memantau dan mengawasi mekanisme operasional serta penyimpangan
sistem kerja dari BPJS Kesehatan itu sendiri. Karena pengawasan dari
semua pihak sangat dibutuhkan guna menjaga opini baik dari BPJS
Kesehatan tersebut, artinya butuh dukungan yang baik dari para peserta
demi kepentingan bersama.
Ketersediaan
| SFEBI20200176 | 176/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
176/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FEBI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
