Analisis Hukum UU No. 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19
Fathur Rahman/01.17.4106 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Analisis Hukum UU No. 6 Tahun 2020
Tentang Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui muatan dan materi dalam UU No. 6 Tahun 2020 tentang
pelaksanaan Pemilu di Masa Pandemi Covid-19. Dan analisis pertimbangan hukum
terhadap UU No. 6 Tahun 2020 dalam penyelenggaraan Pilkada serentak di Masa
Pandemi Covid-19. Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis
melakukan Penelitian hukum normatif yang menggunakan metode pendekatan
perundang-undangan (statute apporoach), dengan melalui data dari bahan pustaka
yang disebut dengan sumber data hukum sekunder dan tersier. Data yang diperoleh
melalui teknik analisis kualitatif dilakukan dengan cara menganalisis bahan hukum
berdasarkan konsep, teori, peraturan perundang-undangan, pandangan pakar maupun
pandangan penulis sendiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ditinjau dari perspektif kepastian hukum
maka Pelaksanaan Pemilu lanjutan dapat dikatakan kurang memenuhi asas tersebut
dengan alasan dalam penetapan hukumnya tidak terdapat sanksi yang tegas dalam
menindak pelanggar protokol kesehatan dikarenakan sekarang kita berada dalam
masa pandemi Covid-19. Jika melihat konsep keadilan sebagai fairness juga dapat
dikatakan bahwasanya peraturan yang ditetapkan telah sesuai dan sejalan dengan
prinsip keadilan Pilkada, hal tersebut dikarenakan Pemilih diberikan kebebasan
untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada. Dengan adanya polemik seperti ini
pemerintah Indonesia juga menginisiasi untuk menerapkan dan menerbitkan regulasi
baru disaat genting ditengah pandemi seperti ini, yaitu Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 saat ini telah menjadi Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2020, yaitu tepatnya pada Pasal 120 Ayat (1) dengan
menambahkan frasa “bencana non alam” untuk melengkapi regulasi sebelumnya,
yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang tidak menyajikan Bencana non
alam dalam Pasal 120 Ayat (1) di Undang-Undang tersebut.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai judul penelitian ini yakni:
1. Di Indonesia pada bulan Maret tahun 2020 masyarakat dikagetkan dengan
terkonfirmasinya virus Covid-19 untuk pertama kalinya. Dalam hal ini
pemerintah dan masyarakat terus-menurus mencari jalan keluar dalam
penanganan wabah Covid-19. Penetapan status Pandemi Covid-19 oleh
organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/ WHO)
berdasarkan jumlah penyebaran virus ini tiap harinya bertambah secara
signifikan dan berkelanjutan secara global, dengan ini Pemerintah
Indonesia mengkonfirmasi bahwa status wabah Covid-19 sebagai Bencana
Nasional pada tanggal 14 Maret yang diruangkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam
penyebaran Corona Virus Disease 19 (COVID-19) sebagai Bencana
Nasional.1 Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah ketika pandemi
datang pada tahun politik yakni agenda pemilihan kepala daerah. Lalu
pada ditambahkan (1) ayat oleh KPU melalui PKPU Nomor 10 tahun 2020
yakni menganjurkan para peserta pemilu untuk membuat Masker, sarung
tangan, pelindung wajah dan hand sanitizer. Dengan begitu pemerintah dan
Komisi Pemilihan Umum Mengharapkan pelaksanaan pemilu tidak menimbulkan
klaster baru dan dapat berjalan secara efektif. Pelaksanaan pemilu 2020 ini
1 Sarjan dkk, Problematika dan Teknis Penyenggaraan Pemilihan Kepala Dearah
pada Masa Pandemi Covid-19, jurnal Ilmu hukum Vol 3 No. (1 Agustus 2020), h. 51.
sempat menuai kontradiksi dikalangan tokoh politik maupun pengamat politik
serta masyarakat dikarenakan dinilai kurang tepat dalam melakukan pemilu disaat
negara tengah berjuang menghadapi wabah Covid-19 dan ancama krisis
perekonomian sedang dalam pelaksanaan pemilu memerlukan biaya lain yang
seyogyanya dapat dianggarkan bagi kepentingan masyarakat yang terdampak
akibat Covid-19. Sebelumnya pelaksanaan pemilu 2020 juga sempat mengalami
penundaan yang semula akan dilaksanakan 23 september 2020 hingga ditunda
pada masa yang belum ditentukan dengan berbagai pertimbangan salah satunya
yakni wabah Covid-19 yang tengah menimpa Indonesia bahkan dunia
2. Jika melihat konsep keadilan sebagai fairness juga dapat dikatakan,
bahwasanya peraturan yang ditetapkan telah sesuai dan sejala dengan
prinsip keadilan Pilkada hal tersebut dikarenakan Pemilih diberikan
kebebasan untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada. Namun ada beberapa
regulasi yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 ini
seperti rumusan pelanggaran. Ketentuan Pilkada berkaitan dengan
Protokol kesehatan yang mana harus lebih dipertegas dan memberikan
dampak yang signifikan sehingga protokol kesehatan tidak dinomor
duakan dalam pelaksanaan Pilkada dimasa Covid-19 ini. Oleh peserta
kontestasi Pilkada terlebih pada 2022 dan 2024 mendatang akan kembali
diadakan Pilkada sedangkan Covid-19 tidak menunjukkan penurunan yang
memungkinkan untuk pelaksanaan Pilkada kembali dimasa Covid-19.
Sehingga dengan adanya polemik seperti ini pemerintah Indonesia juga
menginisiasi untuk menerapkan dan menerbitkan regulasi baru atau hukum
baru disaat genting ditengah pandemi seperti ini, yaitu Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang saat ini
telah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, yaitu tepatnya pada
Pasal 120 Ayat (1) dengan menambahkan frasa “bencana non alam” untuk
melengkapi regulasi sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 yang tidak menyajikan Bencana non alam dalam Pasal 120 Ayat (1)
di Undang-Undang Tersebut.
B. Saran
1. Bagi pemerintah hendaknya mempertimbangkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan keputusan dan telah
memikirkan cara penangan konsekuensi terburuknya seperti pelaksanaan
pilkada yang dilaksanakan dengan protokol kesehatan namun ternyata
masih terdapat banyak pelanggaran yang terjadi dan tidak adanya
kepastian regulasi dalam menangani pelanggaran protokol kesehatan
dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.
2. Bagi penyelenggara pemilu hendaknya lebih menanamkan sebuah
peraturan atau sanksi-sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan lebih jelas
karena pandemi Covid-19 yang masih meningkat terus menerus dan sangat
berbahaya jika diacuhkan demi menghasilkan pemilu yang efektif dan adil
secara keseluruhan tidak hanya calon pemimpin namun masyarakat yang
memilih.
3. Bagi calon pemimpin agar tidak mementingkan kepentingannya sendiri
sehingga tidak melanggar kententuan yang telah di tetapkan demi
keselamatan dan kepentingan bersama dalam mensejahterahkan
masyarakat di masa pandemi Covid-19.
Tentang Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui muatan dan materi dalam UU No. 6 Tahun 2020 tentang
pelaksanaan Pemilu di Masa Pandemi Covid-19. Dan analisis pertimbangan hukum
terhadap UU No. 6 Tahun 2020 dalam penyelenggaraan Pilkada serentak di Masa
Pandemi Covid-19. Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis
melakukan Penelitian hukum normatif yang menggunakan metode pendekatan
perundang-undangan (statute apporoach), dengan melalui data dari bahan pustaka
yang disebut dengan sumber data hukum sekunder dan tersier. Data yang diperoleh
melalui teknik analisis kualitatif dilakukan dengan cara menganalisis bahan hukum
berdasarkan konsep, teori, peraturan perundang-undangan, pandangan pakar maupun
pandangan penulis sendiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ditinjau dari perspektif kepastian hukum
maka Pelaksanaan Pemilu lanjutan dapat dikatakan kurang memenuhi asas tersebut
dengan alasan dalam penetapan hukumnya tidak terdapat sanksi yang tegas dalam
menindak pelanggar protokol kesehatan dikarenakan sekarang kita berada dalam
masa pandemi Covid-19. Jika melihat konsep keadilan sebagai fairness juga dapat
dikatakan bahwasanya peraturan yang ditetapkan telah sesuai dan sejalan dengan
prinsip keadilan Pilkada, hal tersebut dikarenakan Pemilih diberikan kebebasan
untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada. Dengan adanya polemik seperti ini
pemerintah Indonesia juga menginisiasi untuk menerapkan dan menerbitkan regulasi
baru disaat genting ditengah pandemi seperti ini, yaitu Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 saat ini telah menjadi Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2020, yaitu tepatnya pada Pasal 120 Ayat (1) dengan
menambahkan frasa “bencana non alam” untuk melengkapi regulasi sebelumnya,
yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang tidak menyajikan Bencana non
alam dalam Pasal 120 Ayat (1) di Undang-Undang tersebut.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai judul penelitian ini yakni:
1. Di Indonesia pada bulan Maret tahun 2020 masyarakat dikagetkan dengan
terkonfirmasinya virus Covid-19 untuk pertama kalinya. Dalam hal ini
pemerintah dan masyarakat terus-menurus mencari jalan keluar dalam
penanganan wabah Covid-19. Penetapan status Pandemi Covid-19 oleh
organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/ WHO)
berdasarkan jumlah penyebaran virus ini tiap harinya bertambah secara
signifikan dan berkelanjutan secara global, dengan ini Pemerintah
Indonesia mengkonfirmasi bahwa status wabah Covid-19 sebagai Bencana
Nasional pada tanggal 14 Maret yang diruangkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam
penyebaran Corona Virus Disease 19 (COVID-19) sebagai Bencana
Nasional.1 Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah ketika pandemi
datang pada tahun politik yakni agenda pemilihan kepala daerah. Lalu
pada ditambahkan (1) ayat oleh KPU melalui PKPU Nomor 10 tahun 2020
yakni menganjurkan para peserta pemilu untuk membuat Masker, sarung
tangan, pelindung wajah dan hand sanitizer. Dengan begitu pemerintah dan
Komisi Pemilihan Umum Mengharapkan pelaksanaan pemilu tidak menimbulkan
klaster baru dan dapat berjalan secara efektif. Pelaksanaan pemilu 2020 ini
1 Sarjan dkk, Problematika dan Teknis Penyenggaraan Pemilihan Kepala Dearah
pada Masa Pandemi Covid-19, jurnal Ilmu hukum Vol 3 No. (1 Agustus 2020), h. 51.
sempat menuai kontradiksi dikalangan tokoh politik maupun pengamat politik
serta masyarakat dikarenakan dinilai kurang tepat dalam melakukan pemilu disaat
negara tengah berjuang menghadapi wabah Covid-19 dan ancama krisis
perekonomian sedang dalam pelaksanaan pemilu memerlukan biaya lain yang
seyogyanya dapat dianggarkan bagi kepentingan masyarakat yang terdampak
akibat Covid-19. Sebelumnya pelaksanaan pemilu 2020 juga sempat mengalami
penundaan yang semula akan dilaksanakan 23 september 2020 hingga ditunda
pada masa yang belum ditentukan dengan berbagai pertimbangan salah satunya
yakni wabah Covid-19 yang tengah menimpa Indonesia bahkan dunia
2. Jika melihat konsep keadilan sebagai fairness juga dapat dikatakan,
bahwasanya peraturan yang ditetapkan telah sesuai dan sejala dengan
prinsip keadilan Pilkada hal tersebut dikarenakan Pemilih diberikan
kebebasan untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada. Namun ada beberapa
regulasi yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 ini
seperti rumusan pelanggaran. Ketentuan Pilkada berkaitan dengan
Protokol kesehatan yang mana harus lebih dipertegas dan memberikan
dampak yang signifikan sehingga protokol kesehatan tidak dinomor
duakan dalam pelaksanaan Pilkada dimasa Covid-19 ini. Oleh peserta
kontestasi Pilkada terlebih pada 2022 dan 2024 mendatang akan kembali
diadakan Pilkada sedangkan Covid-19 tidak menunjukkan penurunan yang
memungkinkan untuk pelaksanaan Pilkada kembali dimasa Covid-19.
Sehingga dengan adanya polemik seperti ini pemerintah Indonesia juga
menginisiasi untuk menerapkan dan menerbitkan regulasi baru atau hukum
baru disaat genting ditengah pandemi seperti ini, yaitu Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang saat ini
telah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, yaitu tepatnya pada
Pasal 120 Ayat (1) dengan menambahkan frasa “bencana non alam” untuk
melengkapi regulasi sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 yang tidak menyajikan Bencana non alam dalam Pasal 120 Ayat (1)
di Undang-Undang Tersebut.
B. Saran
1. Bagi pemerintah hendaknya mempertimbangkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan keputusan dan telah
memikirkan cara penangan konsekuensi terburuknya seperti pelaksanaan
pilkada yang dilaksanakan dengan protokol kesehatan namun ternyata
masih terdapat banyak pelanggaran yang terjadi dan tidak adanya
kepastian regulasi dalam menangani pelanggaran protokol kesehatan
dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.
2. Bagi penyelenggara pemilu hendaknya lebih menanamkan sebuah
peraturan atau sanksi-sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan lebih jelas
karena pandemi Covid-19 yang masih meningkat terus menerus dan sangat
berbahaya jika diacuhkan demi menghasilkan pemilu yang efektif dan adil
secara keseluruhan tidak hanya calon pemimpin namun masyarakat yang
memilih.
3. Bagi calon pemimpin agar tidak mementingkan kepentingannya sendiri
sehingga tidak melanggar kententuan yang telah di tetapkan demi
keselamatan dan kepentingan bersama dalam mensejahterahkan
masyarakat di masa pandemi Covid-19.
Ketersediaan
| SSYA20220270 | 270/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
270/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
