Tinjauan Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana
Megawati M/01.18.4033 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana urgensi kehadiran
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Hak Restitusi
Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan apa faktor pendorong bagi anak
yang menjadi korban tindak pidana untuk mengajukan restitusi. Penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa urgensi kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Hak Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban
Tindak Pidana yaitu perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.
Anak merupakan tumpuan harapan masa depan bagi bangsa, negara, masyarakat
ataupun keluarga. Oleh karena kondisinya sebagai anak, maka perlu perlindungan
khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental, dan
rohaninya, bergabung dan dengan bebas mengekspresikan diri sendiri. Adapun faktor
yang menjadi faktor pendorong bagi anak yang menjadi korban tindak pidana untuk
mengajukan hak restitusi, diantaranya: 1) faktor hukum yaitu menjadi faktor utama
dalam keberhasilan pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban tindak pidana
kekerasan seksual, 2) faktor penegak hukum yaitu pergeseran paradigma pemidanaan
yang berfokus pada pemulihan terhadap korban dengan pemenuhan hak-hak korban
sebagaimana tujuan dari adanya Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban
juga masih belum tercapai, karena penegak hukum masih berfokus pada pemidanaan
terhadap pelaku tindak pidana, 3) faktor masyarakat dalam konteks pemenuhan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual disini adalah kemauan
ataupun kemampuan pelaku dalam menjalankan kewajibannya memberikan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana.
A. Kesimpulan
1. Urgensi kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang
Pelaksanaan Hak Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana menjadi perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain. Perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun..
2. Anak merupakan tumpuan harapan masa depan bagi bangsa, negara,
masyarakat ataupun keluarga. Oleh karena kondisinya sebagai anak, maka
perlu perlindungan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara
wajar baik fisik, mental, dan rohaninya, bergabung dan dengan bebas
mengekspresikan diri sendiri. Selain diatur mengenai hak-hak anak, diatur
pula kewajiban anak yaitu setiap anak berkewajiban untuk menghormati
orangtua, wali, guru, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi
teman, mencintai tanah air, bangsa dan negara, menunaikan ibadah sesuai
dengan ajaran agamanya dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Adapun faktor yang menjadi faktor pendorong bagi anak yang menjadi
korban tindak pidana untuk mengajukan hak restitusi, diantaranya: 1)
faktor hukum yaitu menjadi faktor utama dalam keberhasilan pemenuhan
hak restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual, 2)
faktor penegak hukum yaitu pergeseran paradigma pemidanaan yang
berfokus pada pemulihan terhadap korban dengan pemenuhan hak-hak
korban sebagaimana tujuan dari adanya Undang-Undang Perlindungan
Saksi dan Korban juga masih belum tercapai, karena penegak hukum
masih berfokus pada pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana, 3) faktor
masyarakat dalam konteks pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban
tindak pidana kekerasan seksual disini adalah kemauan ataupun
kemampuan pelaku dalam menjalankan kewajibannya memberikan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Di harapkan kepada masyarakat untuk lebih memahami hak restitusi anak
agar anak dapat mendapatkan apa yang menjadi haknya dalam
perlindungan hukum. Pemahaman terhhadap ha restitusi anak ini masih
sangat kurang dikalangan masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat dari
kurangnya pemahaman hak restitusin kepada lembaga yang berwenang
yakni Pengadilan Negeri Watampone yang dimana dalam beberapa tahun
terakhir tidak mendapatkan laporan pengajuan hak restitusi, persoalan ini
disampaikan langsung oleh hakim Irmawati Abidin, S.H., M.H. Dari
sinilah tugas dari aparat hukum untuk memberikan sosialisasi pemahaman
mengenai apa saja hak restitusi bagi anak kepada masyarakat umum dan
juga aparat penegak hukum harus tetap mempertahankan perlindungan
kepada masyarakat agar tetap merasa aman, baik secara pikiran maupun
fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
2. Agar masyarakat terkhususnya anak mampu memahami lebih dalam
terkait dengan hak-hak apa saja yang ia miliki termasuk dengan hak
restitusi agar anak mampu memposisikan dirinya pada saat terlibat dalam
tindak pidana. Anak harus diberikan sosialisasi hukum oleh lembaga
penegak hukum yang berwenang agar memiliki dorongan untuk
mengajukan hak restitusinya apabila menjadi korban tindak pidana.
Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana urgensi kehadiran
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Hak Restitusi
Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan apa faktor pendorong bagi anak
yang menjadi korban tindak pidana untuk mengajukan restitusi. Penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa urgensi kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Hak Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban
Tindak Pidana yaitu perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.
Anak merupakan tumpuan harapan masa depan bagi bangsa, negara, masyarakat
ataupun keluarga. Oleh karena kondisinya sebagai anak, maka perlu perlindungan
khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental, dan
rohaninya, bergabung dan dengan bebas mengekspresikan diri sendiri. Adapun faktor
yang menjadi faktor pendorong bagi anak yang menjadi korban tindak pidana untuk
mengajukan hak restitusi, diantaranya: 1) faktor hukum yaitu menjadi faktor utama
dalam keberhasilan pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban tindak pidana
kekerasan seksual, 2) faktor penegak hukum yaitu pergeseran paradigma pemidanaan
yang berfokus pada pemulihan terhadap korban dengan pemenuhan hak-hak korban
sebagaimana tujuan dari adanya Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban
juga masih belum tercapai, karena penegak hukum masih berfokus pada pemidanaan
terhadap pelaku tindak pidana, 3) faktor masyarakat dalam konteks pemenuhan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual disini adalah kemauan
ataupun kemampuan pelaku dalam menjalankan kewajibannya memberikan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana.
A. Kesimpulan
1. Urgensi kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang
Pelaksanaan Hak Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana menjadi perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain. Perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun..
2. Anak merupakan tumpuan harapan masa depan bagi bangsa, negara,
masyarakat ataupun keluarga. Oleh karena kondisinya sebagai anak, maka
perlu perlindungan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara
wajar baik fisik, mental, dan rohaninya, bergabung dan dengan bebas
mengekspresikan diri sendiri. Selain diatur mengenai hak-hak anak, diatur
pula kewajiban anak yaitu setiap anak berkewajiban untuk menghormati
orangtua, wali, guru, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi
teman, mencintai tanah air, bangsa dan negara, menunaikan ibadah sesuai
dengan ajaran agamanya dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Adapun faktor yang menjadi faktor pendorong bagi anak yang menjadi
korban tindak pidana untuk mengajukan hak restitusi, diantaranya: 1)
faktor hukum yaitu menjadi faktor utama dalam keberhasilan pemenuhan
hak restitusi terhadap anak korban tindak pidana kekerasan seksual, 2)
faktor penegak hukum yaitu pergeseran paradigma pemidanaan yang
berfokus pada pemulihan terhadap korban dengan pemenuhan hak-hak
korban sebagaimana tujuan dari adanya Undang-Undang Perlindungan
Saksi dan Korban juga masih belum tercapai, karena penegak hukum
masih berfokus pada pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana, 3) faktor
masyarakat dalam konteks pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban
tindak pidana kekerasan seksual disini adalah kemauan ataupun
kemampuan pelaku dalam menjalankan kewajibannya memberikan hak
restitusi terhadap anak korban tindak pidana.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Di harapkan kepada masyarakat untuk lebih memahami hak restitusi anak
agar anak dapat mendapatkan apa yang menjadi haknya dalam
perlindungan hukum. Pemahaman terhhadap ha restitusi anak ini masih
sangat kurang dikalangan masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat dari
kurangnya pemahaman hak restitusin kepada lembaga yang berwenang
yakni Pengadilan Negeri Watampone yang dimana dalam beberapa tahun
terakhir tidak mendapatkan laporan pengajuan hak restitusi, persoalan ini
disampaikan langsung oleh hakim Irmawati Abidin, S.H., M.H. Dari
sinilah tugas dari aparat hukum untuk memberikan sosialisasi pemahaman
mengenai apa saja hak restitusi bagi anak kepada masyarakat umum dan
juga aparat penegak hukum harus tetap mempertahankan perlindungan
kepada masyarakat agar tetap merasa aman, baik secara pikiran maupun
fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
2. Agar masyarakat terkhususnya anak mampu memahami lebih dalam
terkait dengan hak-hak apa saja yang ia miliki termasuk dengan hak
restitusi agar anak mampu memposisikan dirinya pada saat terlibat dalam
tindak pidana. Anak harus diberikan sosialisasi hukum oleh lembaga
penegak hukum yang berwenang agar memiliki dorongan untuk
mengajukan hak restitusinya apabila menjadi korban tindak pidana.
Ketersediaan
| SSYA20220210 | 210/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
210/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
