Perlindungan Hukum terhadap Kerugian Wisatawan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Studi Kasus Wisata Alam Goa Mampu Desa Cabbeng)
Rasmianti/01.18.4027 - Personal Name
Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kerugian Wisatawan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Studi
Kasus Wisata Alam Goa Mampu Desa Cabbeng)”. Penelitian ini memfokuskan pada
peran Pengelola wisata dalam memberikan Perlindungan hukum bagi wisatawan yang
mengalami kecelakaan di tempat wisata. Penelitian ini bertujuan mengetahui
Perlindungan hukum serta faktor yang mempengaruhi belum terwujudnya
Perlindungan hukum dari pihak Pengelola wisata alam Goa Mampu Desa Cabbeng
terhadap Wisatawan apabila terjadi suatu kecelakaan.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan, dengan pendekatan norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (Yuridis
Normatif) dan keadaan nyata atau sebenarnya (Yuridis Empiris). Prosedur yang
digunakan untuk memecahkan masalah dengan terlebih dahulu meneliti data sekunder
yang ada, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi perpustakaan dan wawancara,
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa Perlindungan hukum terhadap wisatawan telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Upaya-upaya Perlindungan Hukum dari Pengelola wisata yaitu: memberikan
informasi yang akurat, pelayanan yang tidak diksriminatif, kenyamanan, keramahan,
membentuk aturan tertentu, bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI, dan
bertanggung jawab penuh. Namun upaya Perlindungan hukum yang diberikan
Pengelola wisata masih belum terlaksana dengan maksimal dalam menangani
kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa Wisatawan. Masih terdapat
pernyataan yang berbeda dari Pengelola wisata dengan Wisatawan yang
menunjukkan kewajiban Pengelola wisata belum dilaksanakan dengan optimal.Hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi belum
terwujudnya Perlindungan Hukum bagi Wisatawan, yaitu: kurangnya kesadaran
masyarakat dan pihak Pengelola Wisata, Faktor sarana atau fasilitas, dan lemahnya
pengawasan dari Pemerintah.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data maka dapat
ditarik kesimpulan dari pembahasan rumusan masalah yang ada. Adapun
simpulannya adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan hukum terhadap wisatawan telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Upaya Perlindungan Hukum
dari pihak Pengelola Wisata Alam Goa Mampu desa Cabbeng kepada
Wisatawan yang mengalami kecelakaan atau kerugian, diantaranya;
memberikan informasi yang akurat, memberikan pelayanan yang tidak
diskriminatif, memberikan kenyamanan dan keramahan, membentuk aturan
tertentu, bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI, Pengelola wisata
bertanggung jawab penuh. Belum maksimalnya bentuk upaya Perlindungan
hukum yang diberikan oleh Pengelola kepada Wisatawan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pelaksanaan Undang-Undang mengenai pariwisata di
Indonesia harus lebih serius dalam memperhatikan Perlindungan Hukum
terhadap wisatawan, baik oleh Pemerintah maupun oleh swasta, yang
memperhatikan aspek yuridis dan kepastian hukum.
2. Faktor yang mempengaruhi belum terwujudnya Perlindungan Hukum dari
pengelola wisata alam Goa Mampu Desa Cabbeng Kabupaten Bone terhadap
kecelakaan ataupun kerugian yang dialami wisatawan yaitu:
a. Kurangnya kesadaran masyarakat dan pihak Pengelola Wisata, yaitu
masyarakat masih belum mengetahui hak dan kewajibannya yang telah
dilindungi menurut Undang-Undang Kepariwisataan.
b. Sarana atau fasilitas, yaitu terkait dengan tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi peralatan dan lain-lain.
c. Lemahnya pengawasan dari Pemerintah, yakni terkait dengan
pengawasan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bone dapat mempengaruhi
belum terpenuhinya Perlindungan Hukum terhadap Wisatawan.
Pemantauan dari Pemerintah mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhan
Pengusaha pariwisata juga dianggap kurang. Termasuk belum adanya
PERDA Kabupaten Bone yang mengatur tentang Kepariwisataan, dalam
hal ini masih dalam proses penyusunan.
B. Saran
1. Kepada Pemerintah Daerah untuk kedepannya lebih meningkatkan
pengawasannya terhadap wisata alam Goa Mampu desa Cabbeng Kabupaten
Bone maupun wisata lainnya, sehingga Perlindungan hukum bagi wisatawan
bisa diperoleh dan bisa direalisasikan dengan baik. Dalam hal ini, hendaknya
segera dibuat konsep dan regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) serta
pedoman lainnya yang benar-benar sesuai dengan identifikasi karakteristik
dan cocok untuk kondisi Kabupaten Bone.
2. Kepada Pengelola wisata alam Goa Mampu desa Cabbeng Kabupaten Bone
agar lebih meningkatkan pelayanannya, bertanggung jawab terhadap
kerugian yang dialami wisatawan, menyediakan fasilitas yang memadai serta
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah agar untuk kedepannya keamanan
dan keselamatan wisatawan bisa terwujud dengan baik.
3. Kepada Wisatawan agar memperhatikan hak dan kewajibannya sebagai
wisatawan, sebelum melakukan kegiatan berwisata. Serta selalu tertib
terhadap peraturan atau etika yang telah ditetapkan oleh Pengelola wisata
agar tidak terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan, kerugian, atau
bahkan hilangnya nyawa selama berada di lokasi objek wisata.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Studi
Kasus Wisata Alam Goa Mampu Desa Cabbeng)”. Penelitian ini memfokuskan pada
peran Pengelola wisata dalam memberikan Perlindungan hukum bagi wisatawan yang
mengalami kecelakaan di tempat wisata. Penelitian ini bertujuan mengetahui
Perlindungan hukum serta faktor yang mempengaruhi belum terwujudnya
Perlindungan hukum dari pihak Pengelola wisata alam Goa Mampu Desa Cabbeng
terhadap Wisatawan apabila terjadi suatu kecelakaan.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan, dengan pendekatan norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (Yuridis
Normatif) dan keadaan nyata atau sebenarnya (Yuridis Empiris). Prosedur yang
digunakan untuk memecahkan masalah dengan terlebih dahulu meneliti data sekunder
yang ada, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi perpustakaan dan wawancara,
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa Perlindungan hukum terhadap wisatawan telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Upaya-upaya Perlindungan Hukum dari Pengelola wisata yaitu: memberikan
informasi yang akurat, pelayanan yang tidak diksriminatif, kenyamanan, keramahan,
membentuk aturan tertentu, bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI, dan
bertanggung jawab penuh. Namun upaya Perlindungan hukum yang diberikan
Pengelola wisata masih belum terlaksana dengan maksimal dalam menangani
kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa Wisatawan. Masih terdapat
pernyataan yang berbeda dari Pengelola wisata dengan Wisatawan yang
menunjukkan kewajiban Pengelola wisata belum dilaksanakan dengan optimal.Hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi belum
terwujudnya Perlindungan Hukum bagi Wisatawan, yaitu: kurangnya kesadaran
masyarakat dan pihak Pengelola Wisata, Faktor sarana atau fasilitas, dan lemahnya
pengawasan dari Pemerintah.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data maka dapat
ditarik kesimpulan dari pembahasan rumusan masalah yang ada. Adapun
simpulannya adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan hukum terhadap wisatawan telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Upaya Perlindungan Hukum
dari pihak Pengelola Wisata Alam Goa Mampu desa Cabbeng kepada
Wisatawan yang mengalami kecelakaan atau kerugian, diantaranya;
memberikan informasi yang akurat, memberikan pelayanan yang tidak
diskriminatif, memberikan kenyamanan dan keramahan, membentuk aturan
tertentu, bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI, Pengelola wisata
bertanggung jawab penuh. Belum maksimalnya bentuk upaya Perlindungan
hukum yang diberikan oleh Pengelola kepada Wisatawan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pelaksanaan Undang-Undang mengenai pariwisata di
Indonesia harus lebih serius dalam memperhatikan Perlindungan Hukum
terhadap wisatawan, baik oleh Pemerintah maupun oleh swasta, yang
memperhatikan aspek yuridis dan kepastian hukum.
2. Faktor yang mempengaruhi belum terwujudnya Perlindungan Hukum dari
pengelola wisata alam Goa Mampu Desa Cabbeng Kabupaten Bone terhadap
kecelakaan ataupun kerugian yang dialami wisatawan yaitu:
a. Kurangnya kesadaran masyarakat dan pihak Pengelola Wisata, yaitu
masyarakat masih belum mengetahui hak dan kewajibannya yang telah
dilindungi menurut Undang-Undang Kepariwisataan.
b. Sarana atau fasilitas, yaitu terkait dengan tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi peralatan dan lain-lain.
c. Lemahnya pengawasan dari Pemerintah, yakni terkait dengan
pengawasan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bone dapat mempengaruhi
belum terpenuhinya Perlindungan Hukum terhadap Wisatawan.
Pemantauan dari Pemerintah mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhan
Pengusaha pariwisata juga dianggap kurang. Termasuk belum adanya
PERDA Kabupaten Bone yang mengatur tentang Kepariwisataan, dalam
hal ini masih dalam proses penyusunan.
B. Saran
1. Kepada Pemerintah Daerah untuk kedepannya lebih meningkatkan
pengawasannya terhadap wisata alam Goa Mampu desa Cabbeng Kabupaten
Bone maupun wisata lainnya, sehingga Perlindungan hukum bagi wisatawan
bisa diperoleh dan bisa direalisasikan dengan baik. Dalam hal ini, hendaknya
segera dibuat konsep dan regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) serta
pedoman lainnya yang benar-benar sesuai dengan identifikasi karakteristik
dan cocok untuk kondisi Kabupaten Bone.
2. Kepada Pengelola wisata alam Goa Mampu desa Cabbeng Kabupaten Bone
agar lebih meningkatkan pelayanannya, bertanggung jawab terhadap
kerugian yang dialami wisatawan, menyediakan fasilitas yang memadai serta
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah agar untuk kedepannya keamanan
dan keselamatan wisatawan bisa terwujud dengan baik.
3. Kepada Wisatawan agar memperhatikan hak dan kewajibannya sebagai
wisatawan, sebelum melakukan kegiatan berwisata. Serta selalu tertib
terhadap peraturan atau etika yang telah ditetapkan oleh Pengelola wisata
agar tidak terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan, kerugian, atau
bahkan hilangnya nyawa selama berada di lokasi objek wisata.
Ketersediaan
| SSYA20220162 | 162/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
162/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
