Perspektif Hukum Islam Pembagian Warisan Secara Damai Pada Masyarakat Bugis Bone (Studi Di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge)
Muh. Tahir/01.18.1092 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Perspektif Hukum Islam terhadap Pembagian
Warisan secara Damai pada Masyarakat Bugis Bone (Studi di Desa Mattoanging
Kecamatan Tellu Siattinge). Pokok permasalahannya bagaimana proses penyelesaian
pembagian warisan secara damai di Desa Mattoanging dan bagaimana perspektif
Hukum Islam terhadap pembagian warisan secara damai pada masyarakat Desa
Mattoanging. Penelitian ini merupakan Penelitian kualitatif yang menggunakan
metode dengan 3 (tiga) pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif, pendekatan
teologis normatif, dan pendekatan yuridis sosiologis. Data dalam Penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan masyarakat Desa
Mattoanging.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian pembagian
warisan secara damai di Desa Mattoanging dan Perspektif Hukum Islam terhadap
pembagian warisan secara damai pada masyarakat Desa Mattoanging.
Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa Pembagian warisan pada masyarakat
Bugis Bone khususnya di Desa Mattoanging terjadi perubahan dalam pembagian
harta warisan yang terdapat dalam pepatah Bugis “mallempa’ oroane majjujung
makkunrai’e” artinya laki-laki memikul dan perempuan menjunjung. Bahwa dalam
pembagian harta waris adat yang telah mengalami perubahan, bagian seorang anak
laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan yang sesuai hukum waris
Islam. Tetapi masyarakat Desa Mattoanging belum melaksanakan sepenuhnya pada
hukum kewarisan Islam itu. Tidak terlaksananya hukum waris Islam secara penuh
dipengaruhi oleh faktor tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap
hukum kewarisan Islam. Mereka membagi harta warisan secara musyawarah sesama
ahli waris saja atau dengan istilah Bugis tudang sipulung. Masyarakat Desa
Mattoanging dalam membagikan harta warisan secara damai ini dapat menekan
terjadinya perselisihan akibat tidak seimbangnya harta yang didapatkan. Islam tidak
melarang pembagian warisan secara damai karena dapat mempererat tali
persaudaraan antar ahli waris dengan baik dan dapat mengurangi resiko terjadinya
sengketa dan perselisihan. Sepanjang perdamaian itu tidak dimaksudkan untuk
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan Abū Zahrah
menegaskan bahwa hak seseorang untuk mewarisi harta peninggalan ahli warisnya
yang meninggal dunia termasuk dalam kategori hak hamba atau hak perorangan
secara murni, yang mana setiap pihak ahli waris secara sukarela membaginya secara
kekeluargaan, bisa dibagi secara kekeluargaan atau secara damai sesuai dengan
kesepakatan setiap pihak yang terkait, bahkan sah bilamana ada diantara ahli waris
yang merelakan atau menggugurkan haknya dalam pembagian harta warisan itu
diserahkan kepada ahli waris lain.
A. Kesimpulan
1. Pembagian warisan secara damai yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Mattoanging yaitu pembagian yang dilakukan secara adat dimana
pembagiannya disamaratakan bagian ahli waris yang disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan para ahli warisnya. Pembagiannya dilakukan dalam
musyawarah (tudang sipulung). Tudang sipulung adalah duduk bersama-
sama menyelesaikan suatu masalah dengan menghadirkan semua ahli waris
tokoh agama pihak pemerintah dan keluarga yang dekat dengan ahli waris
dan pewaris. Pembagian secara damai ini dapat mengurangi perselisihan dan
sengketa diantara ahli waris, dan pembagian ini merupakan kebiasaan yang
secara turun temurun dilakukan oleh orang terdahulu. Faktor lainnya yaitu
dimana bagian yang diberikan kepada ahli waris disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi ekonominya misalkan pernah dibiayai oleh orang tuanya baik
dari segi pendidikannya sampai ia sukses. Pembagian warisan secara
musyawarah ini memang betul dapat mengurangi perselihan para ahli waris
karena adanya kesepakatan, kerelaan dan ikhlas menerima bagian masing
masing, tapi terkadang juga menimbulkan perselisihan dikarenakan adanya
pihak ahli waris yang serakah ingin menguasai bagian ahli waris lain padahal
sudah mendapatkan bagiannya namun jika ada bukti perdamaian maka itulah
yang sah atau dijadikan bukti.
61
2. Perspektif Hukum Islam terhadap Masyarakat Desa Mattoanging dalam
membagikan harta warisan damai ini tidak bertentangan dengan Hukum Islam
karena melihat dampak positif yang dapat menumbuhkan rasa keadilan dan
mengurangi resiko sengketa sesama ahli waris karena mereka sepakat dan rela
bagian mereka dibagi atau diambil oleh ahli waris lain tetapi harus tahu
bagiannya terlebih dahulu. Sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 183
“Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
harta warisan setelah masing-masing ahli waris menyadari bagiannya”.
Walaupun memang sudah ada yang mengikuti syariat, yaitu sebagaimana
sering diungkapkan bahwa “mallempa’ oroane, majjujung makkunrai’e” laki-
laki memikul (membawa dua), perempuan menjunjung (membawa satu)” (2 :
1), Pelaksanaan Hukum waris Islam pada dasarnya cukup dimengerti oleh
sebagian masyarakat Desa Mattoanging tetapi hanya sebagian kecil saja yang
tahu, dan sebagian masyarakat Desa Mattoanging tidak menggunakan hukum
keawarisan Islam dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman
tentang pembagian berdasarkan Hukum Islam dan mereka beranggapan lebih
mudah dengan menggunakan cara pembagian harta sesuai dengan ketentuan
adat mereka dimana yang biasa mereka sebut juga tudang sipulung yaitu
membagikan harta warisan mereka secara musyawarah. Masyarakat Desa
Mattoanging dalam membagikan harta warisan secara damai ini dapat
menekan terjadinya perselisihan akibat tidak seimbangnya harta yang
didapatkan. Islam tidak melarang pembagian warisan secara damai karena
dapat mempererat tali persaudaraan antar ahli waris dengan baik dan dapat
mengurangi resiko terjadinya sengketa dan perselisihan. Sepanjang
perdamaian itu tidak dimaksudkan untuk mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.
B. Saran
1. Masyarakat desa Mattoanging yang notabenenya beragama Islam seharusnya
mengetahui bahwa hukum kewarisan sangat penting sekali untuk dipahami,
maka kepada masyarakat Islam umumnya disarankan untuk dapat
mempelajari dan sekaligus mengamalkan sesuai dengan ketentuan syariat
Islam.
2. Dengan adanya alternatif seperti ini, kaum muslimin hendaknya semakin
menyadari betapa indahnya dan sempurnanya Islam sebagai sebuah sistem
aturan kehidupan, yang menyediakan aturan yang jelas dalam hal pembagian
warisan demi menghindari terjadinya kezaliman terhadap hak- hak sesama.
3. Dalam hal ini perlu adanya sosialisasi dari pihak KUA atau tokoh Agama
yang haruslah menjadi sumber rujukan Hukum Islam yang berjalan dengan
masyarakat Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone.
Warisan secara Damai pada Masyarakat Bugis Bone (Studi di Desa Mattoanging
Kecamatan Tellu Siattinge). Pokok permasalahannya bagaimana proses penyelesaian
pembagian warisan secara damai di Desa Mattoanging dan bagaimana perspektif
Hukum Islam terhadap pembagian warisan secara damai pada masyarakat Desa
Mattoanging. Penelitian ini merupakan Penelitian kualitatif yang menggunakan
metode dengan 3 (tiga) pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif, pendekatan
teologis normatif, dan pendekatan yuridis sosiologis. Data dalam Penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan masyarakat Desa
Mattoanging.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian pembagian
warisan secara damai di Desa Mattoanging dan Perspektif Hukum Islam terhadap
pembagian warisan secara damai pada masyarakat Desa Mattoanging.
Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa Pembagian warisan pada masyarakat
Bugis Bone khususnya di Desa Mattoanging terjadi perubahan dalam pembagian
harta warisan yang terdapat dalam pepatah Bugis “mallempa’ oroane majjujung
makkunrai’e” artinya laki-laki memikul dan perempuan menjunjung. Bahwa dalam
pembagian harta waris adat yang telah mengalami perubahan, bagian seorang anak
laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan yang sesuai hukum waris
Islam. Tetapi masyarakat Desa Mattoanging belum melaksanakan sepenuhnya pada
hukum kewarisan Islam itu. Tidak terlaksananya hukum waris Islam secara penuh
dipengaruhi oleh faktor tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap
hukum kewarisan Islam. Mereka membagi harta warisan secara musyawarah sesama
ahli waris saja atau dengan istilah Bugis tudang sipulung. Masyarakat Desa
Mattoanging dalam membagikan harta warisan secara damai ini dapat menekan
terjadinya perselisihan akibat tidak seimbangnya harta yang didapatkan. Islam tidak
melarang pembagian warisan secara damai karena dapat mempererat tali
persaudaraan antar ahli waris dengan baik dan dapat mengurangi resiko terjadinya
sengketa dan perselisihan. Sepanjang perdamaian itu tidak dimaksudkan untuk
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan Abū Zahrah
menegaskan bahwa hak seseorang untuk mewarisi harta peninggalan ahli warisnya
yang meninggal dunia termasuk dalam kategori hak hamba atau hak perorangan
secara murni, yang mana setiap pihak ahli waris secara sukarela membaginya secara
kekeluargaan, bisa dibagi secara kekeluargaan atau secara damai sesuai dengan
kesepakatan setiap pihak yang terkait, bahkan sah bilamana ada diantara ahli waris
yang merelakan atau menggugurkan haknya dalam pembagian harta warisan itu
diserahkan kepada ahli waris lain.
A. Kesimpulan
1. Pembagian warisan secara damai yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Mattoanging yaitu pembagian yang dilakukan secara adat dimana
pembagiannya disamaratakan bagian ahli waris yang disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan para ahli warisnya. Pembagiannya dilakukan dalam
musyawarah (tudang sipulung). Tudang sipulung adalah duduk bersama-
sama menyelesaikan suatu masalah dengan menghadirkan semua ahli waris
tokoh agama pihak pemerintah dan keluarga yang dekat dengan ahli waris
dan pewaris. Pembagian secara damai ini dapat mengurangi perselisihan dan
sengketa diantara ahli waris, dan pembagian ini merupakan kebiasaan yang
secara turun temurun dilakukan oleh orang terdahulu. Faktor lainnya yaitu
dimana bagian yang diberikan kepada ahli waris disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi ekonominya misalkan pernah dibiayai oleh orang tuanya baik
dari segi pendidikannya sampai ia sukses. Pembagian warisan secara
musyawarah ini memang betul dapat mengurangi perselihan para ahli waris
karena adanya kesepakatan, kerelaan dan ikhlas menerima bagian masing
masing, tapi terkadang juga menimbulkan perselisihan dikarenakan adanya
pihak ahli waris yang serakah ingin menguasai bagian ahli waris lain padahal
sudah mendapatkan bagiannya namun jika ada bukti perdamaian maka itulah
yang sah atau dijadikan bukti.
61
2. Perspektif Hukum Islam terhadap Masyarakat Desa Mattoanging dalam
membagikan harta warisan damai ini tidak bertentangan dengan Hukum Islam
karena melihat dampak positif yang dapat menumbuhkan rasa keadilan dan
mengurangi resiko sengketa sesama ahli waris karena mereka sepakat dan rela
bagian mereka dibagi atau diambil oleh ahli waris lain tetapi harus tahu
bagiannya terlebih dahulu. Sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 183
“Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
harta warisan setelah masing-masing ahli waris menyadari bagiannya”.
Walaupun memang sudah ada yang mengikuti syariat, yaitu sebagaimana
sering diungkapkan bahwa “mallempa’ oroane, majjujung makkunrai’e” laki-
laki memikul (membawa dua), perempuan menjunjung (membawa satu)” (2 :
1), Pelaksanaan Hukum waris Islam pada dasarnya cukup dimengerti oleh
sebagian masyarakat Desa Mattoanging tetapi hanya sebagian kecil saja yang
tahu, dan sebagian masyarakat Desa Mattoanging tidak menggunakan hukum
keawarisan Islam dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman
tentang pembagian berdasarkan Hukum Islam dan mereka beranggapan lebih
mudah dengan menggunakan cara pembagian harta sesuai dengan ketentuan
adat mereka dimana yang biasa mereka sebut juga tudang sipulung yaitu
membagikan harta warisan mereka secara musyawarah. Masyarakat Desa
Mattoanging dalam membagikan harta warisan secara damai ini dapat
menekan terjadinya perselisihan akibat tidak seimbangnya harta yang
didapatkan. Islam tidak melarang pembagian warisan secara damai karena
dapat mempererat tali persaudaraan antar ahli waris dengan baik dan dapat
mengurangi resiko terjadinya sengketa dan perselisihan. Sepanjang
perdamaian itu tidak dimaksudkan untuk mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.
B. Saran
1. Masyarakat desa Mattoanging yang notabenenya beragama Islam seharusnya
mengetahui bahwa hukum kewarisan sangat penting sekali untuk dipahami,
maka kepada masyarakat Islam umumnya disarankan untuk dapat
mempelajari dan sekaligus mengamalkan sesuai dengan ketentuan syariat
Islam.
2. Dengan adanya alternatif seperti ini, kaum muslimin hendaknya semakin
menyadari betapa indahnya dan sempurnanya Islam sebagai sebuah sistem
aturan kehidupan, yang menyediakan aturan yang jelas dalam hal pembagian
warisan demi menghindari terjadinya kezaliman terhadap hak- hak sesama.
3. Dalam hal ini perlu adanya sosialisasi dari pihak KUA atau tokoh Agama
yang haruslah menjadi sumber rujukan Hukum Islam yang berjalan dengan
masyarakat Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone.
Ketersediaan
| SSYA20220103 | 103/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
103/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syarah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
