Studi Komparatif Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Islam Dan Hukum Waris Adat Bugis (Studi Pada Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone)
Abd. Salam/ 01.17.1255 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang studi komparatif kedudukan anak perempuan
dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat Bugis (Studi pada Kecamatan
Sibulue Kabupaten Bone)”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di Kecamatan Sibulue
selanjutnya bagaimana kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan
hukum waris adat Bugis di Kecamatan Sibulue. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di
Kecamatan Sibulue, dan untuk mengetahui kedudukan anak perempuan dalam hukum
waris Islam dan hukum waris adat Bugis di Kecamatan Sibulue. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan tiga pendekatan
yakni; pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat di Enam di Desa Kecamatan Sibulue yakni Desa Tunreng Tellue, Desa
Pasaka, Desa Bulie, Desa Mabbiring Desa Massenreng Pulu dan Desa Balieng Toa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembagaian waris antara anak
perempuan dan anak laki-laki di Kecamatan Sibulue dilakukan dengan cara dilakukan
dengan pembagian harta warisan diberikan tidak sama rata karena ada perbedaan
antara hak anak laki-laki dan perempuan yang banyakan bahwa anak laki-laki lebih
banyak karena anak laki-laki nantinya akan berkeluarga akan memberikan haknyak
untuk menafkahi kepada istri maupun anak-anaknya dikemudian hari. Adapun
kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat Bugis
di Kecamatan Sibulue bahwa kedudukan perempuan dalam hukum waris Islam dan
hukum waris adat Bugis jika perempuan mendapatkan lebih banyak daripada
saudaranya yang laki-laki sebagaimana biasa dijumpai dalam tradisi sebagian
masyarakat Bugis yang mewariskan barang yang lebih besar nilainya (misalnya
rumah, ruko, emas) sedangkan saudara laki-laki hanya memperoleh bagian yang lebih
kecil sehingga menimbulkan ketidakadilan maka itu juga merupakan bentuk
kezaliman dalam kewarisan. Oleh karena itu, asas asitinajang (kepatutan) dapat
menjadi salah satu alternatif untuk mendekati keadilan dalam praktik kewarisan.
Budaya asitinajang mengandung makna bahwa sejatinya pembagian harta warisan
mengandung nilai-nilai kearifan lokal (al-‘ūrf) yang diakomodir dalam Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis dapat menyimpulkan yakni
sebagai berikut:
1. Pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di Kec.Sibulue
dilakukan dengan cara dilakukan dengan pembagian harta warisan diberikan
tidak sama rata karena ada perbedaan antara hak anak laki-laki dan perempuan
yang banyakan bahwa anak laki-laki lebih banyak karena anak laki-laki
nantinya akan berkeluarga akan memberikan haknyak untuk menafkahi kepada
istri maupun anak-anaknya dikemudian hari.
2. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat
Bugis di Kec. Sibulue bahwa kedudukan perempuan dalam hukum waris
Islam dan hukum waris adat Bugis jika perempuan mendapatkan lebih banyak
daripada saudaranya yang laki-laki sebagaimana biasa dijumpai dalam tradisi
sebagian masyarakat Bugis yang mewariskan barang yang lebih besar nilainya
(misalnya rumah, ruko, emas) sedangkan saudara laki-laki hanya memperoleh
bagian yang lebih kecil sehingga menimbulkan ketidakadilan maka itu juga
merupakan bentuk kezhaliman dalam kewarisan. Oleh karena itu, asas
asitinajang (kepatutan) dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendekati
keadilan dalam praktik kewarisan. Budaya asitinajang mengandung makna
bahwa sejatinya pembagian harta warisan mengandung nilai-nilai kearifan
lokal (al-‘ūrf) yang diakomodir dalam Islam.
B. Saran
Menurut hasil yang diperoleh dalam penlitian ini maka penulis
memberikan masukan atau saran terkait dengan hasil penelitian di peroleh
yakni, khususnya masayarakat Desa Tunreng Tellue Kec. Sibulue bahwa
untuk pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris harus dibagi
dengan sama rata karena anak laki-laki dan perempuan tidak boleh di beda
bedakan karena mereka sama-sama anak dari ahli waris, sehingga penulis
memandang pembagian harta warisan pada adat Bugis Bone di Desa Tunreng
Tellue khususnya jika di lihat dari maslahatnya sesuai dengan hukum Islam
karena tidak menimbulkan mudhorat akan tetapi tidak sesuai dengan syariat
Islam.
dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat Bugis (Studi pada Kecamatan
Sibulue Kabupaten Bone)”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di Kecamatan Sibulue
selanjutnya bagaimana kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan
hukum waris adat Bugis di Kecamatan Sibulue. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di
Kecamatan Sibulue, dan untuk mengetahui kedudukan anak perempuan dalam hukum
waris Islam dan hukum waris adat Bugis di Kecamatan Sibulue. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan tiga pendekatan
yakni; pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat di Enam di Desa Kecamatan Sibulue yakni Desa Tunreng Tellue, Desa
Pasaka, Desa Bulie, Desa Mabbiring Desa Massenreng Pulu dan Desa Balieng Toa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembagaian waris antara anak
perempuan dan anak laki-laki di Kecamatan Sibulue dilakukan dengan cara dilakukan
dengan pembagian harta warisan diberikan tidak sama rata karena ada perbedaan
antara hak anak laki-laki dan perempuan yang banyakan bahwa anak laki-laki lebih
banyak karena anak laki-laki nantinya akan berkeluarga akan memberikan haknyak
untuk menafkahi kepada istri maupun anak-anaknya dikemudian hari. Adapun
kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat Bugis
di Kecamatan Sibulue bahwa kedudukan perempuan dalam hukum waris Islam dan
hukum waris adat Bugis jika perempuan mendapatkan lebih banyak daripada
saudaranya yang laki-laki sebagaimana biasa dijumpai dalam tradisi sebagian
masyarakat Bugis yang mewariskan barang yang lebih besar nilainya (misalnya
rumah, ruko, emas) sedangkan saudara laki-laki hanya memperoleh bagian yang lebih
kecil sehingga menimbulkan ketidakadilan maka itu juga merupakan bentuk
kezaliman dalam kewarisan. Oleh karena itu, asas asitinajang (kepatutan) dapat
menjadi salah satu alternatif untuk mendekati keadilan dalam praktik kewarisan.
Budaya asitinajang mengandung makna bahwa sejatinya pembagian harta warisan
mengandung nilai-nilai kearifan lokal (al-‘ūrf) yang diakomodir dalam Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis dapat menyimpulkan yakni
sebagai berikut:
1. Pembagaian waris antara anak perempuan dan anak laki-laki di Kec.Sibulue
dilakukan dengan cara dilakukan dengan pembagian harta warisan diberikan
tidak sama rata karena ada perbedaan antara hak anak laki-laki dan perempuan
yang banyakan bahwa anak laki-laki lebih banyak karena anak laki-laki
nantinya akan berkeluarga akan memberikan haknyak untuk menafkahi kepada
istri maupun anak-anaknya dikemudian hari.
2. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris Islam dan hukum waris adat
Bugis di Kec. Sibulue bahwa kedudukan perempuan dalam hukum waris
Islam dan hukum waris adat Bugis jika perempuan mendapatkan lebih banyak
daripada saudaranya yang laki-laki sebagaimana biasa dijumpai dalam tradisi
sebagian masyarakat Bugis yang mewariskan barang yang lebih besar nilainya
(misalnya rumah, ruko, emas) sedangkan saudara laki-laki hanya memperoleh
bagian yang lebih kecil sehingga menimbulkan ketidakadilan maka itu juga
merupakan bentuk kezhaliman dalam kewarisan. Oleh karena itu, asas
asitinajang (kepatutan) dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendekati
keadilan dalam praktik kewarisan. Budaya asitinajang mengandung makna
bahwa sejatinya pembagian harta warisan mengandung nilai-nilai kearifan
lokal (al-‘ūrf) yang diakomodir dalam Islam.
B. Saran
Menurut hasil yang diperoleh dalam penlitian ini maka penulis
memberikan masukan atau saran terkait dengan hasil penelitian di peroleh
yakni, khususnya masayarakat Desa Tunreng Tellue Kec. Sibulue bahwa
untuk pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris harus dibagi
dengan sama rata karena anak laki-laki dan perempuan tidak boleh di beda
bedakan karena mereka sama-sama anak dari ahli waris, sehingga penulis
memandang pembagian harta warisan pada adat Bugis Bone di Desa Tunreng
Tellue khususnya jika di lihat dari maslahatnya sesuai dengan hukum Islam
karena tidak menimbulkan mudhorat akan tetapi tidak sesuai dengan syariat
Islam.
Ketersediaan
| SSYA20220070 | 70/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
70/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
