Konsepsi Najis Dalam Al-Qur'an
Surianti/03.17.1001 - Personal Name
This thesis discusses the various kinds of uncleanness which cause a person to
be categorized as unclean both in mind and in body, by doing deeds that cause their
heart to be stained or their body to be stained because of the outside. This study aims
to provide an understanding to the community about uncleanness caused by practices
and uncleanness found in a field or in clothing which causes obstruction from doing
religious deeds.
To obtain conclusions from the main problem, the writer uses a research
library (library) by conducting studies in various sources in the form of books,
encyclopedias, dictionaries, journals, and books related to the object of this research,
then performs data management using the method. citation directly or indirectly from
various sources. Then the researcher examines unclean in the context of jurisprudence
and unclean in the context of theology to find things that cause someone to be
prevented from doing deeds and which cause one's heart to be tarnished with
immorality. In the Qur'an, unclean is divided into two, namely unclean in terms of
fiqh and faith.
A person can also be categorized as unclean from the side of faith if in their
heart there are shirk or bad practices that cause their heart to be tarnished with
unclean (immoral), not just dirt on clothes or a field so that they are categorized as
unclean in the context of fiqh. Because what is meant by al-Musyrikūna najsun are
people who are in their hearts shirking, which is caused by their practices that are not
in accordance with the syari'at.
A. Kesimpulan
1. Dalam al-Qur’an istilah-istilah yang bermakna najis ditemukan ada beberapa
istilah yaitu najsun, rijsun, dan khabīṡun. Pada istilah najsun diulangi sebanyak
satu kali dalam al-Qur’an yang bermakna sebagai najis dalam konteks fikih
yaitu kenajisan dari sisi akidah seorang kafir. Adapun pada istilah rijsun
diulangi sebanyak 10 kali dalam 7 surah, makna dari istilah rijsun yang
menjukan makna dalam konteks fikih diulangi hanya 1 kali dan makna dalam
konteks teologi diulangi sebanyak 9 kali, dalam konteks teologi makna rijsun
dimaknai dengan orang-orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsu maupun
orang munafik. Adapun dalam istilah khabīṡun diulangi sebanyak 16 kali dalam
9 surah, makna khabīṡun yang menunjukan makna dalam konteks fikih diulangi
sebanyak 11 kali dan dalam konteks teologi hanya diulangi sebanyak 5 kali,
dalam konteks teologi makna istilah khabīṡun dapat dimaknai dengan orang
yang cacat dari segi akidah, orang munafik, maupun perbuatan-perbuatan setan
yang dimurkai Allah swt.
2. Wujud najis dalam al-Qur’an dalam konteks fikih yang ada dalam al-Qur’an
yaitu air kencing, darah, bangkai, madzi, dan darah haid. Adapun wujud dari
najis dalam konteks teologi yang ada di dalam al-Qu’an yang perbuatan-
perbuatan setan yang medatangkan murka Allah, mengikuti hawa nafsu,
maupun orang-orang munafik.
3. Implikasi najis dalam sosial-kemasyarakatan memiliki berbagai perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Seperti, memasuki masjid, bagi wanita haid
mayoritas ulama melarang memasuki masjid dan jika ingin melintasi masjid
hanya karena dalam keadaan darurat, adapun orang kafir sebagian ulama
menganggap bahwa tidak mengapa orang kafir memasuki masjid karena di
masa Rasulullah orang kafir juga pernah memasuki masjid. Adapun memegang
al-Qur’an, wanita yang sedang haid atau orang junub jumhur ulama sepakat
melarang, namun ada pula yang membolehkan jika ada udzur, adapun orang
kafir tidak pantas memegang al-Qur’an karena islam saja dilarang memegang
al-Qur’an dalam keadaan berhadas kecil apalagi orang kafir yang tidak pernah
bersih dari junubnya. Membaca dan menghafal al-Qur’an bagi wanita haid atau
orang yang sedang junub jumhur ulama melarang namun ada yang
membolehkan jika ada udzur, seperti khawati akan kehilangan hafalannya, dan
orang kafir dilarang untuk membaca al-Qur’an, namun dibolehkan jika ingin
mempelajari islam dan ada kemungkinan untuk masuk islam. Dalam kajian
orientalis yang mengkaji dunia keislaman memiliki perdebatan mengenai hal
tersebut, ada umat islam yang menolak mentah kajian keislaman yang
dilakukan oleh orientalis karena memiliki syubhat menjatuhkan islam, namun
harus diakui ada karya orientalis yang memberikan kontribusi yang cukup
menguntungkan dalam kajian takhrij hadis dan tidak bisa ditandingi oleh umat
islam sekalipun.
Najis dalam konteks fikih, cenderung berasal dari luar yang mengakibatkan
jasmani seseorang terhalang melakukan ibadah shalat, dan cara mensucikan najis
tersebut adalah dengan mencuci zat najis tersebut sesuai dengan tuntunan dalam
syari’at yang sesuai dengan kadar najis yang menempel pada baju maupun suatu
bidang. Adapun najis dalam konteks teologi adalah najis atau noda yang berasal
dalam diri seseorang sendiri yang mengakibatkan hati mereka ternodai, yaitu yang
diakibatkan karena amalan-amalan mereka yang mengundang murka Allah swt, dan
cara mensucikan najis dalam kategori tersebut adalah dengan bertaubat kepada Allah
yaitu mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala
sesuatu yang di larang oleh Allah swt.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
mengajukan saran terkhusus kepada calon peneliti selanjutnya. Untuk lebih
sempurnahnya penelitian ini, maka penulis mengharapkan kepada calon penenliti lain
bisa mengembangkan pembahsan ini dengan judul yang sama namun dengan uraian
yang berbeda guna meningkatkan eksistesi tujuan dan kegunaan pembahasan ini,
sehingga lebih jelas untuk bisa diterapkan kedalam amalan-amalan seseorang guna
meningkat kualitas iman yang ada di dalam hati. Dan penulis juga mengharapkan
masukan atau kritikan yang sifatnya membangun, yang bisa lebih menyempurnakan
penelitian yang akan dilaksanakan oleh calon peneliti selanjutnya. Dan semoga
pembahsan dalam penelitian ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan
sebagai bahan penelitian bagi calon peneliti selanjutnya.
be categorized as unclean both in mind and in body, by doing deeds that cause their
heart to be stained or their body to be stained because of the outside. This study aims
to provide an understanding to the community about uncleanness caused by practices
and uncleanness found in a field or in clothing which causes obstruction from doing
religious deeds.
To obtain conclusions from the main problem, the writer uses a research
library (library) by conducting studies in various sources in the form of books,
encyclopedias, dictionaries, journals, and books related to the object of this research,
then performs data management using the method. citation directly or indirectly from
various sources. Then the researcher examines unclean in the context of jurisprudence
and unclean in the context of theology to find things that cause someone to be
prevented from doing deeds and which cause one's heart to be tarnished with
immorality. In the Qur'an, unclean is divided into two, namely unclean in terms of
fiqh and faith.
A person can also be categorized as unclean from the side of faith if in their
heart there are shirk or bad practices that cause their heart to be tarnished with
unclean (immoral), not just dirt on clothes or a field so that they are categorized as
unclean in the context of fiqh. Because what is meant by al-Musyrikūna najsun are
people who are in their hearts shirking, which is caused by their practices that are not
in accordance with the syari'at.
A. Kesimpulan
1. Dalam al-Qur’an istilah-istilah yang bermakna najis ditemukan ada beberapa
istilah yaitu najsun, rijsun, dan khabīṡun. Pada istilah najsun diulangi sebanyak
satu kali dalam al-Qur’an yang bermakna sebagai najis dalam konteks fikih
yaitu kenajisan dari sisi akidah seorang kafir. Adapun pada istilah rijsun
diulangi sebanyak 10 kali dalam 7 surah, makna dari istilah rijsun yang
menjukan makna dalam konteks fikih diulangi hanya 1 kali dan makna dalam
konteks teologi diulangi sebanyak 9 kali, dalam konteks teologi makna rijsun
dimaknai dengan orang-orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsu maupun
orang munafik. Adapun dalam istilah khabīṡun diulangi sebanyak 16 kali dalam
9 surah, makna khabīṡun yang menunjukan makna dalam konteks fikih diulangi
sebanyak 11 kali dan dalam konteks teologi hanya diulangi sebanyak 5 kali,
dalam konteks teologi makna istilah khabīṡun dapat dimaknai dengan orang
yang cacat dari segi akidah, orang munafik, maupun perbuatan-perbuatan setan
yang dimurkai Allah swt.
2. Wujud najis dalam al-Qur’an dalam konteks fikih yang ada dalam al-Qur’an
yaitu air kencing, darah, bangkai, madzi, dan darah haid. Adapun wujud dari
najis dalam konteks teologi yang ada di dalam al-Qu’an yang perbuatan-
perbuatan setan yang medatangkan murka Allah, mengikuti hawa nafsu,
maupun orang-orang munafik.
3. Implikasi najis dalam sosial-kemasyarakatan memiliki berbagai perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Seperti, memasuki masjid, bagi wanita haid
mayoritas ulama melarang memasuki masjid dan jika ingin melintasi masjid
hanya karena dalam keadaan darurat, adapun orang kafir sebagian ulama
menganggap bahwa tidak mengapa orang kafir memasuki masjid karena di
masa Rasulullah orang kafir juga pernah memasuki masjid. Adapun memegang
al-Qur’an, wanita yang sedang haid atau orang junub jumhur ulama sepakat
melarang, namun ada pula yang membolehkan jika ada udzur, adapun orang
kafir tidak pantas memegang al-Qur’an karena islam saja dilarang memegang
al-Qur’an dalam keadaan berhadas kecil apalagi orang kafir yang tidak pernah
bersih dari junubnya. Membaca dan menghafal al-Qur’an bagi wanita haid atau
orang yang sedang junub jumhur ulama melarang namun ada yang
membolehkan jika ada udzur, seperti khawati akan kehilangan hafalannya, dan
orang kafir dilarang untuk membaca al-Qur’an, namun dibolehkan jika ingin
mempelajari islam dan ada kemungkinan untuk masuk islam. Dalam kajian
orientalis yang mengkaji dunia keislaman memiliki perdebatan mengenai hal
tersebut, ada umat islam yang menolak mentah kajian keislaman yang
dilakukan oleh orientalis karena memiliki syubhat menjatuhkan islam, namun
harus diakui ada karya orientalis yang memberikan kontribusi yang cukup
menguntungkan dalam kajian takhrij hadis dan tidak bisa ditandingi oleh umat
islam sekalipun.
Najis dalam konteks fikih, cenderung berasal dari luar yang mengakibatkan
jasmani seseorang terhalang melakukan ibadah shalat, dan cara mensucikan najis
tersebut adalah dengan mencuci zat najis tersebut sesuai dengan tuntunan dalam
syari’at yang sesuai dengan kadar najis yang menempel pada baju maupun suatu
bidang. Adapun najis dalam konteks teologi adalah najis atau noda yang berasal
dalam diri seseorang sendiri yang mengakibatkan hati mereka ternodai, yaitu yang
diakibatkan karena amalan-amalan mereka yang mengundang murka Allah swt, dan
cara mensucikan najis dalam kategori tersebut adalah dengan bertaubat kepada Allah
yaitu mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala
sesuatu yang di larang oleh Allah swt.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
mengajukan saran terkhusus kepada calon peneliti selanjutnya. Untuk lebih
sempurnahnya penelitian ini, maka penulis mengharapkan kepada calon penenliti lain
bisa mengembangkan pembahsan ini dengan judul yang sama namun dengan uraian
yang berbeda guna meningkatkan eksistesi tujuan dan kegunaan pembahasan ini,
sehingga lebih jelas untuk bisa diterapkan kedalam amalan-amalan seseorang guna
meningkat kualitas iman yang ada di dalam hati. Dan penulis juga mengharapkan
masukan atau kritikan yang sifatnya membangun, yang bisa lebih menyempurnakan
penelitian yang akan dilaksanakan oleh calon peneliti selanjutnya. Dan semoga
pembahsan dalam penelitian ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan
sebagai bahan penelitian bagi calon peneliti selanjutnya.
Ketersediaan
| SFUD20210004 | 04/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
04/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FUD
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
