Tinjauan Tindak Pidana Terhadap Membawa Senjata Tajam Jenis Kawali (Badik) (Studi di Kabupaten Bone)
Salamatang/01.18.4036 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Terhadap Tindak Pidana Membawa
Senjata Tajam Jenis kwli Kawali (Badik) di Kabupaten Bone. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah penafsiran masyarakat dan pihak penegak hukum
dalam nenanggapi penggunaan kwli (kawali) di Kabupaten Bone yang
seringkali berbeda. Oleh karena itu penulis melakukan pengkajian penggunaan
kwli kawali dengan Pemerhati Budaya atau penre bessi (pandai besi) dan
pihak penegak hukum berdasarkan UU Darurat No 12 Tahun 1951. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kajian social cultural masyarakat Bone mengenai
kwli (kawali), pandangan tokoh pemerhati budaya terhadap kwli (kawali)
dan penerapan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1951 Darurat dan pandangan yuridis
penegak hukum terhadap Penerapan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1951 Darurat dalam
penerapan sanksi bagi masyarakat yang membawa kwli (kawali).
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan
kualitatif. dimana penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan
langsung pada instansi orang terkait yang menjadi objek untuk mendapatkan data
primer dan data skunder. Dimana yang menjadi objek penelitian adalah Polres
Bone, Kejaksaan Negeri Bone, Pengadilan Negeri Bone dan beberapa Pemerhati
Budaya di Kabupaten Bone. Namum dalam penelitian ini tetap menggunakan
literature kepustakaan atau library research.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Bone pada masa lampau merupakan
sebuah wilayah berbentuk kerajaan yang resmi berdiri dalam bentuk kerajaan
pada tahun hingga pada tahun 1330. Setelah itu pada saat tahun 1955 ketika
kedatangan presiden Soekarno di bol subiea (Bola SubbiE) Bone resmi
bergabung ke NKRI. Sejarah panjang itulah yang menyebabkan masyarakat Bone
mengalami banyak perubahan budaya. La Ummasa' to Mammulaiye Panreng yang
diberi gelar petta Panre BessiE merupakan raja yang memperkenalkan cara teknik
penempahan besi untuk menjadi beberapa benda seperti alat pertanian dan alat
pelindung seperti badik. Sejarah panjang inilah yang menyebakan cultur
masyarakat Bone tidak bisa terlepas dari kwli (kawali). Selain itu kwli
(kawali) atau badik sebagai pranata kekerabatan, sebagai pranata ekonomi,
sebagai pranata agama/kepercayaan, dan sebagai pranata politik. Pada awalnya
kwli (kawali) hanya dikenal di llE bt (Laleng Bata/dalam tembok istana
kerajaan Bone), sedangkan di sliwE bt Saliweng Bata (diluar benteng
kerajaan Bone) memiliki panggunanaan nama yang berbeda-beda. kwli
(kawali) memiliki fungsi seperti sEnu-sEnu a (sennu-sennuang), aEru-aEru blu
(eru-eru balu), sGia (sangiang) atau arj (arajang), psPo siri (passampo
siri), ps bE arusu (passambe arusu) dan aPi klE (ampi kale)’. kwli
Kawali telah dinobatkan sebagai WBTBSulawesi selatan dari kabupaten Bone
sebagai “nilai”, maka dalam penggunaanya harus tetap berdasarkan Undang-
Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat. kwli (kawali) yang dibawa
tanpa hak dan tidak sesuai dengan peruntukannya sudah masuk dalam rumusan
unsur pidana padaUndang-Undang No 12 Tahun 1951 Tentang Darurat dan wajib
di proses dengan tetap mempertimbangkan social cultural masyarakat Bone.
A. Simpulan
1. Bone pada masa lampau merupakan sebuah berbentuk wilayah kerajaan
kecil yang dipimpin oleh mtoa an ( matoa anang) atau ketua kaum,
seperti seperti wnua auju ( wanua Ujung), tibiji ( Tibojong), t ( Ta’),
tenet riat ( Tanete Riattang), tenet riaw ( Tanete Riawang) ,
poec ( Ponceng), dan meceg ( Macege) yang terus berselisih. Hingga
pada tahun 1330 turunlan seorang pemimpim dari langit bernama
Manurunge Ri Matajang Mata SilompoE yang memimpin kerajaan Bone
sampai pada tahun 1358. Setelah itu digantikan oleh keturunannya menjadi
ar (u arung) atau raja mulai raja Bone ke 2 (dua) La Ummasa' to
Mammulaiye Panreng petta Panre BessiE (1358-1424) sampai pada raja
Bone ke 33 (tigapulih tiga) La Pabbenteng Petta Lawa' MatinroE ri Matuju
(1946-1951). Kerajaan Bone dibawah pimpinan La Pabbenteng Petta Lawa'
pernah dipengaruhi oleh NICA dengan membentuk Negara Indonesia Timur
kemudian NICA runtuh bersamaan dengan runtuhnya Republik Indonesia
Serikat.
Kerajaan Bone resmi bergabung dengan NKRI pada tahun 1955 pada
saat kedatangan presiden Soekarno di bol subiea ( Bola SubbiE) Bone.
Setelah Bone bergabung ke NKRI, wilayah Bone bernama afdeeling Bone
yang terdiri dari wilayah tEluPocoea ( tellumpoccoe). Pada tahun 1957
afdeeling Bone pecah menjadi tiga bagian diantaranya kabupaten Bone
dengan ibu kotanya Watampone, Kebupaten Wajo dengan ibu kotnya
Sengkang dan Kabupaten Soppeng dengan ibu kotanya Watassoppeng.
Pada saat itu A.Pangerang Deng Rani diangkat menjadi kepala Daerah
Bone, sampai pada saat ini Bone dipimpin oleh Bupati Bone Dr.H.Andi
Fahsar M.Padjalangi, M.Si. Sejarah panjang itulah yang menyebabkan
masyarakat Bone mengalami banyak perubahan budaya.
La Ummasa' to Mammulaiye Panreng yang diberi gelar petta Panre
BessiE (raja yang pandai membuat senjata dari besi). Raja inilah yang
memperkenalkan cara teknik penempahan besi untuk menjadi beberapa
benda seperti alat pertanian dan alat pelindung seperti badik. kwli
( kawali) pada masyarakat Bone merupakan aksesori pelengkap dalam
kehidupan sehari-hari, Panggunaan kwlii( kawali) di Bone pada dasarnya
bukan hanya sebatas aksesoris namum juga senjata tajam yang digunakan
untuk berperang dari serangan kerjaan-kerajaan sekitar Bone maupun
serangan penjajah. Sejarah panjang inilah yang menyebakan cultur
masyarakat Bone tidak bisa terlepas dari kwlii( kawali), selain menjadikan
kawali sebagai senjata tajam masyarakat Bone juga menggunakan kwli
( kawali) di berbagai aktifitasnya.
Fungsi badik bukan hanya sebagai alat perang semata namum kawali
juga digunakan dalam berbagai aspek kegiatan sehari-harinya. Misalnya
sebagai kebutuhan sosial, kebutuhan artistic dan kebutuhan spiritual. Selain
itu mwli ( kawali) atau badik sebagai pranata kekerabatan, sebagai pranata
ekonomi, sebagai pranata agama/kepercayaan, dan sebagai pranata politik.
2. kwlii( kawali) yang dibawa tanpa hak dan tidak sesuai dengan
peruntukannya sudah masuk dalam rumusan unsur pidana dalam Undang-
Undang No 12 Tahun 1951 Tentang Darurat dan wajib di proses sesuai
dengan undang-undang ini. Penggunaan kwlii( kawali) yang sesuai
dengan peruntukannya seperti penggunaan pada prosesi aGru/aGoso
( anggaru/ mangosong) atau tri pkn ( tari pakkanna) atau eser bisu
( sere bissu’). Jenis, ukuran dan pamor kwlii( kawali) tidak mempengaruhi
masa tahanan, namum yang dijadikan pertimbangan adalah kronologi
kasusunya dengan mempertimbangkan hal meringankan dan hal
memberatkan. Salah satu hal yang meringankan adalah seorang peR bEsi
( panre bessi) atau pengrajin besi membawa kwli ( kawali) untuk
menemui pembeli ataupun seorang pelaksana adat membawa kwli
( kawali) menuju ke kegiatan adat ataupun budaya. Dengan demikian pihak
penegak hukum harus berkaca mata kuda artinya harus mempertimbangkan
banyak aspek.
kwli ( kawali) adalah senjata tajam yang dalamnya terkandung
nikel, nikel-nikel itu diyakini memiliki nilai tertentu oleh masyarakat Bugis.
Pada awalnya kwli ( kawali) hanya dikenal di llE bt ( Laleng Bata)
atau dalam tembok istana kerajaan Bone, sedangkan di sliwE bt
( Saliweng Bata) atau diluar benteng kerajaan Bone memiliki panggunanaan
nama yang berbeda-beda. Fungsi kwli ( kawali) tergantung pemiliknya,
ada beberapa masyarakat menjadikannya sebagai sEnu-sEnua ( sennu-
sennuang) dan earu-earu blu ( eru-eru balu), ada juga sebagai
sGia/arj ( sangiang) atau (arajang), ada juga yang menjadikan sebagai
psPo siri passampo siri. Sebagian menjadikannya sebagai “ pseb
arusu; ( passambe arusu”) atau pengganti rusuk dan aPi kel. ( ampi
kale’) atau penjaga diri.
kwli ( kawali) telah dinobatkan sebagai Warisan Budaya
Takbenda (WBTB) Sulawesi selatan dari kabupaten Bone. Meskipun
kwli ( kawali) telah dinobatkan sebagai WBTB namum hanya sebagai
“nilai”, maka dalam penggunaanya harus tetap berdasarkan Undang-Undang
No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat. kwli ( kawali) mendapatkan
pengecualian pada Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat
Pasal 2 ayat (2) “untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan”.
Namun beda halnya dengan membawa kwli ( kawali) ke tempat umum
yang tidak berkaitan dengan budaya ataupun adat, karena tidak sesuai
dengan peruntukannya.
Pemberlakukan Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat
secara maksimal tidak lah efektif karena setiap setiap daerah memiliki kultur
yang berbeda-beda misalnya pada hari jadi Bone dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang mengharuskan menggunakan mwli ( kawali) maka dalam
penerapannya harus memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Apalagi
Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat ini dibuat saat
pemberontakan terjadi dimana-mana. Tetapi kerena tidak pernah diadakan
perubahan maka Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat ini
tetap berlaku sampai pada hari ini.
B. Saran
Badik dan kwli ( kawali) merupakan senjata tradisional yang sangat
berharga karena merupakan produk kebudayaan dan indentitas masyarakat Bone.
Oleh karena itu penulis menyarankan agar setiap masyarakat Bone tetap
mempertahankan, menjaga, melestarikan dan memeliharanya karena telah diakui
sebagai Warisan Budaya Takbenda. Penulis juga menyarankan agar pemerintah
kabupaten Bone membuat produk hukum untuk mengatur penggunaan badik dan
kwli ( kawali) di Kabupaten Bone dengan mengingat Undang-Undang No 12
Tahun 1951 Tentang Darurat merupakan undang-undang yang cukup tua dan
tidak diadakan perubahan.
Senjata Tajam Jenis kwli Kawali (Badik) di Kabupaten Bone. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah penafsiran masyarakat dan pihak penegak hukum
dalam nenanggapi penggunaan kwli (kawali) di Kabupaten Bone yang
seringkali berbeda. Oleh karena itu penulis melakukan pengkajian penggunaan
kwli kawali dengan Pemerhati Budaya atau penre bessi (pandai besi) dan
pihak penegak hukum berdasarkan UU Darurat No 12 Tahun 1951. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kajian social cultural masyarakat Bone mengenai
kwli (kawali), pandangan tokoh pemerhati budaya terhadap kwli (kawali)
dan penerapan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1951 Darurat dan pandangan yuridis
penegak hukum terhadap Penerapan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1951 Darurat dalam
penerapan sanksi bagi masyarakat yang membawa kwli (kawali).
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan
kualitatif. dimana penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan
langsung pada instansi orang terkait yang menjadi objek untuk mendapatkan data
primer dan data skunder. Dimana yang menjadi objek penelitian adalah Polres
Bone, Kejaksaan Negeri Bone, Pengadilan Negeri Bone dan beberapa Pemerhati
Budaya di Kabupaten Bone. Namum dalam penelitian ini tetap menggunakan
literature kepustakaan atau library research.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Bone pada masa lampau merupakan
sebuah wilayah berbentuk kerajaan yang resmi berdiri dalam bentuk kerajaan
pada tahun hingga pada tahun 1330. Setelah itu pada saat tahun 1955 ketika
kedatangan presiden Soekarno di bol subiea (Bola SubbiE) Bone resmi
bergabung ke NKRI. Sejarah panjang itulah yang menyebabkan masyarakat Bone
mengalami banyak perubahan budaya. La Ummasa' to Mammulaiye Panreng yang
diberi gelar petta Panre BessiE merupakan raja yang memperkenalkan cara teknik
penempahan besi untuk menjadi beberapa benda seperti alat pertanian dan alat
pelindung seperti badik. Sejarah panjang inilah yang menyebakan cultur
masyarakat Bone tidak bisa terlepas dari kwli (kawali). Selain itu kwli
(kawali) atau badik sebagai pranata kekerabatan, sebagai pranata ekonomi,
sebagai pranata agama/kepercayaan, dan sebagai pranata politik. Pada awalnya
kwli (kawali) hanya dikenal di llE bt (Laleng Bata/dalam tembok istana
kerajaan Bone), sedangkan di sliwE bt Saliweng Bata (diluar benteng
kerajaan Bone) memiliki panggunanaan nama yang berbeda-beda. kwli
(kawali) memiliki fungsi seperti sEnu-sEnu a (sennu-sennuang), aEru-aEru blu
(eru-eru balu), sGia (sangiang) atau arj (arajang), psPo siri (passampo
siri), ps bE arusu (passambe arusu) dan aPi klE (ampi kale)’. kwli
Kawali telah dinobatkan sebagai WBTBSulawesi selatan dari kabupaten Bone
sebagai “nilai”, maka dalam penggunaanya harus tetap berdasarkan Undang-
Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat. kwli (kawali) yang dibawa
tanpa hak dan tidak sesuai dengan peruntukannya sudah masuk dalam rumusan
unsur pidana padaUndang-Undang No 12 Tahun 1951 Tentang Darurat dan wajib
di proses dengan tetap mempertimbangkan social cultural masyarakat Bone.
A. Simpulan
1. Bone pada masa lampau merupakan sebuah berbentuk wilayah kerajaan
kecil yang dipimpin oleh mtoa an ( matoa anang) atau ketua kaum,
seperti seperti wnua auju ( wanua Ujung), tibiji ( Tibojong), t ( Ta’),
tenet riat ( Tanete Riattang), tenet riaw ( Tanete Riawang) ,
poec ( Ponceng), dan meceg ( Macege) yang terus berselisih. Hingga
pada tahun 1330 turunlan seorang pemimpim dari langit bernama
Manurunge Ri Matajang Mata SilompoE yang memimpin kerajaan Bone
sampai pada tahun 1358. Setelah itu digantikan oleh keturunannya menjadi
ar (u arung) atau raja mulai raja Bone ke 2 (dua) La Ummasa' to
Mammulaiye Panreng petta Panre BessiE (1358-1424) sampai pada raja
Bone ke 33 (tigapulih tiga) La Pabbenteng Petta Lawa' MatinroE ri Matuju
(1946-1951). Kerajaan Bone dibawah pimpinan La Pabbenteng Petta Lawa'
pernah dipengaruhi oleh NICA dengan membentuk Negara Indonesia Timur
kemudian NICA runtuh bersamaan dengan runtuhnya Republik Indonesia
Serikat.
Kerajaan Bone resmi bergabung dengan NKRI pada tahun 1955 pada
saat kedatangan presiden Soekarno di bol subiea ( Bola SubbiE) Bone.
Setelah Bone bergabung ke NKRI, wilayah Bone bernama afdeeling Bone
yang terdiri dari wilayah tEluPocoea ( tellumpoccoe). Pada tahun 1957
afdeeling Bone pecah menjadi tiga bagian diantaranya kabupaten Bone
dengan ibu kotanya Watampone, Kebupaten Wajo dengan ibu kotnya
Sengkang dan Kabupaten Soppeng dengan ibu kotanya Watassoppeng.
Pada saat itu A.Pangerang Deng Rani diangkat menjadi kepala Daerah
Bone, sampai pada saat ini Bone dipimpin oleh Bupati Bone Dr.H.Andi
Fahsar M.Padjalangi, M.Si. Sejarah panjang itulah yang menyebabkan
masyarakat Bone mengalami banyak perubahan budaya.
La Ummasa' to Mammulaiye Panreng yang diberi gelar petta Panre
BessiE (raja yang pandai membuat senjata dari besi). Raja inilah yang
memperkenalkan cara teknik penempahan besi untuk menjadi beberapa
benda seperti alat pertanian dan alat pelindung seperti badik. kwli
( kawali) pada masyarakat Bone merupakan aksesori pelengkap dalam
kehidupan sehari-hari, Panggunaan kwlii( kawali) di Bone pada dasarnya
bukan hanya sebatas aksesoris namum juga senjata tajam yang digunakan
untuk berperang dari serangan kerjaan-kerajaan sekitar Bone maupun
serangan penjajah. Sejarah panjang inilah yang menyebakan cultur
masyarakat Bone tidak bisa terlepas dari kwlii( kawali), selain menjadikan
kawali sebagai senjata tajam masyarakat Bone juga menggunakan kwli
( kawali) di berbagai aktifitasnya.
Fungsi badik bukan hanya sebagai alat perang semata namum kawali
juga digunakan dalam berbagai aspek kegiatan sehari-harinya. Misalnya
sebagai kebutuhan sosial, kebutuhan artistic dan kebutuhan spiritual. Selain
itu mwli ( kawali) atau badik sebagai pranata kekerabatan, sebagai pranata
ekonomi, sebagai pranata agama/kepercayaan, dan sebagai pranata politik.
2. kwlii( kawali) yang dibawa tanpa hak dan tidak sesuai dengan
peruntukannya sudah masuk dalam rumusan unsur pidana dalam Undang-
Undang No 12 Tahun 1951 Tentang Darurat dan wajib di proses sesuai
dengan undang-undang ini. Penggunaan kwlii( kawali) yang sesuai
dengan peruntukannya seperti penggunaan pada prosesi aGru/aGoso
( anggaru/ mangosong) atau tri pkn ( tari pakkanna) atau eser bisu
( sere bissu’). Jenis, ukuran dan pamor kwlii( kawali) tidak mempengaruhi
masa tahanan, namum yang dijadikan pertimbangan adalah kronologi
kasusunya dengan mempertimbangkan hal meringankan dan hal
memberatkan. Salah satu hal yang meringankan adalah seorang peR bEsi
( panre bessi) atau pengrajin besi membawa kwli ( kawali) untuk
menemui pembeli ataupun seorang pelaksana adat membawa kwli
( kawali) menuju ke kegiatan adat ataupun budaya. Dengan demikian pihak
penegak hukum harus berkaca mata kuda artinya harus mempertimbangkan
banyak aspek.
kwli ( kawali) adalah senjata tajam yang dalamnya terkandung
nikel, nikel-nikel itu diyakini memiliki nilai tertentu oleh masyarakat Bugis.
Pada awalnya kwli ( kawali) hanya dikenal di llE bt ( Laleng Bata)
atau dalam tembok istana kerajaan Bone, sedangkan di sliwE bt
( Saliweng Bata) atau diluar benteng kerajaan Bone memiliki panggunanaan
nama yang berbeda-beda. Fungsi kwli ( kawali) tergantung pemiliknya,
ada beberapa masyarakat menjadikannya sebagai sEnu-sEnua ( sennu-
sennuang) dan earu-earu blu ( eru-eru balu), ada juga sebagai
sGia/arj ( sangiang) atau (arajang), ada juga yang menjadikan sebagai
psPo siri passampo siri. Sebagian menjadikannya sebagai “ pseb
arusu; ( passambe arusu”) atau pengganti rusuk dan aPi kel. ( ampi
kale’) atau penjaga diri.
kwli ( kawali) telah dinobatkan sebagai Warisan Budaya
Takbenda (WBTB) Sulawesi selatan dari kabupaten Bone. Meskipun
kwli ( kawali) telah dinobatkan sebagai WBTB namum hanya sebagai
“nilai”, maka dalam penggunaanya harus tetap berdasarkan Undang-Undang
No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat. kwli ( kawali) mendapatkan
pengecualian pada Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat
Pasal 2 ayat (2) “untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan”.
Namun beda halnya dengan membawa kwli ( kawali) ke tempat umum
yang tidak berkaitan dengan budaya ataupun adat, karena tidak sesuai
dengan peruntukannya.
Pemberlakukan Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat
secara maksimal tidak lah efektif karena setiap setiap daerah memiliki kultur
yang berbeda-beda misalnya pada hari jadi Bone dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang mengharuskan menggunakan mwli ( kawali) maka dalam
penerapannya harus memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Apalagi
Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat ini dibuat saat
pemberontakan terjadi dimana-mana. Tetapi kerena tidak pernah diadakan
perubahan maka Undang-Undang No.12 Tahun 1951 Tentang Darurat ini
tetap berlaku sampai pada hari ini.
B. Saran
Badik dan kwli ( kawali) merupakan senjata tradisional yang sangat
berharga karena merupakan produk kebudayaan dan indentitas masyarakat Bone.
Oleh karena itu penulis menyarankan agar setiap masyarakat Bone tetap
mempertahankan, menjaga, melestarikan dan memeliharanya karena telah diakui
sebagai Warisan Budaya Takbenda. Penulis juga menyarankan agar pemerintah
kabupaten Bone membuat produk hukum untuk mengatur penggunaan badik dan
kwli ( kawali) di Kabupaten Bone dengan mengingat Undang-Undang No 12
Tahun 1951 Tentang Darurat merupakan undang-undang yang cukup tua dan
tidak diadakan perubahan.
Ketersediaan
| SSYA20220288 | 288/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
288/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
