Skripsi ini membahas tentang Pelaksanaan Tugas Kepolisan dalam
Penanganan Unjuk Rasa di Wilayah Kabupaten Bone berdasarkan Prinsip-Prinsip
Hak Asasi Manusia. Pokok permasalahannya adalah Bagaimana Kepolisian Polres
Bone dalam menangani unjuk rasa berdasarkan perinsip-perinsip HAM, Bagaimana
kepolisian Polres Bone dalam menangani unjuk rasa berdasarkan perinsip-perinsip
HAM.
Jenis penelitian adalah Penelitian Lapangan yang bersifat kualitatif kemudian
dipaparkan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan Yuridis empiris
artinya pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam
interaksi sosial di dalam masyarakat, Berfungsi sebagai penunjang untuk
mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan
penelitian.
Hasil penenelitian menunjukkan Hasil penenelitian menunjukkan bahwa
Kepolisian Polres Bone telah melakukan penanganan unjuk rasa berdasarkan prinsip-
prinsip Hak Asasi Manusia dengan tetap menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat, Tertib dan tegaknya hukum, Serta terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian Polres Bone melarang
anggotanya Dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan
prosedur, Termasuk mengucapkan kata-kata kotor, Pelecehan seksual, atau memaki-
maki pengunjuk rasa.
Kendala Polres Bone dalam menagani unjuk rasa adalah kurangnya
pengetahuan dari para demonstran tentang tata cara penyampaian pendapat di depan
umum padahal sebagian besar dari kelompok aliansi mahasiswa, Demonstran
seringkali melanggar hak-hak masayarakat dalam menyampaikan pendapat,
Tindakan anarkis seperti merusak fasilitas umum.
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Kepolisian Resort Bone telah melakukan penanganan unjuk rasa
berdasarkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dengan tetap menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Dalam menangani unjuk rasa yang terjadi Kepolisian Resort
Bone melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan
yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan
kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun
dilarang.
2. Kendala Polres Bone dalam menagani unjuk rasa di Kabupaten Bone tidak
terlepas dari masalah kurangnya pengetahuan dari para demonstran
Tentang tata cara penyampaian pendapat di depan umum yang disebabkan
karena sebagian besar pengunjuk rasa dari kelompok aliansi mahasiswa
belum mengetahui mengenai keberadaan suatu Undang-Undang yang
mengatur tentang cara atau prosedur pelaksanaan aksi unjuk rasa. Selain
itu, para demonstran seringkali melanggar hak-hak masayarakat lainnya
dalam menyampaikan pendapat karena seringkali kegiatan unjuk rasa
berakhir dengan tindakan anarkis yang berdampak pada ketidak puasan
warga masyarakat khususnya para pelaku ekonomi yang aktivitasnya
merasa terganggu dan merugikan mereka.
B. Saran
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan maka dalam hal ini
menyarankan sebagai berikut :
1. Untuk Kepolisian Resort (Polres) Bone hendaknya dalam melakukan
upaya penanganan aksi unjuk rasa lebih menekankan kepada upaya
memberikan keasadaran hukum kepada para pengunjuk rasa, karena
pemberian kesadaran dalam berunjuk rasa dirasa lebih efektif untuk
mencegah terjadinya aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.
2. Untuk para demonstran diharapkan dapat memahami tata cara dan
prosedur pelaksanaan aksi unjuk rasa yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum sebelum melakukan aksi demonstrasi sehingga tidak
mengganggu hak-hak masyarakat lainnya.

SSYA20220083

83/2022

Perpustakaan Pusat

Tersedia