Konsep Konsumsi dalam Tafsir al-Manār Karya Muḥammad ‘Abduh (Analisis terhadap Ayat 168 Qs. Al-Baqarah/
Mariani/03.17.1003 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang konsumsi yang mana mengarah kepada ayat 168
Qs. Al-Baqarah yang di dalamnya mengenai ḥalālan dan ṭayyib. Fokus pembahasan
adalah bagaimana Muḥammad Abduh dalam memberikan pendapat mengenai
konsumsi yang ḥalālan dan ṭayyib. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah bagaimana penafsiran ayat 168 Qs. Al-Baqarah tentang konsumsi yang
ḥalālan dan ṭayyib menurut Muḥammad ‘Abduh dalam Tafsir al-Manār dan
bagaimana ḥalālan dan ṭayyib dalam ayat 168 Qs. Al-Baqarah secara umum.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library research). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
menggunakan pendekatan ilmu tafsir, pendekatan historis, pendekatan ilmu kesehatan
dan pendekatan ilmu ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Muḥammad bin ‘Abduh bin Hasan
Khairullāh di kenal juga dengan nama Muḥammad ‘Abduh lahir pada tahun 1266
H/1849 M di desa Mahallat Nāṣr kabupaten Al-Bahairah, Mesir. Beliau adalah ulama
kontemporer yang telah dipertemukan oleh seseorang yang bernama Muḥammad
Rasyīd Ridā, beliau adalah salah satu murid ‘Abduh yang sangat kagum atas
pemikirannya. Rasyīd Ridā memiliki tekad yang sangat kuat walaupun harus
menaggung kerugian material selama satu sampai dua tahun setelah penerbitan. Maka
dari itu, di ambillah al-Manār sebagai nama yang terpilih dari banyaknya usulan
nama dari Rasyīd Ridā, kitab tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai
dengan perkembangan zaman, dengan nama lainnya Tafsir al-Qur’an al-Ḥakīm.
Sumber penafsirannya perpaduan antara bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi,metode taḥlīlī
(analisis), corak penafsiran adab al-ijtimā’ī (corak tafsir yang berorientasi, budaya
dan kemasyarakatan). Sebagaimana beliau menafsirkan kata halālan-ṭayyibā
di dalam Qs. Al-Baqarah ayat 168. Halālan adalah makanan yang baik yang boleh
dimakan menurut ajaran Islam , yaitu sesuai dalam al-Qur’an dan al-Hadis.
Sedangkan ṭayyibā yaitu segala makanan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh,
dapat menimbulkan nafsu makan. Adapun Menurut muḥammad ‘Abduh dalam kitab
tafsir al-Manār mengenai Qs. Al-Baqarah ayat 168 yaitu Halālan adalah penetapan
dari ṭayyib dan ṭayyib penguat dari halal. Halal bisa saja ada tanpa adanya ṭayyib
sedangkan ṭayyib tidak akan ada kalau halalpun tidak ada, artinya makanan yang
tidak halal bisa dimakan dalam keaadan darurat.
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan pada bab-bab di atas, maka akan di kemukakan kesimpulan
guna menjawab rumusan masalah pada bab pertama, yaitu:
1. Yang di maksud dengan halālan-ṭayyibā di Qs. Al-Baqarah ayat 168. Halālan
adalah makanan yang baik yang boleh dimakan menurut ajaran Islam , yaitu
sesuai dalam al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan ṭayyibā yaitu segala makanan
yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu makan
dan tidak ada larangan pula dalam al-Qur’an maupun hadis. Tetapi dalam hal
yang lain diperlukan keterangan yang lebih jelas berdasarkan kesepakatan para
ulama dalam menetapkan sebuah hukum halālan-ṭayyibā.
2. Menurut perspektif Muḥammad ‘Abduh tentang Qs. Al-Baqarah ayat 168 ialah
penetapan lebih didahulukan dari pada penguat. Oleh karena itu, kenapa kata
ṭayyibā didahului dengan kata ḥalālan karena Halal adalah penetapan dari
ṭayyib dan ṭayyib penguat dari halal. Halal bisa saja ada tanpa adanya ṭayyib
sedangkan ṭayyib tidak akan ada kalau halalpun tidak ada, artinya makanan
yang tidak halal bisa dimakan dalam keaadan darurat. Pada dasarnya itu berarti
wajib makan dan minum sampai kadar dapat menguatkan badan dan bertahan
hidup atau bisa juga berarti sunnah dan boleh. Dan ada juga yang berpendapat
boleh sampai kamu menemukan makanan yang baik untuk kesehatanmu dan
halal berdasarkan syariat Islam. Makanan yang baik bukan saja dilihat dari
apakah makanan itu layak, bisa dinikmati, melainkan juga dilihat dari
dampaknya bagi tubuh, (misal: gula itu halal dan baik pula, namun menjadi
buruk bagi penderita diabetes).Yang halal artinya Allah membolehkan sesuatu
tetapi bukan berarti karena halal kemudian tidak diperhatikan kebutuhan tubuh.
Konsumsi yang baik artinya memilih makanan yang halal yang dibutuhkan dan
bermanfaat bagi tubuh.
B. Saran-saran
Beranjak dari ungkapan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Peneliti mengharapkan agar mengkonsumsi makanan yang halal dan baik
bagi
kesehatan tubuh karena makanan yang di konsumsi sangat
berpengaruh bagi tubuh.
2. penelitian ini dilakukan dengan penuh perjuangan dan kesungguhan.
Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan acuan
dalam penelitian selanjutnya. Semoga Allah swt senantiasa meridhoi
setiap langkah dan perbuatan. Amīn Yā Mujībassāilīn.
Qs. Al-Baqarah yang di dalamnya mengenai ḥalālan dan ṭayyib. Fokus pembahasan
adalah bagaimana Muḥammad Abduh dalam memberikan pendapat mengenai
konsumsi yang ḥalālan dan ṭayyib. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah bagaimana penafsiran ayat 168 Qs. Al-Baqarah tentang konsumsi yang
ḥalālan dan ṭayyib menurut Muḥammad ‘Abduh dalam Tafsir al-Manār dan
bagaimana ḥalālan dan ṭayyib dalam ayat 168 Qs. Al-Baqarah secara umum.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library research). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
menggunakan pendekatan ilmu tafsir, pendekatan historis, pendekatan ilmu kesehatan
dan pendekatan ilmu ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Muḥammad bin ‘Abduh bin Hasan
Khairullāh di kenal juga dengan nama Muḥammad ‘Abduh lahir pada tahun 1266
H/1849 M di desa Mahallat Nāṣr kabupaten Al-Bahairah, Mesir. Beliau adalah ulama
kontemporer yang telah dipertemukan oleh seseorang yang bernama Muḥammad
Rasyīd Ridā, beliau adalah salah satu murid ‘Abduh yang sangat kagum atas
pemikirannya. Rasyīd Ridā memiliki tekad yang sangat kuat walaupun harus
menaggung kerugian material selama satu sampai dua tahun setelah penerbitan. Maka
dari itu, di ambillah al-Manār sebagai nama yang terpilih dari banyaknya usulan
nama dari Rasyīd Ridā, kitab tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai
dengan perkembangan zaman, dengan nama lainnya Tafsir al-Qur’an al-Ḥakīm.
Sumber penafsirannya perpaduan antara bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi,metode taḥlīlī
(analisis), corak penafsiran adab al-ijtimā’ī (corak tafsir yang berorientasi, budaya
dan kemasyarakatan). Sebagaimana beliau menafsirkan kata halālan-ṭayyibā
di dalam Qs. Al-Baqarah ayat 168. Halālan adalah makanan yang baik yang boleh
dimakan menurut ajaran Islam , yaitu sesuai dalam al-Qur’an dan al-Hadis.
Sedangkan ṭayyibā yaitu segala makanan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh,
dapat menimbulkan nafsu makan. Adapun Menurut muḥammad ‘Abduh dalam kitab
tafsir al-Manār mengenai Qs. Al-Baqarah ayat 168 yaitu Halālan adalah penetapan
dari ṭayyib dan ṭayyib penguat dari halal. Halal bisa saja ada tanpa adanya ṭayyib
sedangkan ṭayyib tidak akan ada kalau halalpun tidak ada, artinya makanan yang
tidak halal bisa dimakan dalam keaadan darurat.
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan pada bab-bab di atas, maka akan di kemukakan kesimpulan
guna menjawab rumusan masalah pada bab pertama, yaitu:
1. Yang di maksud dengan halālan-ṭayyibā di Qs. Al-Baqarah ayat 168. Halālan
adalah makanan yang baik yang boleh dimakan menurut ajaran Islam , yaitu
sesuai dalam al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan ṭayyibā yaitu segala makanan
yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu makan
dan tidak ada larangan pula dalam al-Qur’an maupun hadis. Tetapi dalam hal
yang lain diperlukan keterangan yang lebih jelas berdasarkan kesepakatan para
ulama dalam menetapkan sebuah hukum halālan-ṭayyibā.
2. Menurut perspektif Muḥammad ‘Abduh tentang Qs. Al-Baqarah ayat 168 ialah
penetapan lebih didahulukan dari pada penguat. Oleh karena itu, kenapa kata
ṭayyibā didahului dengan kata ḥalālan karena Halal adalah penetapan dari
ṭayyib dan ṭayyib penguat dari halal. Halal bisa saja ada tanpa adanya ṭayyib
sedangkan ṭayyib tidak akan ada kalau halalpun tidak ada, artinya makanan
yang tidak halal bisa dimakan dalam keaadan darurat. Pada dasarnya itu berarti
wajib makan dan minum sampai kadar dapat menguatkan badan dan bertahan
hidup atau bisa juga berarti sunnah dan boleh. Dan ada juga yang berpendapat
boleh sampai kamu menemukan makanan yang baik untuk kesehatanmu dan
halal berdasarkan syariat Islam. Makanan yang baik bukan saja dilihat dari
apakah makanan itu layak, bisa dinikmati, melainkan juga dilihat dari
dampaknya bagi tubuh, (misal: gula itu halal dan baik pula, namun menjadi
buruk bagi penderita diabetes).Yang halal artinya Allah membolehkan sesuatu
tetapi bukan berarti karena halal kemudian tidak diperhatikan kebutuhan tubuh.
Konsumsi yang baik artinya memilih makanan yang halal yang dibutuhkan dan
bermanfaat bagi tubuh.
B. Saran-saran
Beranjak dari ungkapan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Peneliti mengharapkan agar mengkonsumsi makanan yang halal dan baik
bagi
kesehatan tubuh karena makanan yang di konsumsi sangat
berpengaruh bagi tubuh.
2. penelitian ini dilakukan dengan penuh perjuangan dan kesungguhan.
Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan acuan
dalam penelitian selanjutnya. Semoga Allah swt senantiasa meridhoi
setiap langkah dan perbuatan. Amīn Yā Mujībassāilīn.
Ketersediaan
| SFUD20210003 | 03/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
03/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FUD
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
