Pemberian Uang Pengganti (Iwadh) Dalam Kasus Cerait Khulu’ (Studi Pada Pengadilan Agama Kelas IA Watampone)
Risda Apriliana/ 01.18.1129 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Pemberian Uang Pengganti (Iwadh) Dalam
Kasus Cerai Khulu’ (Studi Pada Pengadilan Agama Kelas IA Watampone).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana proses pembayaran iwadh
dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA Watampene, kemudian faktor
penghambat dan pendukung implementasi pembayaran iwadh dalam cerai dalam
khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone, serta pandangan hukum
pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ menurut hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui proses pembayaran iwadh dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama
Kelas IA Watampene, kemudian mengetahui faktor penghambat dan pendukung
implementasi pembayaran iwadh dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA
Watampone, serta pandangan hukum pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ menurut
hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (filed research) kualitatif
dengan pendekatan yuridis-normatif, teologis-normatif dan empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada proses pembayaran iwadh
dalam kasus cerai khulu’ di pengadilan agama dilakukan di hadapan hakim ataupun di
depan kasir. Sementara faktor penghambat dan pendukung implementasi pembayaran
iwadh dalam cerai khulu’ yaitu ketika pihak istri tidak menyanggupi iwadh yang
diminta oleh suaminya sehingga sekarang lebih banyak yang mengajukan cerai biasa
daripada cerai khulu’. Dan pandangan hukum pembayaran iwadh dalam kasus khulu’
menurut hukum Islam itu dapat dilihat dalam surah al-Baqarah (2) ayat 229 dan
kebolehan memberikan iwadh terdapat dalam hadis nabi adalah sabdanya dari Anas
bin Malik menurut riwayat al-Bukhari.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Pada proses pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ yaitu suatu cara istri untuk
melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan dengan suaminya yaitu dengan
menebus dirinya. Iwadh dalam cerai khulu’ bisa berupa pengembalian mahar
atau bisa juga berupa uang yang di berikan istri kepada suaminya. Namun
dalam proses pembayaran iwadh di Pengadilan Agama Kelas I A Watampone
iwadh dilakukan di depan persidangan atau di depan kasir, kemudian kasir
mengirim uang tersebut ke Badan Amil Zakat Nasional tetapi karena biaya
pengiriman lebih mahal atau lebih besar dari pada yang dikirim maka uangi
wadh tersebut di berikan ke Mushallah Al- Mahkamah yang pada dasarnya
untuk kepentingan sosial.
2. Adapun Faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi pembayaran
iwadh di Pengadilan Agama Watampone yakni dalam faktor penghambatnya
ketika pihak suami meminta iwadh tetapi istri tidak mampu untuk menebus atau
membayar iwadh tersebut sehingga gugatan yaitu kembali ke gugatan biasa.
Sementara faktor pendukungnya ketika suami membaca sighat taklik yang
terdapat dalam buku nikah dan suami melanggar sighat taklik tersebut dan istri
pun tidak rida maka istri boleh menggugat suaminya dengan cara membayar
iwadh sebanyak Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) untuk menebus dirinya.
3. Berdasarkan padandangan hukum mengenai pembayaran iwadh menurut
hukum Islam yaitu dibolehkan, baik itu seukuran mahar mitsil atau kurang
boleh saja dan segala sesuatu yang boleh dijadikan mahar boleh juga dijadikan
iwadh dalam khulu’. Hal ini sudah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah
(2) ayat 229 “Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” Mengenai pembayarannya juga
bisa diserahkan langsung kepada suami ataupun boleh diserahkan kepada
Pengadilan Agama untuk di BadanAmil Zakat Nasionalyang pada dasarnya
untuk kepentingan sosial atau untuk keperluan ibadah.
B. Saran
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mealui penyusunan skripsi ini,
menyarankan atau mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Bagi Pengadilan Agama Watampone
Mengenai proses pelaksanaan dan pembayaran iwadh dalam kasus khulu’
sudah sesuai dengan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan.
Serta kiranya lebih terbuka dalam memberikan informasi mengenai iwadh
dalam cerai khulu’ ,dan membolehkan mahasiswa untuk mewawancarai lebih
dari 1 hakim atau pun panitera untuk memperoleh data yang lebih banyak.
2. Bagi Pasangan Suami Istri Untuk pasangan suami istri yang inginbercerai harus
lebih mempertimbangkan kembali keputusnnya, terutama ketika ingin bercerai
melalui jalan khulu’.Dan bagi istri yang ingin mengajukan cerai khulu’ lebih
baik memilih cerai gugat biasa karena tidak diberatkan dengan pembayaran
iwadh dari pihak suami. Selanjutnya bagi suami jangan memberakan istri
dalam hal pembayaran iwadh ketika istri ingin bercerai dengan jalan khulu’ .
Kasus Cerai Khulu’ (Studi Pada Pengadilan Agama Kelas IA Watampone).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana proses pembayaran iwadh
dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA Watampene, kemudian faktor
penghambat dan pendukung implementasi pembayaran iwadh dalam cerai dalam
khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA Watampone, serta pandangan hukum
pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ menurut hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui proses pembayaran iwadh dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama
Kelas IA Watampene, kemudian mengetahui faktor penghambat dan pendukung
implementasi pembayaran iwadh dalam cerai khulu’ di Pengadilan Agama Kelas IA
Watampone, serta pandangan hukum pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ menurut
hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (filed research) kualitatif
dengan pendekatan yuridis-normatif, teologis-normatif dan empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada proses pembayaran iwadh
dalam kasus cerai khulu’ di pengadilan agama dilakukan di hadapan hakim ataupun di
depan kasir. Sementara faktor penghambat dan pendukung implementasi pembayaran
iwadh dalam cerai khulu’ yaitu ketika pihak istri tidak menyanggupi iwadh yang
diminta oleh suaminya sehingga sekarang lebih banyak yang mengajukan cerai biasa
daripada cerai khulu’. Dan pandangan hukum pembayaran iwadh dalam kasus khulu’
menurut hukum Islam itu dapat dilihat dalam surah al-Baqarah (2) ayat 229 dan
kebolehan memberikan iwadh terdapat dalam hadis nabi adalah sabdanya dari Anas
bin Malik menurut riwayat al-Bukhari.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Pada proses pembayaran iwadh dalam kasus khulu’ yaitu suatu cara istri untuk
melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan dengan suaminya yaitu dengan
menebus dirinya. Iwadh dalam cerai khulu’ bisa berupa pengembalian mahar
atau bisa juga berupa uang yang di berikan istri kepada suaminya. Namun
dalam proses pembayaran iwadh di Pengadilan Agama Kelas I A Watampone
iwadh dilakukan di depan persidangan atau di depan kasir, kemudian kasir
mengirim uang tersebut ke Badan Amil Zakat Nasional tetapi karena biaya
pengiriman lebih mahal atau lebih besar dari pada yang dikirim maka uangi
wadh tersebut di berikan ke Mushallah Al- Mahkamah yang pada dasarnya
untuk kepentingan sosial.
2. Adapun Faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi pembayaran
iwadh di Pengadilan Agama Watampone yakni dalam faktor penghambatnya
ketika pihak suami meminta iwadh tetapi istri tidak mampu untuk menebus atau
membayar iwadh tersebut sehingga gugatan yaitu kembali ke gugatan biasa.
Sementara faktor pendukungnya ketika suami membaca sighat taklik yang
terdapat dalam buku nikah dan suami melanggar sighat taklik tersebut dan istri
pun tidak rida maka istri boleh menggugat suaminya dengan cara membayar
iwadh sebanyak Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) untuk menebus dirinya.
3. Berdasarkan padandangan hukum mengenai pembayaran iwadh menurut
hukum Islam yaitu dibolehkan, baik itu seukuran mahar mitsil atau kurang
boleh saja dan segala sesuatu yang boleh dijadikan mahar boleh juga dijadikan
iwadh dalam khulu’. Hal ini sudah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah
(2) ayat 229 “Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” Mengenai pembayarannya juga
bisa diserahkan langsung kepada suami ataupun boleh diserahkan kepada
Pengadilan Agama untuk di BadanAmil Zakat Nasionalyang pada dasarnya
untuk kepentingan sosial atau untuk keperluan ibadah.
B. Saran
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mealui penyusunan skripsi ini,
menyarankan atau mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Bagi Pengadilan Agama Watampone
Mengenai proses pelaksanaan dan pembayaran iwadh dalam kasus khulu’
sudah sesuai dengan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan.
Serta kiranya lebih terbuka dalam memberikan informasi mengenai iwadh
dalam cerai khulu’ ,dan membolehkan mahasiswa untuk mewawancarai lebih
dari 1 hakim atau pun panitera untuk memperoleh data yang lebih banyak.
2. Bagi Pasangan Suami Istri Untuk pasangan suami istri yang inginbercerai harus
lebih mempertimbangkan kembali keputusnnya, terutama ketika ingin bercerai
melalui jalan khulu’.Dan bagi istri yang ingin mengajukan cerai khulu’ lebih
baik memilih cerai gugat biasa karena tidak diberatkan dengan pembayaran
iwadh dari pihak suami. Selanjutnya bagi suami jangan memberakan istri
dalam hal pembayaran iwadh ketika istri ingin bercerai dengan jalan khulu’ .
Ketersediaan
| SSYA20220059 | 59/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
59/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
