Problematika Mediasi Dalam Perceraian Setelah Berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan (Studi Pada Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A)
A.Very Febriany/01.15.1126 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang problematika mediasi perceraian di Pengadilan
Agama Kelas 1A Watampone pasca berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami problematika
penerapan Perma No. 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone
terkait mediasi perceraian serta faktor pendukung dan penghambat terhadap
mengefektivitaskan penerapan perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama
Kelas 1A Watampone terkait mediasi perceraian. Masalah ini dianalisis dengan
pendekatan yuridis empiris atau sosiologis hukum dan dibahas dengan menggunakan
metode analisis deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara realita yang
terjadi
di
lapangan dengan pernyataan
pihak Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone. Pihak Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dalam menjalankan
proses mediasi sudah sesuai dengan Perma tersebut. Tetapi dalam hal ini Perma
terhadap penerapannya haruslah ditunjang dengan inovasi serta cara jitu dalam
penerapannya agar realitas-realitas yang terjadi dapat diakomodir dengan berpacu
pada Perma tersebut dan kemudian didukung dengan usaha serta inovasi dari
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dalam meminimalisir tingginya tingkat
perceraian di Kab. Bone. Karena dengan tingginya tingkat perceraian di Kab. Bone
dapat diindikasikan bahwa proses mediasi tidak berpengaruh besar pada
penanggulangan perceraian di Kab. Bone. Padahal dengan adanya Perma No. 1
Tahun 2008 dan dengan diperkuat dengan Perma No. 1 Tahun 2016 menjadi harapan
besar pada lingkup peradilan di Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan dengan jalur perdamaian antara kedua belah pihak.
Adapun yang menjadi faktor pendukung dalam mengefektivitaskan penerapan
proses mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone, di antaranya: a. Mediator boleh dari kalangan non hakim; b. Kedua
belah pihak dapat menentukan mediatornya; c. Kedua belah pihak aktif mengikuti
proses mediasi. Selain faktor pendukung, adapula beberapa hal yang mejadi
penghambat jalannya mediasi, yaitu: a. Ketidakhadiran salah satu pihak yang
berperkara; b. Terbatasnya waktu yang digunakan mediator; c. Tingkat kesulitan atau
kerumitan permasalahan kedua belah pihak, dan d. Kurangnya kedasaran masyarakat.
A. Simpulan
1. Terdapat perbedaan berdasarkan realita yang terjadi dilapangan dengan
adanya pernyataan pihak Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A. Pihak
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam menjalankan proses mediasi
sudah sesuai dengan Perma tersebut. Tetapi dalam hal ini pada penerapannya
Perma tersebut haruslah ditunjang dengan inovasi serta cara jitu dalam
penerapannya agar realitas-realitas yang terjadi dapat diakomodir dengan
berpacu pada Perma tersebut dan kemudian didukung dengan usaha serta
inovasi dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam meminimalisir
tingginya tingkat perceraian di Kab. Bone. Karena dengan tingginya tingkat
perceraian di Kab. Bone dapat diindikasikan bahwa proses mediasi tidak
berpengaruh besar pada penanggulangan perceraian di Kab. Bone. Padahal
dengan adanya Perma Nomor 1 Tahun 2008 dan dengan diperkuat dengan
Perma Nomor 1 Tahun 2016 menjadi harapan besar pada lingkup peradilan di
Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan jalur
perdamaian antara kedua belah pihak.
2. Yang menjadi faktor pendukung dalam mengefektivitaskan penerapan proses
mediasi menurut Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A, di antaranya:
a. Mediator boleh dari kalangan non hakim.
b. Kedua belah pihak dapat menentukan mediatornya.
c. Kedua belah pihak aktif mengikuti proses mediasi.
Selain faktor pendukung, adapula beberapa hal yang mejadi penghambat
jalannya mediasi, yaitu:
a. Ketidakhadiran salah satu pihak yang berperkara.
b. Terbatasnya waktu yang digunakan mediator.
c. Tingkat kesulitan atau kerumitan permasalahan kedua belah pihak, dan
d. Kurangnya kedasaran masyarakat.
B. Saran
Perlunya dilakukan sosialisasi mengenai Perma Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan di kalangan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan mediasi baik terkait
masalah perceraian maupun masalah lainnya yang dapat diselesaikan melalui
proses mediasi. Dengan adanya kesadaran dan tidak menganggap mediasi hanya
sebatas formalitas saja, diharapkan dapat meningkatkan keefektivitasan dalam
pelaksanaan mediasi sehingga meningkatnya pula perkara yang dapat
diselesaikan melalui proses mediasi ini.
Agama Kelas 1A Watampone pasca berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami problematika
penerapan Perma No. 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone
terkait mediasi perceraian serta faktor pendukung dan penghambat terhadap
mengefektivitaskan penerapan perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama
Kelas 1A Watampone terkait mediasi perceraian. Masalah ini dianalisis dengan
pendekatan yuridis empiris atau sosiologis hukum dan dibahas dengan menggunakan
metode analisis deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara realita yang
terjadi
di
lapangan dengan pernyataan
pihak Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone. Pihak Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dalam menjalankan
proses mediasi sudah sesuai dengan Perma tersebut. Tetapi dalam hal ini Perma
terhadap penerapannya haruslah ditunjang dengan inovasi serta cara jitu dalam
penerapannya agar realitas-realitas yang terjadi dapat diakomodir dengan berpacu
pada Perma tersebut dan kemudian didukung dengan usaha serta inovasi dari
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dalam meminimalisir tingginya tingkat
perceraian di Kab. Bone. Karena dengan tingginya tingkat perceraian di Kab. Bone
dapat diindikasikan bahwa proses mediasi tidak berpengaruh besar pada
penanggulangan perceraian di Kab. Bone. Padahal dengan adanya Perma No. 1
Tahun 2008 dan dengan diperkuat dengan Perma No. 1 Tahun 2016 menjadi harapan
besar pada lingkup peradilan di Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan dengan jalur perdamaian antara kedua belah pihak.
Adapun yang menjadi faktor pendukung dalam mengefektivitaskan penerapan
proses mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A
Watampone, di antaranya: a. Mediator boleh dari kalangan non hakim; b. Kedua
belah pihak dapat menentukan mediatornya; c. Kedua belah pihak aktif mengikuti
proses mediasi. Selain faktor pendukung, adapula beberapa hal yang mejadi
penghambat jalannya mediasi, yaitu: a. Ketidakhadiran salah satu pihak yang
berperkara; b. Terbatasnya waktu yang digunakan mediator; c. Tingkat kesulitan atau
kerumitan permasalahan kedua belah pihak, dan d. Kurangnya kedasaran masyarakat.
A. Simpulan
1. Terdapat perbedaan berdasarkan realita yang terjadi dilapangan dengan
adanya pernyataan pihak Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A. Pihak
Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam menjalankan proses mediasi
sudah sesuai dengan Perma tersebut. Tetapi dalam hal ini pada penerapannya
Perma tersebut haruslah ditunjang dengan inovasi serta cara jitu dalam
penerapannya agar realitas-realitas yang terjadi dapat diakomodir dengan
berpacu pada Perma tersebut dan kemudian didukung dengan usaha serta
inovasi dari Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam meminimalisir
tingginya tingkat perceraian di Kab. Bone. Karena dengan tingginya tingkat
perceraian di Kab. Bone dapat diindikasikan bahwa proses mediasi tidak
berpengaruh besar pada penanggulangan perceraian di Kab. Bone. Padahal
dengan adanya Perma Nomor 1 Tahun 2008 dan dengan diperkuat dengan
Perma Nomor 1 Tahun 2016 menjadi harapan besar pada lingkup peradilan di
Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan jalur
perdamaian antara kedua belah pihak.
2. Yang menjadi faktor pendukung dalam mengefektivitaskan penerapan proses
mediasi menurut Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A, di antaranya:
a. Mediator boleh dari kalangan non hakim.
b. Kedua belah pihak dapat menentukan mediatornya.
c. Kedua belah pihak aktif mengikuti proses mediasi.
Selain faktor pendukung, adapula beberapa hal yang mejadi penghambat
jalannya mediasi, yaitu:
a. Ketidakhadiran salah satu pihak yang berperkara.
b. Terbatasnya waktu yang digunakan mediator.
c. Tingkat kesulitan atau kerumitan permasalahan kedua belah pihak, dan
d. Kurangnya kedasaran masyarakat.
B. Saran
Perlunya dilakukan sosialisasi mengenai Perma Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan di kalangan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan mediasi baik terkait
masalah perceraian maupun masalah lainnya yang dapat diselesaikan melalui
proses mediasi. Dengan adanya kesadaran dan tidak menganggap mediasi hanya
sebatas formalitas saja, diharapkan dapat meningkatkan keefektivitasan dalam
pelaksanaan mediasi sehingga meningkatnya pula perkara yang dapat
diselesaikan melalui proses mediasi ini.
Ketersediaan
| SSYA20220014 | 14/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
14/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
