Analisis Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) Menurut Perspektif Hak Asasi Manusia Hukum Islam
Andi Marlina/01.17.4030 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender
(LGBT) dalam perspektif Hak Asasi Manusia Hukum Islam. Jika melihat kondisi
saat ini di mana masyarakat Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh budaya luar,
salah satunya konsep kebebasan yang tidak sesuai pada tempatnya. Banyak orang
yang mengatasnamakan hak asasi manusia sebagai tameng untuk melindungi diri dari
diskriminasi atas perilaku menyimpang tersebut. Sehingga penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian teoritis untuk mengungkapkan kebenaran mengenai Lesbian,
Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) berdasar sudut pandang Hak Asasi Manusia
(HAM) itu sendiri dan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperjelas bagaimana hukum
Islam dalam menjatuhi hukuman terhadap pelaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan
Transgender (LGBT) serta kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang hak
yang dimiliki pelaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) serta
menanggapi isu legalitasnya di Indonesia.
A. Kesimpulan
1. Keberadaan LGBT di dunia sudah ada sejak lama, fenomena tersebut
ditemukan pada abad ke-19an. Pada abad ke-19, American Psychiatric
Assosiation (APA) masih menganggap homoseksualitas sebagai mental
disorder. Seperti pada perkembangan diagnosis para psikiater di Amerika
beserta risetnya, pada tahun 1952 diagnosis asli dan Diagnostic and
Statistical Manual (DSM) menetapkan bahwa homoseksual adalah gangguan
kepribadian sosiopat. Di Indoensia itu sendiri berdasarkan sejarah, sekitar
tahun 1968 istilah “Wadam” (Wanita Adam) muncul sebagai istilah yang
lebih positif untuk menggantikan istilah homoseksual. Pada tahun 1969,
Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin memfasilitasi berdirinya organisasi
wadam pertama, The Djakarta Wadam Association. Namun pada tahun 1980
istilah “wadam” berubah menjadi waria karena keberatan dari seorang
pemimpin Islam bahwa istilah “wadam” (tidak hormat) berisi nama Nabi
Adam. Pada 1 Maret 1982, didirikan organisasi gay pertama di Indonesia
dan Asia, Lambda Indonesia, dengan sekretariat di Solo, kemudian segera
muncul beberapa cabang di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat lain.
Pada tahun 1985, sebuah kelompok gay di Yogyakarta mendirikan
Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY), dan Agustus 1987 berdiri Kelompok
Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN) yang namanya kemudian
disingkat menjadi GAY Nusantara (GN) didirikan di Pasuruan, Surabaya,
sebagai penerus dari Lambda Indonesia.
2. Homoseksual (liwath) dan penyimpangan seksual lainnya termasuk dosa besar
karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan
pula dengan sunnatullah (God‟s Law/ natural law) dan fitrah manusia (human
nature). homoseksual (liwath) dan penyimpangan seksual lainnya termasuk
dosa besar karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan
bertentangan pula dengan sunnatullah (God‟s Law/ natural law) dan fitrah
manusia (human nature). Dalam hukum islam telah banyak dalil yang
menjelaskan dan mengharamkan secara langsung pelaku LGBT serta
hukuman bagi pelakunya. Ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukuman
bagi pelkau homoskesual misalnya ada yang bependapat hukuman yang
pantas adalah dibunuh atau sesuai hukuman pelaku zina yaitu dirajam dan
didera.
3. Perlindungan yang harus dijamin dan diberikan dalam kenteks LGBT ini dari
perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan
kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana termaktub dalam
Pasal 25 Deklarasi Universal (DUHAM). Dengan demikian dapat ditarik
benang merah bahwa sudah menjadi keniscayaan bagi kelompok LGBT untuk
mendapatkan hak-hak asasi mereka berupa jaminan perawatan atau
pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut agar dapat disembuhkan. Bukan
HAM dalam pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual mereka
yang menyimpang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka peneliti dapat membrikan saran
sebagai berikut:
1. Dalam hukum Islam telah dijelaskan bahwa penyimpangan seksual LGBT
diharamkan dan harus mendapatkan hukuman sesuai ketentuan hukum syariat
Islam namun tetap mempertimbangkan maslahatnya bagi umat muslim.
2. Negara wajib melindungi hak asasi warga Negara dan tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap hak warga lainnya tanpa melanggar peraturan perundangundangan. Untuk kasus LGBT sendiri pemeintah perlu memperhatikan dan
melakukan pengkajian lebih mendalam lagi mengenai kebijakan dan ketentuan
hukum yang tepat terhadap pelaku LGBT di Indonesia.
3. Seiring perkembangan zaman maka semakin berkembang pula populasi LGBT di
Indonesia sehingga mereka tidak lagi segan menunjukkan diri dan hal ini tentu
menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat mengenai sikap apa yang harus
dilakukan. Maka diperlukan status hukum yang jelas.
(LGBT) dalam perspektif Hak Asasi Manusia Hukum Islam. Jika melihat kondisi
saat ini di mana masyarakat Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh budaya luar,
salah satunya konsep kebebasan yang tidak sesuai pada tempatnya. Banyak orang
yang mengatasnamakan hak asasi manusia sebagai tameng untuk melindungi diri dari
diskriminasi atas perilaku menyimpang tersebut. Sehingga penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian teoritis untuk mengungkapkan kebenaran mengenai Lesbian,
Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) berdasar sudut pandang Hak Asasi Manusia
(HAM) itu sendiri dan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperjelas bagaimana hukum
Islam dalam menjatuhi hukuman terhadap pelaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan
Transgender (LGBT) serta kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang hak
yang dimiliki pelaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) serta
menanggapi isu legalitasnya di Indonesia.
A. Kesimpulan
1. Keberadaan LGBT di dunia sudah ada sejak lama, fenomena tersebut
ditemukan pada abad ke-19an. Pada abad ke-19, American Psychiatric
Assosiation (APA) masih menganggap homoseksualitas sebagai mental
disorder. Seperti pada perkembangan diagnosis para psikiater di Amerika
beserta risetnya, pada tahun 1952 diagnosis asli dan Diagnostic and
Statistical Manual (DSM) menetapkan bahwa homoseksual adalah gangguan
kepribadian sosiopat. Di Indoensia itu sendiri berdasarkan sejarah, sekitar
tahun 1968 istilah “Wadam” (Wanita Adam) muncul sebagai istilah yang
lebih positif untuk menggantikan istilah homoseksual. Pada tahun 1969,
Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin memfasilitasi berdirinya organisasi
wadam pertama, The Djakarta Wadam Association. Namun pada tahun 1980
istilah “wadam” berubah menjadi waria karena keberatan dari seorang
pemimpin Islam bahwa istilah “wadam” (tidak hormat) berisi nama Nabi
Adam. Pada 1 Maret 1982, didirikan organisasi gay pertama di Indonesia
dan Asia, Lambda Indonesia, dengan sekretariat di Solo, kemudian segera
muncul beberapa cabang di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat lain.
Pada tahun 1985, sebuah kelompok gay di Yogyakarta mendirikan
Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY), dan Agustus 1987 berdiri Kelompok
Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN) yang namanya kemudian
disingkat menjadi GAY Nusantara (GN) didirikan di Pasuruan, Surabaya,
sebagai penerus dari Lambda Indonesia.
2. Homoseksual (liwath) dan penyimpangan seksual lainnya termasuk dosa besar
karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan
pula dengan sunnatullah (God‟s Law/ natural law) dan fitrah manusia (human
nature). homoseksual (liwath) dan penyimpangan seksual lainnya termasuk
dosa besar karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan
bertentangan pula dengan sunnatullah (God‟s Law/ natural law) dan fitrah
manusia (human nature). Dalam hukum islam telah banyak dalil yang
menjelaskan dan mengharamkan secara langsung pelaku LGBT serta
hukuman bagi pelakunya. Ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukuman
bagi pelkau homoskesual misalnya ada yang bependapat hukuman yang
pantas adalah dibunuh atau sesuai hukuman pelaku zina yaitu dirajam dan
didera.
3. Perlindungan yang harus dijamin dan diberikan dalam kenteks LGBT ini dari
perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan
kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana termaktub dalam
Pasal 25 Deklarasi Universal (DUHAM). Dengan demikian dapat ditarik
benang merah bahwa sudah menjadi keniscayaan bagi kelompok LGBT untuk
mendapatkan hak-hak asasi mereka berupa jaminan perawatan atau
pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut agar dapat disembuhkan. Bukan
HAM dalam pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual mereka
yang menyimpang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka peneliti dapat membrikan saran
sebagai berikut:
1. Dalam hukum Islam telah dijelaskan bahwa penyimpangan seksual LGBT
diharamkan dan harus mendapatkan hukuman sesuai ketentuan hukum syariat
Islam namun tetap mempertimbangkan maslahatnya bagi umat muslim.
2. Negara wajib melindungi hak asasi warga Negara dan tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap hak warga lainnya tanpa melanggar peraturan perundangundangan. Untuk kasus LGBT sendiri pemeintah perlu memperhatikan dan
melakukan pengkajian lebih mendalam lagi mengenai kebijakan dan ketentuan
hukum yang tepat terhadap pelaku LGBT di Indonesia.
3. Seiring perkembangan zaman maka semakin berkembang pula populasi LGBT di
Indonesia sehingga mereka tidak lagi segan menunjukkan diri dan hal ini tentu
menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat mengenai sikap apa yang harus
dilakukan. Maka diperlukan status hukum yang jelas.
Ketersediaan
| SSYA20230241 | 241/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
241/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
