Implementasi Pemanggilan Tergugat Kasus Perceraian Oleh Jurusita Dalam Persidangan Di Pengadilan (Studi Kasus Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A)
Putra Ramadhan/ 01.18.1214 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pemanggilan pihak berperkara yang
termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang petunjuk
pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo. Undang-undang Nomor 16
tahun 2019 tentang Perkawinan, adapun rumusan masalahnya yakni bagaimana
pelaksanaan pemanggilan (relaas) tergugat kasus perceraian yang dilakukan
Jurusita/Jurusita Pengganti di Pengadilan Agama Watampone, apa kendala-kendala
yang dialami oleh Jurusita/Jurusita Pengganti dalam melakukan pemanggilan (relaas)
tergugat kasus perceraian. Tujuan penelitian adalah memberikan pemahaman khusus
terkait pelaksanaan pemanggilan para pihak yang dilakukan oleh Jurusita sesuai
hukum acara Peradilan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research),
dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif-empiris yang merupakan
metode penelitian dengan menggabungkan unsur normatif yang kemudian didukung
dengan penambahan data empiris. Sumber data primer diperoleh langsung dari pihak
tenaga kejurusitaan Pengadilan Agama, setelah mendapat data selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini.
Hasil penelitian lapangan (field research) menunjukkan bahwa: 1) Dalam
pelaksanaan tugas pemanggilan, Jurusita harus tetap memperhatikan hukum acara
yang berlaku di lingkungan peradilan, yakni panggilan dilakukan secara resmi dan
patut. Resmi disampaikan kepada pihak berperkara secara langsung dan patut
disampaikan paling lambat 3 hari dan bila pihak berperkara tidak ditemui, panggilan
disampaikan ke Lurah atau dipersamakan, serta dapat juga disampaikan secara ghaib
jika pihak tidak diketahui alamat dan keberadaannya; 2) Adapun terkait kendala yang
dihadapi Jurusita telah menjadi hal lumrah dalam perjalanan tugas kejurusitaan, yakni
faktor alam; akses jalan sulit dijangkau, faktor principal; pihak tidak ditemui/relaas
tidak diterima, faktor psikologi; tekanan emosional tergugat, kurangnya sosialisasi
hukum dan terbatasnya jam pelayanan kantor Desa atau Kelurahan.
A. Kesimpulan
1. Pelaksaanaan pemanggilan yang dilakukan oleh Jurusita atau Jurusita pengganti
Pengadilan Agama Watampone harus tetap memperhatikan hukum acara yang
berlaku, yakni dilaksanakan secara resmi dan patut. Resmi disampaikan kepada
pihak bersangkutan dan patut disampaikan sekurang-kurangnyan 3 hari kerja
sebelum persidangan dimulai. Ketika Jurusita menjalankan tugas pemanggilan,
terlebih dahulu relaas disampaikan kepada yang bersangkutan langsung dengan
memperhatikan tenggang waktu panggilan, bila pihak yang bersangkutan tidak
dapat ditemui maka panggilan diteruskan kepada Lurah atau dipersamakan dan
selanjutnya Lurah dengan segera menyampaikan relaas kepada pihak yang
bersangkutan. Pelaksanaan tugas pemanggilan tersebut masih kurang efektif
dikarenakan ketika bersangkutan tidak ditemui maka panggilan langsung
diteruskan kepada Lurah atau Kepala Desa, hal ini menjadikan tidak
diperolehnya kepastian hukum bahwa nantinya pihak terpanggil dapat hadir
dipersidangan, karena melihat tidak adanya sangsi atau hukuman bagi pihak
Kelurahan/Desa jika tidak menyampaikan relaas panggilan yang diberikan.
Namun apabila pihak yang bersangkutan benar-benar tidak dapat ditemui di
tempat atau tidak diketahui secara pasti keberadaannya dan Lurah juga
membenarkan hal tersebut, maka panggilannya dilakukan dengan cara ghaib
(mass media) dengan dua tahap yakni, tenggang waktu antara panggilan
pertama dan kedua adalah satu bulan dan sidang dilaksanakan 4 bulan setelah
panggilan kedua. Panggilan ghaib dilakukan melalui radio yakni RRI, namun
cara tersebutmasih kurang efektif dan relevan dikarenakan tidak semua orang
menggunakan media tersebut di masa sekarang.
2. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh Jurusita atau Jurusita pengganti
Pengadilan Agama Watampone merupakan hal yang lumrah terjadi dalam
perjalanan tugas kejurusitaan, sehingga hal tersebut lumayan menghambat
jalannya proses pemanggilan dilapangan. Namun Jurusita harus tetap
melaksanakan tugas dengan baik dan tidak berhenti sebatas sesuai dengan
prosedural, tetapi juga mampu memaksimalkan relaas panggilan agar pihak
berperkara dapat hadir sehingga persidangan berlangsung lancar sesuai
keinginan bagi para pencari keadilan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
untuk memaksimalkan pemanggilan dibutuhkan pula skill dan trik yang harus
dimiliki oleh seorang Jurusita/Jurusita Pengganti saat ini. Adapun kendala-
kendala yang dihadapi diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor principal yaitu tidak ditemui pihak secara langsung/relaas tidak
diterima.
b. Faktor alam, akses jalan yang sulit dijangkau atau wilayah teritorial
berbahaya.
c. Faktor psikologis, tekanan emosional pihak bersangkutan yang tidak
terbendung.
d. Kurangnya sosialisasi hukum pihak Pengadilan, aparatur Desa dan KUA
terhadap masyarakat setempat.
e. Terbatasnya jam pelayanan kantor Desa atau Kelurahan.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis memiliki saran. Diantaranya:
1. Pelaksanaan tugas kejurusitaan masih perlu pembenahaan dalam prosedur
agar menghasilkan pemanggilan yang maksimal dan jika perlu diadakan
pelatihan dalam hal ini peningkatan kinerja Jurusita dalam tugas diluar sidang,
darinya lahirlah beberapa peluang keberhasilan tugas kejurusitaan,
memaksimalkan pelaksanaan tugas pemanggilan, efektifitas panggilan media
massa dan berbagai tata cara pelaksanaan pemanggilan yang termuat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan pasal-pasal lain terkait dalam proses pemanggilan pihak
berperkara. Maka hal ini sangat penting dalam kelancaran dan keabsahan
pelaksanaan tugas pokok Pengadilan dan keberlangsungan persidangan.
Penulis juga berharap dengan adanya pelatihan sebagaimana dipaparkan di
atas, memberikan perhatian khusus bagi akademisi hukum yang sejalan
dengan bidang hukum lainnya, menjadi bagian dari kurikulum pendidikan
yang diajarkan secara mendalam sebagai wujud perkembangan ilmu hukum
yang modern.
2. Terkait kendala-kendala yang dialami Jurusita dan Jurusita Pengganti, dalam
menghadapi situasi di lapangan seperti tidak ditemui pihak bersangkutan
secara langsung dikarenakan sedang bekerja, maka Jurusita hendaknya sedikit
sabar menunggu apabila masih memungkinkan untuk bertemu sepanjang
pihaknya berkeinginan untuk ditemui, akan tetapi keadaan tersebut sebaliknya
maka panggilan dapat diteruskan sesuai langkah selanjutnya yang diatur
dalam hukum acara pemanggilan. Untuk mengatasi kendala terkait faktor
psikologis pihak tergugat yang spontan marah dan tidak menerima relaas
panggilan karena tidak paham, maka diharapkan pihak Pengadilan
mengadakan sosialisasi hukum terkait arti penting memenuhi panggilan
sidang agar tercapai keadilan di lingkungan masyarakat. Diharapkan juga
Jurusita kedepannya memiliki tekad dan pendirian mengambil suatu
keputusan terhadap problem yang dihadapi, menanamkan sikap yang tangkas,
tangguh dan tanggap serta bergerak cerdas dalam menyelesaian tugas yang
diberikan oleh ketua Pengadilan agar tercipta keadilan bagi rakyat Indonesia.
termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang petunjuk
pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo. Undang-undang Nomor 16
tahun 2019 tentang Perkawinan, adapun rumusan masalahnya yakni bagaimana
pelaksanaan pemanggilan (relaas) tergugat kasus perceraian yang dilakukan
Jurusita/Jurusita Pengganti di Pengadilan Agama Watampone, apa kendala-kendala
yang dialami oleh Jurusita/Jurusita Pengganti dalam melakukan pemanggilan (relaas)
tergugat kasus perceraian. Tujuan penelitian adalah memberikan pemahaman khusus
terkait pelaksanaan pemanggilan para pihak yang dilakukan oleh Jurusita sesuai
hukum acara Peradilan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research),
dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif-empiris yang merupakan
metode penelitian dengan menggabungkan unsur normatif yang kemudian didukung
dengan penambahan data empiris. Sumber data primer diperoleh langsung dari pihak
tenaga kejurusitaan Pengadilan Agama, setelah mendapat data selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini.
Hasil penelitian lapangan (field research) menunjukkan bahwa: 1) Dalam
pelaksanaan tugas pemanggilan, Jurusita harus tetap memperhatikan hukum acara
yang berlaku di lingkungan peradilan, yakni panggilan dilakukan secara resmi dan
patut. Resmi disampaikan kepada pihak berperkara secara langsung dan patut
disampaikan paling lambat 3 hari dan bila pihak berperkara tidak ditemui, panggilan
disampaikan ke Lurah atau dipersamakan, serta dapat juga disampaikan secara ghaib
jika pihak tidak diketahui alamat dan keberadaannya; 2) Adapun terkait kendala yang
dihadapi Jurusita telah menjadi hal lumrah dalam perjalanan tugas kejurusitaan, yakni
faktor alam; akses jalan sulit dijangkau, faktor principal; pihak tidak ditemui/relaas
tidak diterima, faktor psikologi; tekanan emosional tergugat, kurangnya sosialisasi
hukum dan terbatasnya jam pelayanan kantor Desa atau Kelurahan.
A. Kesimpulan
1. Pelaksaanaan pemanggilan yang dilakukan oleh Jurusita atau Jurusita pengganti
Pengadilan Agama Watampone harus tetap memperhatikan hukum acara yang
berlaku, yakni dilaksanakan secara resmi dan patut. Resmi disampaikan kepada
pihak bersangkutan dan patut disampaikan sekurang-kurangnyan 3 hari kerja
sebelum persidangan dimulai. Ketika Jurusita menjalankan tugas pemanggilan,
terlebih dahulu relaas disampaikan kepada yang bersangkutan langsung dengan
memperhatikan tenggang waktu panggilan, bila pihak yang bersangkutan tidak
dapat ditemui maka panggilan diteruskan kepada Lurah atau dipersamakan dan
selanjutnya Lurah dengan segera menyampaikan relaas kepada pihak yang
bersangkutan. Pelaksanaan tugas pemanggilan tersebut masih kurang efektif
dikarenakan ketika bersangkutan tidak ditemui maka panggilan langsung
diteruskan kepada Lurah atau Kepala Desa, hal ini menjadikan tidak
diperolehnya kepastian hukum bahwa nantinya pihak terpanggil dapat hadir
dipersidangan, karena melihat tidak adanya sangsi atau hukuman bagi pihak
Kelurahan/Desa jika tidak menyampaikan relaas panggilan yang diberikan.
Namun apabila pihak yang bersangkutan benar-benar tidak dapat ditemui di
tempat atau tidak diketahui secara pasti keberadaannya dan Lurah juga
membenarkan hal tersebut, maka panggilannya dilakukan dengan cara ghaib
(mass media) dengan dua tahap yakni, tenggang waktu antara panggilan
pertama dan kedua adalah satu bulan dan sidang dilaksanakan 4 bulan setelah
panggilan kedua. Panggilan ghaib dilakukan melalui radio yakni RRI, namun
cara tersebutmasih kurang efektif dan relevan dikarenakan tidak semua orang
menggunakan media tersebut di masa sekarang.
2. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh Jurusita atau Jurusita pengganti
Pengadilan Agama Watampone merupakan hal yang lumrah terjadi dalam
perjalanan tugas kejurusitaan, sehingga hal tersebut lumayan menghambat
jalannya proses pemanggilan dilapangan. Namun Jurusita harus tetap
melaksanakan tugas dengan baik dan tidak berhenti sebatas sesuai dengan
prosedural, tetapi juga mampu memaksimalkan relaas panggilan agar pihak
berperkara dapat hadir sehingga persidangan berlangsung lancar sesuai
keinginan bagi para pencari keadilan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
untuk memaksimalkan pemanggilan dibutuhkan pula skill dan trik yang harus
dimiliki oleh seorang Jurusita/Jurusita Pengganti saat ini. Adapun kendala-
kendala yang dihadapi diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor principal yaitu tidak ditemui pihak secara langsung/relaas tidak
diterima.
b. Faktor alam, akses jalan yang sulit dijangkau atau wilayah teritorial
berbahaya.
c. Faktor psikologis, tekanan emosional pihak bersangkutan yang tidak
terbendung.
d. Kurangnya sosialisasi hukum pihak Pengadilan, aparatur Desa dan KUA
terhadap masyarakat setempat.
e. Terbatasnya jam pelayanan kantor Desa atau Kelurahan.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis memiliki saran. Diantaranya:
1. Pelaksanaan tugas kejurusitaan masih perlu pembenahaan dalam prosedur
agar menghasilkan pemanggilan yang maksimal dan jika perlu diadakan
pelatihan dalam hal ini peningkatan kinerja Jurusita dalam tugas diluar sidang,
darinya lahirlah beberapa peluang keberhasilan tugas kejurusitaan,
memaksimalkan pelaksanaan tugas pemanggilan, efektifitas panggilan media
massa dan berbagai tata cara pelaksanaan pemanggilan yang termuat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan pasal-pasal lain terkait dalam proses pemanggilan pihak
berperkara. Maka hal ini sangat penting dalam kelancaran dan keabsahan
pelaksanaan tugas pokok Pengadilan dan keberlangsungan persidangan.
Penulis juga berharap dengan adanya pelatihan sebagaimana dipaparkan di
atas, memberikan perhatian khusus bagi akademisi hukum yang sejalan
dengan bidang hukum lainnya, menjadi bagian dari kurikulum pendidikan
yang diajarkan secara mendalam sebagai wujud perkembangan ilmu hukum
yang modern.
2. Terkait kendala-kendala yang dialami Jurusita dan Jurusita Pengganti, dalam
menghadapi situasi di lapangan seperti tidak ditemui pihak bersangkutan
secara langsung dikarenakan sedang bekerja, maka Jurusita hendaknya sedikit
sabar menunggu apabila masih memungkinkan untuk bertemu sepanjang
pihaknya berkeinginan untuk ditemui, akan tetapi keadaan tersebut sebaliknya
maka panggilan dapat diteruskan sesuai langkah selanjutnya yang diatur
dalam hukum acara pemanggilan. Untuk mengatasi kendala terkait faktor
psikologis pihak tergugat yang spontan marah dan tidak menerima relaas
panggilan karena tidak paham, maka diharapkan pihak Pengadilan
mengadakan sosialisasi hukum terkait arti penting memenuhi panggilan
sidang agar tercapai keadilan di lingkungan masyarakat. Diharapkan juga
Jurusita kedepannya memiliki tekad dan pendirian mengambil suatu
keputusan terhadap problem yang dihadapi, menanamkan sikap yang tangkas,
tangguh dan tanggap serta bergerak cerdas dalam menyelesaian tugas yang
diberikan oleh ketua Pengadilan agar tercipta keadilan bagi rakyat Indonesia.
Ketersediaan
| SSYA20220026 | 26/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
26/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
