Studi Komparatif Gugurnya Hak Waris Dalam Hukum Perdata Dan Hukum Islam
Syefira Salsabila/01.18.1043 - Personal Name
Skripsi ini membahas Studi Komparatif Gugurnya Hak waris Dalam Hukum
Perdata dan Hukum Islam. Pokok permasalahan adalah konsep gugurnya hak waris
dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam dan persamaan serta perbedaan konsep
gugurnya hak waris dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam.
Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis menggunakan library
research (penelitian pustaka) dengan melakukan membaca berbagai macam bahan-
bahan pustaka yang terkait dengan penelitian kemudian dilakukan dengan pengutipan
langsung dan tidak langsung. Data yang diperoleh dengan menggunakan jenis
penelitian kualitatif dianalisis dengan pendekatan teologis normatif dan pendekatan
yuridis normatif.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan Teknik analisis
komparatif-kualitatif. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan konsep gugurnya hak waris
dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam yaitu, terkait dengan perbedaan agama,
meskipun dalam Hukum Perdata tidak diatur dalam Pasal 838 KUHPer tetapi mengacu
pada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memberikan warisan kepada non
muslim maksimal 1/3 sedangkan dalam KHI Pasal 171 mengatur tentang syarat
pewaris harus beragama Islam. Dalam Hukum Islam ahli waris tidak berhak menerima
wasiat kecuali mendapatkan izin dari ahli waris lainnya sedangkan dalam Hukum
Perdata ahli waris berhak menerima wasiat dari pewaris. Dalam Hukum Islam
menjadikan perbudakan sebagai penghalang seseorang dalam menerima harta warisan
karena budak hanya memiliki kewajiban dan tidak memiliki hak, sedangkan dalam
Hukum Perdata budak tidak diatur dalam Undang-undang karena seiring
berkembangnya zaman tidak ada lagi istilah budak, karena semua orang memiliki hak
dan kewajiban. Sedangkan persamaannya yaitu dengan putusan hakim pernah
dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si pewaris, dalam Pasal 173 KHI
dan Pasal 838 KUHPer tidak menjelaskan jenis pembunuhan apa yang dimaksud
sehingga memberikan indikasi bahwa pembunuhan yang disengaja maupun yang tidak
disengaja menjadi terhalangnya seseorang dalam menerima harta warisan, selanjutnya
yaitu dengan putusan hakim pernah dipersalahkan melakukan percobaan pembunuhan
terhadap si pewaris, di mana hal tersebut merupakan hal baru karena baik dalam
al-Qur’an maupun hadis tidak menjelaskan atau tidak menegaskan bahwa percobaan
pembunuhan sebagai halangan menerima harta warisan tetapi melihat dari banyaknya
dampak yang ditimbulkan sehingga menyebabkan terhalangnya dalam menerima harta
warisan, selanjutnya adalah dengan putusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si
pewaris yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisa yang telah diuraikan dalam Bab IV
mengenai Konsep Gugurnya Hak Waris Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata
dengan Studi Perbandingan Hukum baik itu persamaan maupun perbedaan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep gugurnya hak waris dalam hukum Islam yang telah disepakati oleh para
fuqaha ada 3, yaitu; Pembunuhan, Berlainan Agama dan Perbudakan sedangkan
dalam konsep Hukum Perdata sesuai yang diatur dalam Pasal 838 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yaitu; mereka yang dengan putusan
hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh orang yang meninggal; mereka yang dengan putusan hakim pernah
dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap orang
yang meninggal, ialah pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang
terancam dengan hukuman penjara lima tahun tahun lamanya atau hukuman
yang lebih berat; mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah
orang yang meninggal untuk membuat atau surat wasiatnya, dan mereka yang
telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat orang yang
meninggal.
2. Perbedaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata
adalah mengenai tentang perbedaan agama, dalam Hukum Islam perbedaan
agama merupakan salah satu menghalangi seseorang untuk menerima harta
warisan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf (b) dan (c),
mengatur tentang syarat pewaris harus beragama Islam sedangkan dalam
hukum Perdata meskipun tidak dijelaskan dalam KUHPer Pasal 838 tetapi
76
3. merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memberikan harta
warisan kepada ahli waris non muslim melalui wasiat wajibah. Selanjutnya
mengenai wasiat, dimana dalam Hukum Islam seorang ahli waris tidak berhak
menerima wasiat kecuali mendapatkan izin dari ahli waris lainnya karena akan
mengakibatkan penumpukan harta yang tidak dikehendaki dalam Islam,
sedangkan dalam Hukum Perdata, ahli waris berhak menerima wasiat karena
pewaris diberikan kebebasan untuk memberikan hartanya kepada siapa saja.
Sedangkan persamaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Islam dan
Hukum Perdata adalah pembunuhan yang dibuktikan dengan putusan hakim,
baik itu pembunuhan disengaja maupun pembunuhan sengaja, persamaan
selanjutnya adalah percobaan pembunuhan, dimana dalam percobaan
pembunuhan banyak akses yang ditimbulkan misalnya korban mengalami luka-
luka pada anggota tubuhnya, selanjutnya memfitnah adalah salah satu sebab
terhalangnya mewarisi apabila fitnah tersebut dibuktikan dengan putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang diatur dalam Pasal 173 huruf (b),
kemudian di dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 838 Ayat 2, perbuatan
fitnah juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
311 Ayat 1.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan di atas, penulis akan menguraikan saran
penelitian. Adapun saran-saran yang penulis maksud, yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi orang-orang yang tunduk kepada Hukum Perdata dan Hukum
Islam sebaiknya sebelum membagi warisan kepada ahli warisnya, harus
memahami terlebih dahulu ketentuan dan syarat-syarat bagaimana membagi
warisan menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata terutama harus didasarkan
pada sumber Hukum Islam dan Hukum Perdata sehingga nantinya warisan akan
jatuh kepada ahli waris yang berhak disamping itu untuk menghindari sengketa
antar ahli waris lainnya.
2. Diharapkan ahli waris dapat bersabar menunggu warisan sampai pewaris
meninggal dunia atau warisan terbuka dan tidak melakukan hal-hal yang
melanggar hukum terutama membunuh, memfitnah ataupun mencegah pewaris
membuat wasiat yang akhirnya kehilangan hak untuk mewarisi.
3. Diharapkan ahli waris yang telah menerima warisan dari pewaris melakukan
tanggung jawabnya terhadap harta warisan yang akan diterimanya terutama
membayar segala utang-utang pewaris apabila pewaris meninggalkan utang dan
melaksanakan wasiat pewaris.
Perdata dan Hukum Islam. Pokok permasalahan adalah konsep gugurnya hak waris
dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam dan persamaan serta perbedaan konsep
gugurnya hak waris dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam.
Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis menggunakan library
research (penelitian pustaka) dengan melakukan membaca berbagai macam bahan-
bahan pustaka yang terkait dengan penelitian kemudian dilakukan dengan pengutipan
langsung dan tidak langsung. Data yang diperoleh dengan menggunakan jenis
penelitian kualitatif dianalisis dengan pendekatan teologis normatif dan pendekatan
yuridis normatif.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan Teknik analisis
komparatif-kualitatif. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan konsep gugurnya hak waris
dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam yaitu, terkait dengan perbedaan agama,
meskipun dalam Hukum Perdata tidak diatur dalam Pasal 838 KUHPer tetapi mengacu
pada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memberikan warisan kepada non
muslim maksimal 1/3 sedangkan dalam KHI Pasal 171 mengatur tentang syarat
pewaris harus beragama Islam. Dalam Hukum Islam ahli waris tidak berhak menerima
wasiat kecuali mendapatkan izin dari ahli waris lainnya sedangkan dalam Hukum
Perdata ahli waris berhak menerima wasiat dari pewaris. Dalam Hukum Islam
menjadikan perbudakan sebagai penghalang seseorang dalam menerima harta warisan
karena budak hanya memiliki kewajiban dan tidak memiliki hak, sedangkan dalam
Hukum Perdata budak tidak diatur dalam Undang-undang karena seiring
berkembangnya zaman tidak ada lagi istilah budak, karena semua orang memiliki hak
dan kewajiban. Sedangkan persamaannya yaitu dengan putusan hakim pernah
dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si pewaris, dalam Pasal 173 KHI
dan Pasal 838 KUHPer tidak menjelaskan jenis pembunuhan apa yang dimaksud
sehingga memberikan indikasi bahwa pembunuhan yang disengaja maupun yang tidak
disengaja menjadi terhalangnya seseorang dalam menerima harta warisan, selanjutnya
yaitu dengan putusan hakim pernah dipersalahkan melakukan percobaan pembunuhan
terhadap si pewaris, di mana hal tersebut merupakan hal baru karena baik dalam
al-Qur’an maupun hadis tidak menjelaskan atau tidak menegaskan bahwa percobaan
pembunuhan sebagai halangan menerima harta warisan tetapi melihat dari banyaknya
dampak yang ditimbulkan sehingga menyebabkan terhalangnya dalam menerima harta
warisan, selanjutnya adalah dengan putusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si
pewaris yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisa yang telah diuraikan dalam Bab IV
mengenai Konsep Gugurnya Hak Waris Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata
dengan Studi Perbandingan Hukum baik itu persamaan maupun perbedaan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep gugurnya hak waris dalam hukum Islam yang telah disepakati oleh para
fuqaha ada 3, yaitu; Pembunuhan, Berlainan Agama dan Perbudakan sedangkan
dalam konsep Hukum Perdata sesuai yang diatur dalam Pasal 838 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yaitu; mereka yang dengan putusan
hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh orang yang meninggal; mereka yang dengan putusan hakim pernah
dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap orang
yang meninggal, ialah pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang
terancam dengan hukuman penjara lima tahun tahun lamanya atau hukuman
yang lebih berat; mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah
orang yang meninggal untuk membuat atau surat wasiatnya, dan mereka yang
telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat orang yang
meninggal.
2. Perbedaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata
adalah mengenai tentang perbedaan agama, dalam Hukum Islam perbedaan
agama merupakan salah satu menghalangi seseorang untuk menerima harta
warisan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf (b) dan (c),
mengatur tentang syarat pewaris harus beragama Islam sedangkan dalam
hukum Perdata meskipun tidak dijelaskan dalam KUHPer Pasal 838 tetapi
76
3. merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Agung yang memberikan harta
warisan kepada ahli waris non muslim melalui wasiat wajibah. Selanjutnya
mengenai wasiat, dimana dalam Hukum Islam seorang ahli waris tidak berhak
menerima wasiat kecuali mendapatkan izin dari ahli waris lainnya karena akan
mengakibatkan penumpukan harta yang tidak dikehendaki dalam Islam,
sedangkan dalam Hukum Perdata, ahli waris berhak menerima wasiat karena
pewaris diberikan kebebasan untuk memberikan hartanya kepada siapa saja.
Sedangkan persamaan konsep gugurnya hak waris dalam Hukum Islam dan
Hukum Perdata adalah pembunuhan yang dibuktikan dengan putusan hakim,
baik itu pembunuhan disengaja maupun pembunuhan sengaja, persamaan
selanjutnya adalah percobaan pembunuhan, dimana dalam percobaan
pembunuhan banyak akses yang ditimbulkan misalnya korban mengalami luka-
luka pada anggota tubuhnya, selanjutnya memfitnah adalah salah satu sebab
terhalangnya mewarisi apabila fitnah tersebut dibuktikan dengan putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang diatur dalam Pasal 173 huruf (b),
kemudian di dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 838 Ayat 2, perbuatan
fitnah juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
311 Ayat 1.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan di atas, penulis akan menguraikan saran
penelitian. Adapun saran-saran yang penulis maksud, yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi orang-orang yang tunduk kepada Hukum Perdata dan Hukum
Islam sebaiknya sebelum membagi warisan kepada ahli warisnya, harus
memahami terlebih dahulu ketentuan dan syarat-syarat bagaimana membagi
warisan menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata terutama harus didasarkan
pada sumber Hukum Islam dan Hukum Perdata sehingga nantinya warisan akan
jatuh kepada ahli waris yang berhak disamping itu untuk menghindari sengketa
antar ahli waris lainnya.
2. Diharapkan ahli waris dapat bersabar menunggu warisan sampai pewaris
meninggal dunia atau warisan terbuka dan tidak melakukan hal-hal yang
melanggar hukum terutama membunuh, memfitnah ataupun mencegah pewaris
membuat wasiat yang akhirnya kehilangan hak untuk mewarisi.
3. Diharapkan ahli waris yang telah menerima warisan dari pewaris melakukan
tanggung jawabnya terhadap harta warisan yang akan diterimanya terutama
membayar segala utang-utang pewaris apabila pewaris meninggalkan utang dan
melaksanakan wasiat pewaris.
Ketersediaan
| SSYA20220107 | 107/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
107/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
