Penyelesaian Sengketa Hibah Di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone (Studi Kasus Putusan Nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp)
Muh. Riswan/01.18.1106 - Personal Name
Skripsi ini membahas Penyelesaian Sengketa Hibah di Pengadilan Agama
Watampone Kelas 1A (Studi Kasus Putusan Nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp). Pokok
permasalahan adalah bagaimana proses penyelesaian sengketa hibah di Pengadilan
Agama dan bagaimana penyelesaian sengketa hibah dalam putusan perkara Nomor.
886/Pdt.G/2017/PA.Wtp
Penelitian ini merupakan field research
(penelitian lapangan) dengan
melakukan observasi, wawancara, dokumentasi. Data yang diperoleh dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif, masalah ini dianalisis dengan pendekatan
yuridis formal, pendekatan empiris dan pendekatan sosiologis. Pengolahan data
dengan melakukan kodifikasi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan
kesimpulan atau verifikasi serta analisis data dengan melakukan analisis triangulasi.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa hibah di
Pengadilan Agama dan penyelesaian sengketa hibah dalam putusan perkara Nomor.
886/Pdt.G/2017/PA.Wtp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana proses penyelesaian sengketa
hibah di Pengadilan Agama dimulai dari pendaftaran perkara, persidangan hingga
adanya putusan hakim, pada umumnya sama saja mulai dari awal sampai akhir
seperti proses penyelesaian perkara lainnya. Dalam persidangan sengketa hibah Di
Pengadilan Agama tidak ada hakim tertentu atau spesialis yang menangani perkara
tersebut, sebab bersifat umum dan semua hakim mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang sama dalam menangani kasus sengketa hibah.
Pertama, gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sebab gugatan tersebut
pernah diperkarakan sebelumnya dan putusannya telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Kedua, gugatan Penggugat kabur dan tidak bersesuaian antara
posita dengan petitum. Ketiga, perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil yang
telah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni kuasa hukum
Penggugat tidak bisa menunjukkan asli berita acara sumpahnya.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari analisa yang telah diuraikan dalam bab VI
mengenai penyelessaian sengketa hibah di Pengadilan Agama Watampone Kelas
1A (Studi Kasus Putusan Nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp) maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses penyelesaian sengketa hibah di Pengadilan Agama dimulai dari
pendaftaran perkara, persidangan hingga adanya putusan hakim, pada
umumnya sama saja mulai dari awal sampai akhir seperti proses
penyelesaian perkara lainnya. Dimulai dari mengajukan gugatan penggugat
setelah itu didaftar dan diajukan kemudian ditujukkan majelis hakim dan
majelis hakim membuat penetapan hari sidang, setelah itu dipanggil pihak-
pihak yang bersangkutan. Kemudian datang menghadiri persidangan dan
diperiksa perkara sengketa hibah tersebut. Langkah pertama yang dilakukan
yaitu mengadakan mediasi atau perdamaian oleh mediator. Apabila dalam
mediasi tersebut tidak mencapai perdamaian maka baru dapat dilanjutkan
persidangan. Persidangan perkara hibah sama saja dengan persidangan
perkara lainnya seperti perkawinan cerai gugat maupun cerai talak dan
perkara lain. Dimulai dengan pembacaan gugatan, jawaban dan jawaban
gugatan, replik,duplik, kesimpulan hingga putusan hakim. Mengenai
perkara sengketa hibah Di Pengadilan Agama tidak ada hakim tertentu atau
spesialis yang menangani perkara tersebut, sebab bersifat umum dan semua
hakim mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sama dalam
menangani kasus sengketa hibah.
2. Penyelesaian sengketa hibah dalam putusan nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp
yakni penggugat bernama Hj. Murniati binti H.Munggu, umur 60 tahun,
agama Islam, pekerjaan jualan, Pendidikan Sekolah Dasar, alamat Jalan.
Letjen Suprapto No. 2, Kelurahan Macege, Kecamatan Tanete Riattang
Barat, Kabupaten Bone, dan tergugat bernama Hj. Madinah binti
H.Munggu, umur 69 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak ada, Pendidikan
SD, alamat Jalan Mesjid No. 68, Kelurahan Bukaka, Kecamatan Tanete
Riattang, Kabupaten Bone yang menjadikan Ruko yang terletak di Jl
Masjid Raya no 70, Kel.Bukaka, Kec.Tanete Riattang, luas 4.40m × 18.20m
(objek sengketa). Kasus tersebut tidak dapat dijadikan sebagai suatu perkara
yang dapat diterima di Pengadilan Agama dengan berbagai sebab dan alasan.
Pertama, gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sebab gugatan tersebut
pernah diperkarakan sebelumnya dan putusannya telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (res judicata) dengan obyek perkara yang sama, subyek yang
sama, materi pokok gugatan yang sama, serta pengadilan yang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara yang sama, yang mengakibatkan gugatan
Penggugat tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan, dan harus
dinyatakan (nebis in idem). Kedua, gugatan Penggugat kabur dan tidak
bersesuaian antara posita dengan petitum, pada posita maupun pada eksepsi
dan replik banyak menerangkan tentang sengketa kewarisan, harta waris dan
ahli waris, sementara dalan petitum gugatan menuntut pembagian hibah.
Sehingga Majelis Hakim menilai bahwa gugatan Penggugat mengandung
cacat (abscuur libel) yakni gugatan Penggugat kabur, tidak memenuhi syarat
jelas dan pasti, sebagaimana yang digariskan dalam ketentuan Pasal 8 ke-3
Rv. Ketiga, perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni kuasa hukum
Penggugat tidak bisa menunjukkan asli berita acara sumpahnya sebagai
advokat/pengacara, karena selaku penegak hukum dalam mendampingi atau
mewakili Penggugat beracara di muka sidang Pengadilan Agama
Watampone.
B. Saran
1. Para pihak yang beragama Islam harus sepatutnya saling berbuat baik kepada
sesama, keluarga khususnya orang tua. Agar terjalinnya rasa kasih sayang
antar keluarga dan silaturrahim yang baik, serta tidak menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan di kemudian hari.
2. Perlu adanya penyuluhan hukum yang terjadwal dan terencana agar
masyarakat dapat mengerti dan memahami kewenangan Pengadilan Agama
itu seperti apa dan bagaimana untuk dapat membantu masyarakat dalam
menyelesaikan persoalan yang mereka punya.
3. Perlu adanya sosialisasi hukum keluarga terutama didalam Hukum Islam dan
Kompilasi Hukum Islam yang belum banyak diketahui khususnya
masyarakat awam, agar terwujudnya penegakan hukum di Pengadilan
Agama.
Watampone Kelas 1A (Studi Kasus Putusan Nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp). Pokok
permasalahan adalah bagaimana proses penyelesaian sengketa hibah di Pengadilan
Agama dan bagaimana penyelesaian sengketa hibah dalam putusan perkara Nomor.
886/Pdt.G/2017/PA.Wtp
Penelitian ini merupakan field research
(penelitian lapangan) dengan
melakukan observasi, wawancara, dokumentasi. Data yang diperoleh dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif, masalah ini dianalisis dengan pendekatan
yuridis formal, pendekatan empiris dan pendekatan sosiologis. Pengolahan data
dengan melakukan kodifikasi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan
kesimpulan atau verifikasi serta analisis data dengan melakukan analisis triangulasi.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa hibah di
Pengadilan Agama dan penyelesaian sengketa hibah dalam putusan perkara Nomor.
886/Pdt.G/2017/PA.Wtp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana proses penyelesaian sengketa
hibah di Pengadilan Agama dimulai dari pendaftaran perkara, persidangan hingga
adanya putusan hakim, pada umumnya sama saja mulai dari awal sampai akhir
seperti proses penyelesaian perkara lainnya. Dalam persidangan sengketa hibah Di
Pengadilan Agama tidak ada hakim tertentu atau spesialis yang menangani perkara
tersebut, sebab bersifat umum dan semua hakim mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang sama dalam menangani kasus sengketa hibah.
Pertama, gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sebab gugatan tersebut
pernah diperkarakan sebelumnya dan putusannya telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Kedua, gugatan Penggugat kabur dan tidak bersesuaian antara
posita dengan petitum. Ketiga, perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil yang
telah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni kuasa hukum
Penggugat tidak bisa menunjukkan asli berita acara sumpahnya.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari analisa yang telah diuraikan dalam bab VI
mengenai penyelessaian sengketa hibah di Pengadilan Agama Watampone Kelas
1A (Studi Kasus Putusan Nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp) maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses penyelesaian sengketa hibah di Pengadilan Agama dimulai dari
pendaftaran perkara, persidangan hingga adanya putusan hakim, pada
umumnya sama saja mulai dari awal sampai akhir seperti proses
penyelesaian perkara lainnya. Dimulai dari mengajukan gugatan penggugat
setelah itu didaftar dan diajukan kemudian ditujukkan majelis hakim dan
majelis hakim membuat penetapan hari sidang, setelah itu dipanggil pihak-
pihak yang bersangkutan. Kemudian datang menghadiri persidangan dan
diperiksa perkara sengketa hibah tersebut. Langkah pertama yang dilakukan
yaitu mengadakan mediasi atau perdamaian oleh mediator. Apabila dalam
mediasi tersebut tidak mencapai perdamaian maka baru dapat dilanjutkan
persidangan. Persidangan perkara hibah sama saja dengan persidangan
perkara lainnya seperti perkawinan cerai gugat maupun cerai talak dan
perkara lain. Dimulai dengan pembacaan gugatan, jawaban dan jawaban
gugatan, replik,duplik, kesimpulan hingga putusan hakim. Mengenai
perkara sengketa hibah Di Pengadilan Agama tidak ada hakim tertentu atau
spesialis yang menangani perkara tersebut, sebab bersifat umum dan semua
hakim mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sama dalam
menangani kasus sengketa hibah.
2. Penyelesaian sengketa hibah dalam putusan nomor 886/Pdt.G/2017/PA.Wtp
yakni penggugat bernama Hj. Murniati binti H.Munggu, umur 60 tahun,
agama Islam, pekerjaan jualan, Pendidikan Sekolah Dasar, alamat Jalan.
Letjen Suprapto No. 2, Kelurahan Macege, Kecamatan Tanete Riattang
Barat, Kabupaten Bone, dan tergugat bernama Hj. Madinah binti
H.Munggu, umur 69 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak ada, Pendidikan
SD, alamat Jalan Mesjid No. 68, Kelurahan Bukaka, Kecamatan Tanete
Riattang, Kabupaten Bone yang menjadikan Ruko yang terletak di Jl
Masjid Raya no 70, Kel.Bukaka, Kec.Tanete Riattang, luas 4.40m × 18.20m
(objek sengketa). Kasus tersebut tidak dapat dijadikan sebagai suatu perkara
yang dapat diterima di Pengadilan Agama dengan berbagai sebab dan alasan.
Pertama, gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sebab gugatan tersebut
pernah diperkarakan sebelumnya dan putusannya telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (res judicata) dengan obyek perkara yang sama, subyek yang
sama, materi pokok gugatan yang sama, serta pengadilan yang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara yang sama, yang mengakibatkan gugatan
Penggugat tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan, dan harus
dinyatakan (nebis in idem). Kedua, gugatan Penggugat kabur dan tidak
bersesuaian antara posita dengan petitum, pada posita maupun pada eksepsi
dan replik banyak menerangkan tentang sengketa kewarisan, harta waris dan
ahli waris, sementara dalan petitum gugatan menuntut pembagian hibah.
Sehingga Majelis Hakim menilai bahwa gugatan Penggugat mengandung
cacat (abscuur libel) yakni gugatan Penggugat kabur, tidak memenuhi syarat
jelas dan pasti, sebagaimana yang digariskan dalam ketentuan Pasal 8 ke-3
Rv. Ketiga, perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni kuasa hukum
Penggugat tidak bisa menunjukkan asli berita acara sumpahnya sebagai
advokat/pengacara, karena selaku penegak hukum dalam mendampingi atau
mewakili Penggugat beracara di muka sidang Pengadilan Agama
Watampone.
B. Saran
1. Para pihak yang beragama Islam harus sepatutnya saling berbuat baik kepada
sesama, keluarga khususnya orang tua. Agar terjalinnya rasa kasih sayang
antar keluarga dan silaturrahim yang baik, serta tidak menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan di kemudian hari.
2. Perlu adanya penyuluhan hukum yang terjadwal dan terencana agar
masyarakat dapat mengerti dan memahami kewenangan Pengadilan Agama
itu seperti apa dan bagaimana untuk dapat membantu masyarakat dalam
menyelesaikan persoalan yang mereka punya.
3. Perlu adanya sosialisasi hukum keluarga terutama didalam Hukum Islam dan
Kompilasi Hukum Islam yang belum banyak diketahui khususnya
masyarakat awam, agar terwujudnya penegakan hukum di Pengadilan
Agama.
Ketersediaan
| SSYA20220031 | 31/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
31/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
