Studi Komparatif Tentang Takharuj Dalam Pembagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut KHI Dan Mazhab Hanafi
Asmaul Husnah/01.18.1108 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Studi Komparatif Tentang Takhāruj dalam
Pembagian Warisan dan Akibat Hukumnya Menurut KHI dan Mazhab Hanafi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep kewarisan takhāruj
dalam perspektif KHI dan Mazhab Hanafi dan akibat hukum yang ditimbulkan jika
ahli waris diundurkan serta bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat KHI dan
Mazhab Hanafi dalam konsep kewarisan takhāruj. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pandangan KHI dan Mazhab Hanafi mengenai konsep kewarisan
takhāruj dan akibat hukum yang ditimbulkan jika ahli waris diundurkan serta
mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat KHI dan Mazhab Hanafi mengenai
konsep kewarisan takhāruj. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan
(Library research) kualitatif deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif dan
teologis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian harta waris menurut KHI
sah bilamana setiap ahli waris secara rela membaginya dengan cara kekeluargaan
atau perdamaian sesuai dengan kesepakatan setiap pihak yang terkait. Ahli waris
yang diundurkan dan ahli waris yang mengundurkan bisa mengadakan persetujuan
damai dengan ahli waris lainnya, bahwa bagiannya diserahkan kepada salah satu ahli
waris lain, dengan ketentuan bahwa dia cukup menerima uang sebagian dari harta
bagiannya. Adapun Hanafi yang menyebutkan bahwa takhāruj adalah sebagai bentuk
jual beli harta warisan (dalam prakteknya memang terjadi semacam transaksi jual
beli, yaitu ahli waris yang keluar menerima imbalan dari ahli waris yang lain sebagai
ganti atas harta warisan yang menjadi haknya). Persamaan terkait dengan ketentuan
kewarisan takhāruj antara KHI dan Mazhab Hanafi, yakni dari cara pembagiannya,
keduanya sama-sama memberikan prestasi bagi ahli waris yang diundurkan dan
keduanya menggunakan konsep perdamaian. Adapun perbedaannya terletak pada
persyaratan, persyaratan takhāruj dalam kitab rād al muhtār oleh Syaikh Ibn Abidin
sangat jelas dan terperinci sedangkan persyaratan dalam Kompilasi Hukum Islam
sebaliknya, konsep jual beli yang dimaksud dalam Pasal 189 KHI dan menurut
Hanafi berbeda.
A. Simpulan
Setelah uraian-uraian dari bab awal sampai bab akhir, berikut ini adalah
kesimpulan dari seluruh pembahasan
1. Berdasarkan keterangan pada Pasal 183 dan 189 KHI pembagian warisan
secara takhāruj sebagaimana dalam KHI diistilahkan sebagai perjanjian
perdamaian yang dimana hal tersebut adalah sah bilamana di antara para ahli
waris membagi hartanya secara sukarela dengan melalui jalan musyawarah
terhadap pihak-pihak ahli waris yang bersangkutan. Adapun menurut
pandangan Hanafi pembagian warisan secara takhāruj ini dinilai sebagai
suatu bentuk jual beli harta warisan yang dimana hal tersebut didasarkan atas
imbalan yang diberikan kepada ahli waris yang diundurkan.
Adapun akibat hukum yang ditimbulkan jika ahli waris diundurkan adalah
ahli waris yang mengundurkan ahli waris yang lainnya memberikan suatu
imbalan kepada ahli waris yang diundurkan tersebut dan ahli waris yang
diundurkan memberikan harta pusakanya serta status dari ahli waris yang
diundurkan ini tidak lagi sebagai penerima warisan begitupun harta yang
telah diberikan sudah tidak dapat ditarik kembali.
2. Persamaan terkait dengan konsep kewarisan takhāruj antara KHI dan
Mazhab Hanafi, yakni keduanya sama-sama memperbolehkan pembagian
warisan secara takhāruj yang didasarkan atas perdamaian dan rasa saling rida
antara ahli waris yang satu dengan yang lainnya. Adapun perbedaannya,
yakni konsep takhāruj dalam KHI ini didasarkan atas perdamaian setelah
masing-masing mengetahui bagiannya adapun menurut Mazhab Hanafi
diistilahkan sebagai bentuk jual beli harta warisan setelah terjadinya
pembagian harta warisan tersebut.
B. Saran
Setelah mengamati dan memahami dalam penelitian ada beberapa yang
harus di perhatikan:
1. Dalam masyarakat masih sering terjadi persengketaan di antara
ahli waris. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai isi dalam Kompilasi Hukum Islam yang
dimana pembahasan sistem perdamaian dalam Kompilasi Hukum
Islam terbatas pada pasal tertentu dan perlunya pembahasan sistem
perdamaian ditambah lagi serta perlunya sosialisasi terkait
penyelesaian sengketa secara damai melalui musyawarah atau
mufakat agar masyarakat mengetahui lebih jelas mengenai hukum
kewarisan yang terkhusus mengenai sistem perdamaian .
2. Bagi ahli waris yang mengundurkan salah satu pihak sebagai ahli
waris haruslah dengan kesepakatan damai dan harus adanya rasa
rida antara keluarga atau ahli waris yang diundurkan agar tidak
terjadi persengketaan. Bagi ahli waris yang yang diundurkan agar
mempergunakan haknya untuk memanfaatkan harta warisan
dengan sebaik-baiknya yang sudah diberikan oleh ahli waris yang
mengundurkannya .
Pembagian Warisan dan Akibat Hukumnya Menurut KHI dan Mazhab Hanafi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep kewarisan takhāruj
dalam perspektif KHI dan Mazhab Hanafi dan akibat hukum yang ditimbulkan jika
ahli waris diundurkan serta bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat KHI dan
Mazhab Hanafi dalam konsep kewarisan takhāruj. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pandangan KHI dan Mazhab Hanafi mengenai konsep kewarisan
takhāruj dan akibat hukum yang ditimbulkan jika ahli waris diundurkan serta
mengetahui persamaan dan perbedaan pendapat KHI dan Mazhab Hanafi mengenai
konsep kewarisan takhāruj. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan
(Library research) kualitatif deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif dan
teologis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian harta waris menurut KHI
sah bilamana setiap ahli waris secara rela membaginya dengan cara kekeluargaan
atau perdamaian sesuai dengan kesepakatan setiap pihak yang terkait. Ahli waris
yang diundurkan dan ahli waris yang mengundurkan bisa mengadakan persetujuan
damai dengan ahli waris lainnya, bahwa bagiannya diserahkan kepada salah satu ahli
waris lain, dengan ketentuan bahwa dia cukup menerima uang sebagian dari harta
bagiannya. Adapun Hanafi yang menyebutkan bahwa takhāruj adalah sebagai bentuk
jual beli harta warisan (dalam prakteknya memang terjadi semacam transaksi jual
beli, yaitu ahli waris yang keluar menerima imbalan dari ahli waris yang lain sebagai
ganti atas harta warisan yang menjadi haknya). Persamaan terkait dengan ketentuan
kewarisan takhāruj antara KHI dan Mazhab Hanafi, yakni dari cara pembagiannya,
keduanya sama-sama memberikan prestasi bagi ahli waris yang diundurkan dan
keduanya menggunakan konsep perdamaian. Adapun perbedaannya terletak pada
persyaratan, persyaratan takhāruj dalam kitab rād al muhtār oleh Syaikh Ibn Abidin
sangat jelas dan terperinci sedangkan persyaratan dalam Kompilasi Hukum Islam
sebaliknya, konsep jual beli yang dimaksud dalam Pasal 189 KHI dan menurut
Hanafi berbeda.
A. Simpulan
Setelah uraian-uraian dari bab awal sampai bab akhir, berikut ini adalah
kesimpulan dari seluruh pembahasan
1. Berdasarkan keterangan pada Pasal 183 dan 189 KHI pembagian warisan
secara takhāruj sebagaimana dalam KHI diistilahkan sebagai perjanjian
perdamaian yang dimana hal tersebut adalah sah bilamana di antara para ahli
waris membagi hartanya secara sukarela dengan melalui jalan musyawarah
terhadap pihak-pihak ahli waris yang bersangkutan. Adapun menurut
pandangan Hanafi pembagian warisan secara takhāruj ini dinilai sebagai
suatu bentuk jual beli harta warisan yang dimana hal tersebut didasarkan atas
imbalan yang diberikan kepada ahli waris yang diundurkan.
Adapun akibat hukum yang ditimbulkan jika ahli waris diundurkan adalah
ahli waris yang mengundurkan ahli waris yang lainnya memberikan suatu
imbalan kepada ahli waris yang diundurkan tersebut dan ahli waris yang
diundurkan memberikan harta pusakanya serta status dari ahli waris yang
diundurkan ini tidak lagi sebagai penerima warisan begitupun harta yang
telah diberikan sudah tidak dapat ditarik kembali.
2. Persamaan terkait dengan konsep kewarisan takhāruj antara KHI dan
Mazhab Hanafi, yakni keduanya sama-sama memperbolehkan pembagian
warisan secara takhāruj yang didasarkan atas perdamaian dan rasa saling rida
antara ahli waris yang satu dengan yang lainnya. Adapun perbedaannya,
yakni konsep takhāruj dalam KHI ini didasarkan atas perdamaian setelah
masing-masing mengetahui bagiannya adapun menurut Mazhab Hanafi
diistilahkan sebagai bentuk jual beli harta warisan setelah terjadinya
pembagian harta warisan tersebut.
B. Saran
Setelah mengamati dan memahami dalam penelitian ada beberapa yang
harus di perhatikan:
1. Dalam masyarakat masih sering terjadi persengketaan di antara
ahli waris. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai isi dalam Kompilasi Hukum Islam yang
dimana pembahasan sistem perdamaian dalam Kompilasi Hukum
Islam terbatas pada pasal tertentu dan perlunya pembahasan sistem
perdamaian ditambah lagi serta perlunya sosialisasi terkait
penyelesaian sengketa secara damai melalui musyawarah atau
mufakat agar masyarakat mengetahui lebih jelas mengenai hukum
kewarisan yang terkhusus mengenai sistem perdamaian .
2. Bagi ahli waris yang mengundurkan salah satu pihak sebagai ahli
waris haruslah dengan kesepakatan damai dan harus adanya rasa
rida antara keluarga atau ahli waris yang diundurkan agar tidak
terjadi persengketaan. Bagi ahli waris yang yang diundurkan agar
mempergunakan haknya untuk memanfaatkan harta warisan
dengan sebaik-baiknya yang sudah diberikan oleh ahli waris yang
mengundurkannya .
Ketersediaan
| SSYA20220033 | 33/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
33/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
