Studi Perbandingan terhadap Kedududkan Anak Pasca Perceraian Li’an Menurut Mazhab Malikiyah dan Kompilasi Hukum Islam
Andi Arjuna/01.17.1136 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Studi Perbandingan Hukum Mazhab Malikiyah
Dan Kompilasi Hukum Islam (Analisis Pasal 102 Ayat 1 Dan 2). Pokok
permasalahannya adalah Perbandingan Hukum Mazhab Malikiyah dan Kompilasi
Hukum Islam tentang pasal 102. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Perbandingan Hukum Mazhab Malikiyah Dan Kompilasi Hukum Islam mengenai
Pasal 102 Ayat 1 Dan 2 . Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangsi serta kontribusi terhadap Ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
keislaman serta ilmu hukum pada khususnya.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan
pendekatan normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengkaji buku-
buku tentang perkawinan, Buku hukum acara perdata islam, Buku Fikih empat
mazhab, Kompilasi Hukum Islam dan Jurnal-jurnal tentang li’an.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Mazhab Maliki mensyaratkan
masa suci istri tiga kali haid atau satu kali haid merupakan batas waktu pengingkaran
anak bagi pihak suami dan pada Kompilasi Hukum Islam ayat 1 mengenai batas
waktu pengingkaran anak pasal 102 KHI tidak dapat menunjukan batasan waktu
suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya menekankan kepada waktu
pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan agama dan pada ayat 2 dapat dikatakan
bahwa suami yang ingin mengajukan pengingkaran anak tidak boleh melebihi batas
waktu yang sebelumnya sudah dijelaskan dalam pasal 102 ayat 1 atau melewati
waktu 6 bulan sejak anak itu dilahirkan. Apabila suami mengajukan pengingkaran
anak melebihi batas waktu atau melewati waktu 6 bulan setelah bayi itu lahir, maka
suami harus terlebih dahulu melakukan perceraian dengan ibu anak tersebut. Adapun
dari segi perbandingan sumpah li’an pendapat Imam Maliki dengan Kompilasi
Hukum Islam memiliki unsur kesamaan dari Ketentuan-ketentuan yang berasal dari
kedua sumber yang sama-sama mengacu kepada hukum Islam hal mana memiliki
kesamaan: li’an dilakukan di hadapan hakim, li’an mengakibatkan terjadinya
perceraian antara pihak suami dan istri setelah li’an selesai dilakukan yang
menyebabkan perceraian selama-lamanya serta haramnya kedua belah pihak untuk
kembali bersama dan tata cara atau prosedur li’an. Sedangkan dari segi perbedaan
terdapat dalam hal Batas waktu pengingkaran anak hal mana pasal 102 KHI tidaklah
dapat menunjukan batasan waktu suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam
hanya menekankan kepada waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan
agama sedangkan dalam pendapat Imam Malik batas waktu pengingkaran anak
Malikiyah mensyaratkan batas waktu adalah masa suci istri dijadikan tiga kali haid
atau satu kali haid saja, yaitu untuk mengetahui istrinya sedang mengandung atau
tidak
A. Kesimpulan
1. Ketentuan batas waktu suami mengingkari anak dalam li’an Mazhab Maliki
berpendapat suami boleh melakukan li’an untuk mengingkari anak yang ada
dalam kandungan istrinya. Namun, Maliki mensyaratkan supaya masa suci
istri dijadikan tiga kali haid atau satu kali haid saja berdasarkan perbedaan
pendapat yang ada diantara para ulama dan pengikutnya, yaitu untuk
mengetahui istrinya sedang mengandung atau tidak. Sedangkan ketentuan
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 102 ayat 1 dan 2 bahwa hal mana
Kompilasi Hukum Islam tidak menjelaskan secara rinci mengenai batas waktu
suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya menekankan kepada
waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan agama. dalam hal ini pasal
102 KHI belumlah memberikan ketegasan yang kuat mengenai batas waktu
suami mengingkari anak, di mana batas waktu 180 hari dan 360 hari adalah
waktu yang lama, sehingga dapat membuat suami mengulur-ulur waktu dalam
mengingkari anak.
2. Dalam hal mengenai Sumpah li’an pendapat Imam Maliki dengan Kompilasi
Hukum Islam memiliki unsur kesamaan dari Ketentuan-ketentuan yang
berasal dari kedua sumber yang sama-sama mengacu kepada hukum Islam hal
mana memiliki kesamaan: li’an dilakukan di hadapan hakim, li’an
mengakibatkan terjadinya perceraian antara pihak suami dan istri setelah li’an
selesai dilakukan yang menyebabkan perceraian selama-lamanya serta
haramnya kedua belah pihak untuk kembali bersama dan tata cara atau
prosedur li’an. Sedangkan dari segi perbedaan terdapat dalam hal Batas waktu
pengingkaran anak hal mana pasal 102 KHI tidaklah dapat menunjukan
batasan waktu suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya
menekankan kepada waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan
agama sedangkan dalam pendapat Imam Malik batas waktu pengingkaran
anak Malikiyah mensyaratkan batas waktu adalah masa suci istri dijadikan
tiga kali haid atau satu kali haid saja, yaitu untuk mengetahui istrinya sedang
mengandung atau tidak.
B. Implikasi
1. Karena apa yang menjadi ketentuan di dalam pasal 102 KHI belum cukup
sebagai pedoman hukum dalam kompilasi hukum Islam maka ketentuan
tersebut hendaknya ada pembaharuan lagi sesuai dengan perubahan zaman.
Karena kompilasi hukum Islam digunakan sebagai pedoman umat Islam dan
rumusan masalahnya diambil dari berbagai kitab kuning dan semua
permasalahan dikembalikan pada Al-Qur’an dan hadist.
2. Mengingat banyaknya persoalan suami istri yang terkadang dipenuhi dengan
ketidaktahuan tentang hukum-hukum yang terjadi dalam pernikahaan KHI
pasal 102 mengenai li’an tetaplah menjadi landasan dalam mengajukan
gugatan pengingkaran anak yang selama ini terjadi dalam pengadilan Agama.
Walaupun Ketentuan dalam pasal 102 KHI ini belum cukup sebagai pedoman
hukum dalam Kompilasi hukum Islam.
Dan Kompilasi Hukum Islam (Analisis Pasal 102 Ayat 1 Dan 2). Pokok
permasalahannya adalah Perbandingan Hukum Mazhab Malikiyah dan Kompilasi
Hukum Islam tentang pasal 102. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Perbandingan Hukum Mazhab Malikiyah Dan Kompilasi Hukum Islam mengenai
Pasal 102 Ayat 1 Dan 2 . Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangsi serta kontribusi terhadap Ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
keislaman serta ilmu hukum pada khususnya.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan
pendekatan normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengkaji buku-
buku tentang perkawinan, Buku hukum acara perdata islam, Buku Fikih empat
mazhab, Kompilasi Hukum Islam dan Jurnal-jurnal tentang li’an.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Mazhab Maliki mensyaratkan
masa suci istri tiga kali haid atau satu kali haid merupakan batas waktu pengingkaran
anak bagi pihak suami dan pada Kompilasi Hukum Islam ayat 1 mengenai batas
waktu pengingkaran anak pasal 102 KHI tidak dapat menunjukan batasan waktu
suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya menekankan kepada waktu
pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan agama dan pada ayat 2 dapat dikatakan
bahwa suami yang ingin mengajukan pengingkaran anak tidak boleh melebihi batas
waktu yang sebelumnya sudah dijelaskan dalam pasal 102 ayat 1 atau melewati
waktu 6 bulan sejak anak itu dilahirkan. Apabila suami mengajukan pengingkaran
anak melebihi batas waktu atau melewati waktu 6 bulan setelah bayi itu lahir, maka
suami harus terlebih dahulu melakukan perceraian dengan ibu anak tersebut. Adapun
dari segi perbandingan sumpah li’an pendapat Imam Maliki dengan Kompilasi
Hukum Islam memiliki unsur kesamaan dari Ketentuan-ketentuan yang berasal dari
kedua sumber yang sama-sama mengacu kepada hukum Islam hal mana memiliki
kesamaan: li’an dilakukan di hadapan hakim, li’an mengakibatkan terjadinya
perceraian antara pihak suami dan istri setelah li’an selesai dilakukan yang
menyebabkan perceraian selama-lamanya serta haramnya kedua belah pihak untuk
kembali bersama dan tata cara atau prosedur li’an. Sedangkan dari segi perbedaan
terdapat dalam hal Batas waktu pengingkaran anak hal mana pasal 102 KHI tidaklah
dapat menunjukan batasan waktu suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam
hanya menekankan kepada waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan
agama sedangkan dalam pendapat Imam Malik batas waktu pengingkaran anak
Malikiyah mensyaratkan batas waktu adalah masa suci istri dijadikan tiga kali haid
atau satu kali haid saja, yaitu untuk mengetahui istrinya sedang mengandung atau
tidak
A. Kesimpulan
1. Ketentuan batas waktu suami mengingkari anak dalam li’an Mazhab Maliki
berpendapat suami boleh melakukan li’an untuk mengingkari anak yang ada
dalam kandungan istrinya. Namun, Maliki mensyaratkan supaya masa suci
istri dijadikan tiga kali haid atau satu kali haid saja berdasarkan perbedaan
pendapat yang ada diantara para ulama dan pengikutnya, yaitu untuk
mengetahui istrinya sedang mengandung atau tidak. Sedangkan ketentuan
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 102 ayat 1 dan 2 bahwa hal mana
Kompilasi Hukum Islam tidak menjelaskan secara rinci mengenai batas waktu
suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya menekankan kepada
waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan agama. dalam hal ini pasal
102 KHI belumlah memberikan ketegasan yang kuat mengenai batas waktu
suami mengingkari anak, di mana batas waktu 180 hari dan 360 hari adalah
waktu yang lama, sehingga dapat membuat suami mengulur-ulur waktu dalam
mengingkari anak.
2. Dalam hal mengenai Sumpah li’an pendapat Imam Maliki dengan Kompilasi
Hukum Islam memiliki unsur kesamaan dari Ketentuan-ketentuan yang
berasal dari kedua sumber yang sama-sama mengacu kepada hukum Islam hal
mana memiliki kesamaan: li’an dilakukan di hadapan hakim, li’an
mengakibatkan terjadinya perceraian antara pihak suami dan istri setelah li’an
selesai dilakukan yang menyebabkan perceraian selama-lamanya serta
haramnya kedua belah pihak untuk kembali bersama dan tata cara atau
prosedur li’an. Sedangkan dari segi perbedaan terdapat dalam hal Batas waktu
pengingkaran anak hal mana pasal 102 KHI tidaklah dapat menunjukan
batasan waktu suami mengingkari anak, Kompilasi Hukum Islam hanya
menekankan kepada waktu pengajuan pengingkaran anak ke pengadilan
agama sedangkan dalam pendapat Imam Malik batas waktu pengingkaran
anak Malikiyah mensyaratkan batas waktu adalah masa suci istri dijadikan
tiga kali haid atau satu kali haid saja, yaitu untuk mengetahui istrinya sedang
mengandung atau tidak.
B. Implikasi
1. Karena apa yang menjadi ketentuan di dalam pasal 102 KHI belum cukup
sebagai pedoman hukum dalam kompilasi hukum Islam maka ketentuan
tersebut hendaknya ada pembaharuan lagi sesuai dengan perubahan zaman.
Karena kompilasi hukum Islam digunakan sebagai pedoman umat Islam dan
rumusan masalahnya diambil dari berbagai kitab kuning dan semua
permasalahan dikembalikan pada Al-Qur’an dan hadist.
2. Mengingat banyaknya persoalan suami istri yang terkadang dipenuhi dengan
ketidaktahuan tentang hukum-hukum yang terjadi dalam pernikahaan KHI
pasal 102 mengenai li’an tetaplah menjadi landasan dalam mengajukan
gugatan pengingkaran anak yang selama ini terjadi dalam pengadilan Agama.
Walaupun Ketentuan dalam pasal 102 KHI ini belum cukup sebagai pedoman
hukum dalam Kompilasi hukum Islam.
Ketersediaan
| SSYA20210033 | 33/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
33/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
