Tinjauan Yuridis Tentang Itikad Baik Perspektif Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi pada Sidang Mediasi Di Pengadilan
Syaiful Yusuf/ 01.15.4241 - Personal Name
Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yurudis Asas Itikad Baik Menurut
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi Pada Sidang
Mediasi di Pengadilan”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menggali lebih jauh
Pelaksanaan Asas Itikad Baik Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. (2) Mengetahui Problem
dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Proses Mediasi. (3) Memecahkan
Solusi dari Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Proses Mediasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian hukum normatif
yakni penelitian yang menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku
hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang
dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam masyarakat dan
menjadi acuan perilaku setiap orang. Oleh karena itu, penulis banyak mengutip
konsep atau teori di dalam buku sebagai penguatan dasar ontologis dan empirik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan itikad baik pihak-
pihak berperkara dalam mediasi menurut Perma No. 1 Tahun 2016 tentang
prosedur Mediasi di Pengadilan mulai dikenal pengembangan aspek pengertian
konsep itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 tahun 2016.
Yaitu bahwa kehadiran salah satu dan/atau masing-masing pihak adalah parameter
dari itikad baik dalam acara mediasi. Di dalam Uraian dalam Pasal 7 ayat 2
tersebut diatas pada pokoknya merupakan dorongan supaya para pihak melakukan
mediasi secara bersungguh-sungguh. Ketentuan Perma No. 1 2016 Tentang
Medasi diberlakukan sebagai cara untuk untuk menghindari penumpukan perkara
dan memberikan kesempatan bagi para pihak perkara untuk menyelesaikan
perkaranya sesuai dengan apa yang mereka inginkan dengan dibantu dengan
mediator yang bersifat netral dan ditunjang dengan penerapan iktikad baik. (2)
Pada penerapan mediasi sering muncul sebuah permasalahan yang dikategorikan
sikap tidak beritikad baik pada proses mediasi antara lain sebagai berikut: a)
Rendahnya tingkat komunikasi antar kedua pihak. b) Salah satu pihak
mengingkari kesepakatan yang sudah disepakati dalam mediasi. c) Salah satu
pihak yang tidak menghadiri mediasi dengan berbagai alasan yang diwakilkan
kepada kuasa hukumnya, sehingga untuk tercapainya keberhasilan mediasi
kemungkinannya kecil karena salah satu pihak tidak menghadiri mediasi secara
langsung. d) Acuh tak acuh dan tidak memperlihatkan respon positif (apatis) pada
saat mediasi berlangsung. e) Tidak menandatangani konsep kesepakatan yang
telah disepakati pada mediasi. Adapun akibat hukum salah satu pihak atau para
pihak beritikad tidak baik dalam proses mediasi adalah pengenaan kewajiban
pembayaran biaya mediasi sesuai pada pasal 22 dan 23 pada Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 tahun 2016. (3) Agar terwujudnya Asas itikad baik dalam sebuah
mediasi maka perlu adanya sikap keterbukaan antar kedua pihak dengan sifat
terbuka ini dapat menimbulkan komunikasi yang efektif dengan pihak lawan dan
mediator sehingga lebih paham apa yang dimaksud dalam pembicaraan.
Permasalahan yang dihadapi cukup diceritakan dengan jelas berdasarkan fakta
yang dihadapinya sehingga membantu mediator dalam menemukan jalan keluar
dalam proses mediasi. Selain itu peran mediator juga sangat penting karena
mediator bertuugas untuk menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak.
Maka mediator yang diberikan wewenang oleh hakim harus tegas, netral, dan
terbuka agar proses mediasi sehingga para pihak dimediasi menaati peraturan
yang ada sehingga tidak menganggap mediasi adalah formalitas dalam beracara
demi terwujudnya asas itikad baik dalam proses mediasi di pengadilan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan itikad baik pihak-pihak berperkara dalam mediasi menurut
Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan mulai
dikenal
pengembangan
aspek
pengertian
konsep
itikad
baik
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 tahun 2016. Yaitu
bahwa kehadiran salah satu dan/atau masing-masing pihak adalah
parameter dari itikad baik dalam acara mediasi. Di dalam Uraian dalam
Pasal 7 ayat 2 tersebut diatas pada pokoknya merupakan dorongan
supaya para pihak melakukan mediasi secara bersungguh-sungguh.
Semakin banyaknya perkara yang terjadi dalam masyarakat, maka
semakin besar pula peran Negara melalui pengadilan
untuk
menyelesaikan. Untuk menyikapi banyaknya perkara yang diajukan ke
Pengadilan maka Negara melalui perlengkapannya yaitu Mahkamah
Agung Peraturan yang sesuai dengan prinsip dasar masyarakat
Indonesia yang mengedepankan musyawarah dan mufakat yaitu
mediasi dalam rangka menyelesaikan perkara secara efektif dan efisien.
Dengan adanya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan dapat mempermudah akses masyarakat dalam
menyelesaikan masalahnya. Ketentuan Perma No. 1 2016 Tentang
Medasi
diberlakukan
sebagai
cara
untuk
untuk
menghindari
penumpukan perkara dan memberikan kesempatan bagi para pihak
perkara untuk menyelesaikan perkaranya sesuai dengan apa yang
mereka
inginkan
dengan dibantu dengan mediator yang bersifat netral dan ditunjang
dengan penerapan iktikad baik.
2. Pada penerapan mediasi sering muncul sebuah permasalahan yang
dikategorikan sikap tidak beritikad baik pada proses mediasi antara lain
sebagai berikut:
a.
Rendahnya
tingkat
komunikasi
antar
kedua
pihak
untuk
menyelesaikan sengketa diluar persidangan.
b. Mediasi awalnya telah disepakati oleh kedua pihak. Namun alah satu
pihak mengingkari kesepakatan yang sudah disepakati dalam mediasi.
c.
Jadwal mediasi sudah ditetapkan namun ada salah satu pihak yang
tidak menghadiri mediasi dengan berbagai alasan yang diwakilkan
kepada kuasa hukumnya, sehingga untuk tercapainya keberhasilan
mediasi kemungkinannya kecil karena salah satu pihak tidak
menghadiri mediasi secara langsung.
d. Acuh tak acuh dan tidak memperlihatkan respon positif (apatis) pada
saat mediasi berlangsung. Karena sejak awal tidak menginginkan
adanya win-win solution.
e.
Tidak menandatangani konsep kesepakatan yang telah disepakati pada
mediasi dan memperlihatkan respon yang kurang baik pada saat
penandatanganan konsep kesepakatan
Hal ini pula juga disebutkan dengan jelas pada Pasal 7 ayat 2
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur
mediasi di pengadilan. Adapun akibat hukum salah satu pihak atau para
pihak beritikad tidak baik dalam proses mediasi adalah pengenaan
kewajiban pembayaran biaya mediasi sesuai pada pasal 22 dan 23 pada
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016.
Namun ketentuan tersebut, masih terkendala beberapa permasalahan
dilapangan,
pertama
terkait
dengan
eksekusi
terhadap
sanksi
pembayaran ganti rugi yang dibebenkan kepada pihak tergugat yang
tidak menghadiri proses mediasi. Kemudian terkait dengan sanksi
perkara yang ditolak akibat ketidakhadiran penggugat dalam mediasi,
mendapat sorotan dari para pihak mediator juga mempunyai wewenang
untuk melakukan penilaian apakah salah satu pihak yang berperkara
tidak beritikad baik atau ada prosedural yang dilanggar salah satu pihak
dan selanjutnya melaporkan hasil mediasi tersebut kepada Majelis
Hakim pemeriksa perkara untuk menentukan apakah suatu gugatan
layak untuk dilanjutkan pemeriksaan pokok perkaranya.
Pasca diundangkannya Peraturan Mediasi terbaru bahwa dalam
proses mediasi masing-masing pihak diwajibkan tanpa terkecuali untuk
menyampaikan usulan atau proposal mediasi secara tertulis langsung
kepada Mediator yang ditunjuk tanpa memberikan salinan usulan
tersebut kepada pihak lawan seperti dalam praktik Perma Mediasi
Sebelumnya. Selain itu, Mediator juga diberikan kewenangan secara
aktif untuk mempelajari keseriusan dan itikad baik dari para pihak untuk
berdamai dan selanjutnya menilai apakah masih ada celah atau titik
temu bagi para pihak yang bersengketa untuk berdamai, sambil
menyampaikan perkembangan proses mediasi tersebut kepada Majelis
Hakim pemeriksa perkara.
a.
Agar terwujudnya Asas itikad baik dalam sebuah mediasi maka perlu
adanya sikap keterbukaan antar kedua pihak dengan sifat terbuka ini
dapat menimbulkan komunikasi yang efektif dengan pihak lawan dan
mediator sehingga lebih paham apa yang dimaksud dalam
pembicaraan.
b. Permasalahan yang dihadapi cukup diceritakan dengan jelas
berdasarkan fakta yang dihadapinya sehingga membantu mediator
dalam menemukan jalan keluar dalam proses mediasi. Selain itu peran
mediator juga sangat penting karena mediator bertuugas untuk
menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak, memimpin
pertemuan dan mengendalikan pertemuan, menjaga kesinambungan
proses Mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan.
Maka mediator yang diberikan wewenang oleh hakim harus tegas,
netral, dan terbuka agar proses mediasi sehingga para pihak dimediasi
menaati peraturan yang ada sehingga tidak menganggap mediasi
adalah formalitas dalam beracara. Selain itu mediator mampu untuk
menyelasikan suatu perkara dengan cara yang unik demi terwujudnya
asas itikad baik dalam proses mediasi di pengadilan.
A. Saran
1. Perlu adanya kesadaran dan sikap terbuka bagi para pihak yang
bersengketa di Pengadilan untuk melaksanakan mediasi dengan itikad baik
yang tulus. Apabila para pihak memiliki ego untuk memenangkan perkara
yang dihadapinya melalui persidangan, maka keberhasilan mediasi sulit
tercapai.
Perlu adanya ketegasan hakim untuk mengenakan sanksi baik
pihak yang tidak beriktikad baik. Ketegasan dalam pemberlakuan akibat
hukum dari perilaku tidak beriktikad baik akan membuat para pihak yang
melaksanakan proses mediasi di Pengadilan lebih bersungguh-sungguh
mengupayakan perdamaian. Sehingga akan berdampak pada peningkatan
keberhasilan mediasi yang pada saat ini dinilai masih rendah dan hanya
menganggap mediasi adalah formalitas dalam beracara
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi Pada Sidang
Mediasi di Pengadilan”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menggali lebih jauh
Pelaksanaan Asas Itikad Baik Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. (2) Mengetahui Problem
dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Proses Mediasi. (3) Memecahkan
Solusi dari Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Proses Mediasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian hukum normatif
yakni penelitian yang menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku
hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang
dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam masyarakat dan
menjadi acuan perilaku setiap orang. Oleh karena itu, penulis banyak mengutip
konsep atau teori di dalam buku sebagai penguatan dasar ontologis dan empirik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan itikad baik pihak-
pihak berperkara dalam mediasi menurut Perma No. 1 Tahun 2016 tentang
prosedur Mediasi di Pengadilan mulai dikenal pengembangan aspek pengertian
konsep itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 tahun 2016.
Yaitu bahwa kehadiran salah satu dan/atau masing-masing pihak adalah parameter
dari itikad baik dalam acara mediasi. Di dalam Uraian dalam Pasal 7 ayat 2
tersebut diatas pada pokoknya merupakan dorongan supaya para pihak melakukan
mediasi secara bersungguh-sungguh. Ketentuan Perma No. 1 2016 Tentang
Medasi diberlakukan sebagai cara untuk untuk menghindari penumpukan perkara
dan memberikan kesempatan bagi para pihak perkara untuk menyelesaikan
perkaranya sesuai dengan apa yang mereka inginkan dengan dibantu dengan
mediator yang bersifat netral dan ditunjang dengan penerapan iktikad baik. (2)
Pada penerapan mediasi sering muncul sebuah permasalahan yang dikategorikan
sikap tidak beritikad baik pada proses mediasi antara lain sebagai berikut: a)
Rendahnya tingkat komunikasi antar kedua pihak. b) Salah satu pihak
mengingkari kesepakatan yang sudah disepakati dalam mediasi. c) Salah satu
pihak yang tidak menghadiri mediasi dengan berbagai alasan yang diwakilkan
kepada kuasa hukumnya, sehingga untuk tercapainya keberhasilan mediasi
kemungkinannya kecil karena salah satu pihak tidak menghadiri mediasi secara
langsung. d) Acuh tak acuh dan tidak memperlihatkan respon positif (apatis) pada
saat mediasi berlangsung. e) Tidak menandatangani konsep kesepakatan yang
telah disepakati pada mediasi. Adapun akibat hukum salah satu pihak atau para
pihak beritikad tidak baik dalam proses mediasi adalah pengenaan kewajiban
pembayaran biaya mediasi sesuai pada pasal 22 dan 23 pada Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 tahun 2016. (3) Agar terwujudnya Asas itikad baik dalam sebuah
mediasi maka perlu adanya sikap keterbukaan antar kedua pihak dengan sifat
terbuka ini dapat menimbulkan komunikasi yang efektif dengan pihak lawan dan
mediator sehingga lebih paham apa yang dimaksud dalam pembicaraan.
Permasalahan yang dihadapi cukup diceritakan dengan jelas berdasarkan fakta
yang dihadapinya sehingga membantu mediator dalam menemukan jalan keluar
dalam proses mediasi. Selain itu peran mediator juga sangat penting karena
mediator bertuugas untuk menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak.
Maka mediator yang diberikan wewenang oleh hakim harus tegas, netral, dan
terbuka agar proses mediasi sehingga para pihak dimediasi menaati peraturan
yang ada sehingga tidak menganggap mediasi adalah formalitas dalam beracara
demi terwujudnya asas itikad baik dalam proses mediasi di pengadilan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan itikad baik pihak-pihak berperkara dalam mediasi menurut
Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan mulai
dikenal
pengembangan
aspek
pengertian
konsep
itikad
baik
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 tahun 2016. Yaitu
bahwa kehadiran salah satu dan/atau masing-masing pihak adalah
parameter dari itikad baik dalam acara mediasi. Di dalam Uraian dalam
Pasal 7 ayat 2 tersebut diatas pada pokoknya merupakan dorongan
supaya para pihak melakukan mediasi secara bersungguh-sungguh.
Semakin banyaknya perkara yang terjadi dalam masyarakat, maka
semakin besar pula peran Negara melalui pengadilan
untuk
menyelesaikan. Untuk menyikapi banyaknya perkara yang diajukan ke
Pengadilan maka Negara melalui perlengkapannya yaitu Mahkamah
Agung Peraturan yang sesuai dengan prinsip dasar masyarakat
Indonesia yang mengedepankan musyawarah dan mufakat yaitu
mediasi dalam rangka menyelesaikan perkara secara efektif dan efisien.
Dengan adanya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan dapat mempermudah akses masyarakat dalam
menyelesaikan masalahnya. Ketentuan Perma No. 1 2016 Tentang
Medasi
diberlakukan
sebagai
cara
untuk
untuk
menghindari
penumpukan perkara dan memberikan kesempatan bagi para pihak
perkara untuk menyelesaikan perkaranya sesuai dengan apa yang
mereka
inginkan
dengan dibantu dengan mediator yang bersifat netral dan ditunjang
dengan penerapan iktikad baik.
2. Pada penerapan mediasi sering muncul sebuah permasalahan yang
dikategorikan sikap tidak beritikad baik pada proses mediasi antara lain
sebagai berikut:
a.
Rendahnya
tingkat
komunikasi
antar
kedua
pihak
untuk
menyelesaikan sengketa diluar persidangan.
b. Mediasi awalnya telah disepakati oleh kedua pihak. Namun alah satu
pihak mengingkari kesepakatan yang sudah disepakati dalam mediasi.
c.
Jadwal mediasi sudah ditetapkan namun ada salah satu pihak yang
tidak menghadiri mediasi dengan berbagai alasan yang diwakilkan
kepada kuasa hukumnya, sehingga untuk tercapainya keberhasilan
mediasi kemungkinannya kecil karena salah satu pihak tidak
menghadiri mediasi secara langsung.
d. Acuh tak acuh dan tidak memperlihatkan respon positif (apatis) pada
saat mediasi berlangsung. Karena sejak awal tidak menginginkan
adanya win-win solution.
e.
Tidak menandatangani konsep kesepakatan yang telah disepakati pada
mediasi dan memperlihatkan respon yang kurang baik pada saat
penandatanganan konsep kesepakatan
Hal ini pula juga disebutkan dengan jelas pada Pasal 7 ayat 2
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur
mediasi di pengadilan. Adapun akibat hukum salah satu pihak atau para
pihak beritikad tidak baik dalam proses mediasi adalah pengenaan
kewajiban pembayaran biaya mediasi sesuai pada pasal 22 dan 23 pada
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016.
Namun ketentuan tersebut, masih terkendala beberapa permasalahan
dilapangan,
pertama
terkait
dengan
eksekusi
terhadap
sanksi
pembayaran ganti rugi yang dibebenkan kepada pihak tergugat yang
tidak menghadiri proses mediasi. Kemudian terkait dengan sanksi
perkara yang ditolak akibat ketidakhadiran penggugat dalam mediasi,
mendapat sorotan dari para pihak mediator juga mempunyai wewenang
untuk melakukan penilaian apakah salah satu pihak yang berperkara
tidak beritikad baik atau ada prosedural yang dilanggar salah satu pihak
dan selanjutnya melaporkan hasil mediasi tersebut kepada Majelis
Hakim pemeriksa perkara untuk menentukan apakah suatu gugatan
layak untuk dilanjutkan pemeriksaan pokok perkaranya.
Pasca diundangkannya Peraturan Mediasi terbaru bahwa dalam
proses mediasi masing-masing pihak diwajibkan tanpa terkecuali untuk
menyampaikan usulan atau proposal mediasi secara tertulis langsung
kepada Mediator yang ditunjuk tanpa memberikan salinan usulan
tersebut kepada pihak lawan seperti dalam praktik Perma Mediasi
Sebelumnya. Selain itu, Mediator juga diberikan kewenangan secara
aktif untuk mempelajari keseriusan dan itikad baik dari para pihak untuk
berdamai dan selanjutnya menilai apakah masih ada celah atau titik
temu bagi para pihak yang bersengketa untuk berdamai, sambil
menyampaikan perkembangan proses mediasi tersebut kepada Majelis
Hakim pemeriksa perkara.
a.
Agar terwujudnya Asas itikad baik dalam sebuah mediasi maka perlu
adanya sikap keterbukaan antar kedua pihak dengan sifat terbuka ini
dapat menimbulkan komunikasi yang efektif dengan pihak lawan dan
mediator sehingga lebih paham apa yang dimaksud dalam
pembicaraan.
b. Permasalahan yang dihadapi cukup diceritakan dengan jelas
berdasarkan fakta yang dihadapinya sehingga membantu mediator
dalam menemukan jalan keluar dalam proses mediasi. Selain itu peran
mediator juga sangat penting karena mediator bertuugas untuk
menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak, memimpin
pertemuan dan mengendalikan pertemuan, menjaga kesinambungan
proses Mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan.
Maka mediator yang diberikan wewenang oleh hakim harus tegas,
netral, dan terbuka agar proses mediasi sehingga para pihak dimediasi
menaati peraturan yang ada sehingga tidak menganggap mediasi
adalah formalitas dalam beracara. Selain itu mediator mampu untuk
menyelasikan suatu perkara dengan cara yang unik demi terwujudnya
asas itikad baik dalam proses mediasi di pengadilan.
A. Saran
1. Perlu adanya kesadaran dan sikap terbuka bagi para pihak yang
bersengketa di Pengadilan untuk melaksanakan mediasi dengan itikad baik
yang tulus. Apabila para pihak memiliki ego untuk memenangkan perkara
yang dihadapinya melalui persidangan, maka keberhasilan mediasi sulit
tercapai.
Perlu adanya ketegasan hakim untuk mengenakan sanksi baik
pihak yang tidak beriktikad baik. Ketegasan dalam pemberlakuan akibat
hukum dari perilaku tidak beriktikad baik akan membuat para pihak yang
melaksanakan proses mediasi di Pengadilan lebih bersungguh-sungguh
mengupayakan perdamaian. Sehingga akan berdampak pada peningkatan
keberhasilan mediasi yang pada saat ini dinilai masih rendah dan hanya
menganggap mediasi adalah formalitas dalam beracara
Ketersediaan
| SSYA20200182 | 182/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
182/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skrisp Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
