Aborsi Akibat Perkosaan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Eka Suriani/01.17.1204 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang “Aborsi Akibat Perkosaan Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan terhadap hukum aborsi akibat perkosaan
menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan untuk
mengetahui hukum aborsi akibat perkosaan menurut Islam dengan mengetahui
persamaan dan perbedaan hukum aborsi akibat perkosaan menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan menurut hukum Islam. Jenis penelitian
ini yang digunakan dalam metode penelitian pustaka (library research) yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur yang mempunyai
hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Jadi penelitian disini adalah
mengidentifikasi dan menganalisis beberapa bahan buku atau bahan pustaka sesuai
dengan permasalahan yang diteliti, jenis sumber data yang digunakan yaitu data
sekunder yang terdiri dari bahan primer, sekunder. Selanjutnya metoe pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi dan pengutipan baik pengutipan langsung
maupun pengutipan tidak langsung.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan. Dilarang melakukan aborsi namun terdapat
pengecualian khususnya pada Pasal 75 ayat 2 dimana, aborsi dapat dilakukan bila
terdapat indikasi kedaruratan medis dan aborsi karena kehamilan akibat
perkosaan.2.Sedangkan aborsidalam pandangan hukum Islam tindakan aborsi
dilarang karena bertentangan dengan ajaran agama, tetapi ada beberapa pendapat
ulama yang mengizinkan aborsi pada fase-fase tertentu selama belum ditupkannya
ruh.Dalam kasus aborsi diperbolehkan apabila keadaan janin dapat membahayakan
jiwa ibu yang mengandungnya. Yang menjadi subjek hukum dalam tindakan aborsi
ini adalah person atau orang, sedangkan yang menjadi objek tindakan ini yaitu janin
atau fetus dan wanita yang sedang hamil tersebut. Resiko yang akan ditimbulkan
apabila tindakan aborsi ini dilakukan antara lain resiko kesehatan dan keselamatan
fisik serta resiko kesehatan mental atau psikologi.3. Hukum aborsi akibat perkosaan
menurut hukum Islam dan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
kesehatan pada dasarnya sama-sama tidak membolehkan.Dalam hukum Islam yang
digunakan dalam menentukan hukum kebolehan aborsi terfokus pada pemberian ruh
terhadap janin. Sedangkan dalam Undang-Undang hukum aborsi akibat perkosaan
diperbolehkan apabila dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-
Undang.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum Aborsi akibat Perkosaan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentag Kesehatan.
Persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat
adalah suatu tindak pidana, namun dalam hukumpositif di Indonesia tindakan aborsi
pada sebagian kasus tentu terdapat pengecualin. Dalam KUHP aborsi itu dilarang
sama sekali seperti yang telah dicantumkan dalam pasal 299, 346 sampai pada pasal
349, dimana ditegaskan bahwa aborsi dilarang untuk dilakukan dengan alasan apapun
tanpa terkecuali. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentng
Kesehatan disini dikatakan terdapat pengecualian khususnya pada Pasal 75 ayat 2
dimana, aborsi dapat dilakuakan bila terdapat indikasi kedaruratan medis dan aborsi
karena kehamilan akibat perkosaan.
2. Aborsi akibat Perkosaan menurut Islam
Tindakan aborsi adalah suatu kejahatan dan haram Hukumya, sekalipun
sijanin belum diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi manusia. Tetapi apabila aborsi
dilakukan karena benar-benar terpaksa demi menyelamatkan si ibu, maka Islam
membolehkan.
3. Persamaan dan Perbedaan Hukum Aborsi akibat perkosaan menurut Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan menurut Hukum Islam
Pada dasarnya sama-sama tidak membolehkan dalam melakukan tindakan
aborsi. Namun dalam Hukum Islam pendekatan yang digunakan dalam menentukan
hukum kebolehan aborsi adalah terfokus pada pemberian ruh terhadap janin,
sedangkan diperbolehkannya aborsi akibat perkosaan adalah apabila ada indikasi
darurat bagi ibu dan pertimbangan sosial. Dalam Undang-Undang Hukum Aborsi
akibat perkosaan diperbolehkan apabila dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Pada Pasal 75 ayat 2.
B. Saran
1. Terjadinya kehamilan atas kemauan atau direncanakan namun dapat pula
diakibatkan oleh perkosaan yang dapat dialami pada setiap orang sehingga
kehamilan ini tentunya tidak diinginkan yang dapat membawa dampak psikologis
dari yang mengalaminya bahkan dapat berakibat pada tindakan menggugurkan
kandungan bersama nyawa yang dikandungnya sehingga perlu hal ini
mendapatkan pengaturannya dalam hukum pidana agar dapat menjadi dasar dalam
tindakan-tindakan yang sebagaimana mestinya.
2. Aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) dalam memberi pelayanan dan
perlindungan kepada perempuan korban perkosaan dilandasi oleh rasa
kemanusiaan, dan dalam menganangi kasus perkosaan tidak hanya menggunakan
undang-undang di luar KUHP (tidak menggunakan sangkaaan pasal tunggal). Dan
juga kiranya penegak hukum hendaknya mengetahui bahwa Pasal 75 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 telah mencantumkan unsur psikologis wanita
sebagai korban perkosaan ke dalam indikasi medis.
Islam Dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan terhadap hukum aborsi akibat perkosaan
menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan untuk
mengetahui hukum aborsi akibat perkosaan menurut Islam dengan mengetahui
persamaan dan perbedaan hukum aborsi akibat perkosaan menurut Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan menurut hukum Islam. Jenis penelitian
ini yang digunakan dalam metode penelitian pustaka (library research) yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur yang mempunyai
hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Jadi penelitian disini adalah
mengidentifikasi dan menganalisis beberapa bahan buku atau bahan pustaka sesuai
dengan permasalahan yang diteliti, jenis sumber data yang digunakan yaitu data
sekunder yang terdiri dari bahan primer, sekunder. Selanjutnya metoe pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi dan pengutipan baik pengutipan langsung
maupun pengutipan tidak langsung.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan. Dilarang melakukan aborsi namun terdapat
pengecualian khususnya pada Pasal 75 ayat 2 dimana, aborsi dapat dilakukan bila
terdapat indikasi kedaruratan medis dan aborsi karena kehamilan akibat
perkosaan.2.Sedangkan aborsidalam pandangan hukum Islam tindakan aborsi
dilarang karena bertentangan dengan ajaran agama, tetapi ada beberapa pendapat
ulama yang mengizinkan aborsi pada fase-fase tertentu selama belum ditupkannya
ruh.Dalam kasus aborsi diperbolehkan apabila keadaan janin dapat membahayakan
jiwa ibu yang mengandungnya. Yang menjadi subjek hukum dalam tindakan aborsi
ini adalah person atau orang, sedangkan yang menjadi objek tindakan ini yaitu janin
atau fetus dan wanita yang sedang hamil tersebut. Resiko yang akan ditimbulkan
apabila tindakan aborsi ini dilakukan antara lain resiko kesehatan dan keselamatan
fisik serta resiko kesehatan mental atau psikologi.3. Hukum aborsi akibat perkosaan
menurut hukum Islam dan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
kesehatan pada dasarnya sama-sama tidak membolehkan.Dalam hukum Islam yang
digunakan dalam menentukan hukum kebolehan aborsi terfokus pada pemberian ruh
terhadap janin. Sedangkan dalam Undang-Undang hukum aborsi akibat perkosaan
diperbolehkan apabila dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-
Undang.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum Aborsi akibat Perkosaan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentag Kesehatan.
Persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat
adalah suatu tindak pidana, namun dalam hukumpositif di Indonesia tindakan aborsi
pada sebagian kasus tentu terdapat pengecualin. Dalam KUHP aborsi itu dilarang
sama sekali seperti yang telah dicantumkan dalam pasal 299, 346 sampai pada pasal
349, dimana ditegaskan bahwa aborsi dilarang untuk dilakukan dengan alasan apapun
tanpa terkecuali. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentng
Kesehatan disini dikatakan terdapat pengecualian khususnya pada Pasal 75 ayat 2
dimana, aborsi dapat dilakuakan bila terdapat indikasi kedaruratan medis dan aborsi
karena kehamilan akibat perkosaan.
2. Aborsi akibat Perkosaan menurut Islam
Tindakan aborsi adalah suatu kejahatan dan haram Hukumya, sekalipun
sijanin belum diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi manusia. Tetapi apabila aborsi
dilakukan karena benar-benar terpaksa demi menyelamatkan si ibu, maka Islam
membolehkan.
3. Persamaan dan Perbedaan Hukum Aborsi akibat perkosaan menurut Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan menurut Hukum Islam
Pada dasarnya sama-sama tidak membolehkan dalam melakukan tindakan
aborsi. Namun dalam Hukum Islam pendekatan yang digunakan dalam menentukan
hukum kebolehan aborsi adalah terfokus pada pemberian ruh terhadap janin,
sedangkan diperbolehkannya aborsi akibat perkosaan adalah apabila ada indikasi
darurat bagi ibu dan pertimbangan sosial. Dalam Undang-Undang Hukum Aborsi
akibat perkosaan diperbolehkan apabila dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Pada Pasal 75 ayat 2.
B. Saran
1. Terjadinya kehamilan atas kemauan atau direncanakan namun dapat pula
diakibatkan oleh perkosaan yang dapat dialami pada setiap orang sehingga
kehamilan ini tentunya tidak diinginkan yang dapat membawa dampak psikologis
dari yang mengalaminya bahkan dapat berakibat pada tindakan menggugurkan
kandungan bersama nyawa yang dikandungnya sehingga perlu hal ini
mendapatkan pengaturannya dalam hukum pidana agar dapat menjadi dasar dalam
tindakan-tindakan yang sebagaimana mestinya.
2. Aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) dalam memberi pelayanan dan
perlindungan kepada perempuan korban perkosaan dilandasi oleh rasa
kemanusiaan, dan dalam menganangi kasus perkosaan tidak hanya menggunakan
undang-undang di luar KUHP (tidak menggunakan sangkaaan pasal tunggal). Dan
juga kiranya penegak hukum hendaknya mengetahui bahwa Pasal 75 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 telah mencantumkan unsur psikologis wanita
sebagai korban perkosaan ke dalam indikasi medis.
Ketersediaan
| SSYA20220238 | 238/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
238/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
