Pembagian Warisan Perspektif Muhammad Syahrur Dan Relevansinya Terhadap Kompilasi Hukum Islam
Jusmiati/01.17.1022 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Pembagian Warisan Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r
dan Relevansinya terhadap Kompilasi Hukum Islam. Pokok permasalahannya ialah
bagaimana Pembagian Warisan Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan Relevansinya
terhadap Kompilasi Hukum Islam yang dijabarkan dengan rumusan masalah yaitu
(1) Bagaimana konsep Muh}ammad Syah}ru>r atas hukum waris Islam?. (2) Bagaimana
hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya terhadap
Kompilasi Hukum Islam?. Tujuaan penelitian yang ingin dicapai yaitu (1) Untuk
mengetahui konsep Muh}ammad Syah}ru>r atas hukum waris Islam. (2) untuk
mengetahui hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya
terhadap Kompilasi Hukum Islam. Kemudian dalam memudahkan pemecahan
masalah tersebut peneliti menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research) dan deskriptif kualitatif. Dan dilakukan dengan Pendekatan Yuridis.
Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini antara lain: Bahan Hukum Primer,
Bahan hukum Sekunder dan Bahan hukum tersier. Yang kemudian dianalisis secara
deskriptif kualitatif menggunakan metode deduktif yakni sejumlah data yang sifatnya
umum dan dikembangkan secara khusus untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan
yang jelas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam memahami prinsip-prinsip dan
permasalahan dalam pembagian waris, Muh}ammad Syah}ru>r menawarkan ilmu
matematika sebagai alat bantu yang terdiri dari konsep variabel pengubah dan
variabel pengikut yang bisa digambarkan dalam rumus persamaan fungsi sebagai
berikut: Y = f (x). laki-laki sebagai variabel pengikut (Y), perempuan sebagai
variabel pengubah (x). Muh}ammad Syah}ru>r berpendapat bahwa perempuan adalah
dasar dalam perhitungan waris, sehingga bagian laki-laki baru ditetapkan batasannya
setelah bagian perempuan ditetapkan terlebih dahulu. Analisis Hukum kewarisan
Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya terhadap Kompilasi Hukum
Islam yaitu dalam surat al-Nisa>’/4: 11, menurut Syah}ru>r, misalnya, terdapat tiga
batas. Pertama, batas maksimal bagian kelompok anak laki-laki adalah (66,6%), dua
kali lipat bagian perempuan dan batas minimal bagi anak perempuan (33,3%). Batas
ini berlaku ketika perempuan tidak ikut menanggung beban ekonomi keluarga.
Artinya, jika beban ekonomi keluarga sepenuhnya (100%) ditanggung pihak laki-laki,
sedangkan pihak perempuan sama sekali tidak terlibat (0%), maka bagian minimal
perempuan adalah 33,3%, sedangkan bagian laki-laki maksimal 66,6%. Kedua, batas
minimal perempuan sebesar 2/3 dari harta peninggalan dengan syarat perempuan
tersebut berjumlah lebih dari dua orang dan tidak ikut menanggung beban ekonomi
keluarga. Ketiga, yakni batas minimal bagi perempuan adalah setengah jika
perempuan itu seorang diri. Hal ini didasarkan pada ayat yang menegaskan bahwa
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Pada tahap
selanjutnya, batas-batas yang diketengahkan Syah}ru>r membawanya untuk menjadikan
33,3% sebagai batas minimal bagi kelompok perempuan dalam menerima harta
warisan, dan bukan batas maksimal. Kemudian menurut Kompilasi Hukum Islam
menganut sistem legitime portie (bagian mutlak), yakni memperhitungkan terlebih
dahulu harta gono-gini (bagian dari harta bersama), lalu kemudian sisanya itulah yang
dibagi secara bersama kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan ketentuan,
termasuk istri berhak kembali menerima bagian warisan dari suaminya sebagai ahli
waris bersama-sama ahli waris lainnya. Atas dasar untuk mewujudkan rasa keadilan
dalam sistem kewarisan, maka Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang maka masing-masing istri berhak
mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
A. Simpulan
1. Dalam memahami prinsip-prinsip dan permasalahan dalam pembagian waris,
Muh}ammad Syah}ru>r menawarkan ilmu matematika sebagai alat bantu. Dimana
di dalamnya terdiri dari konsep variabel pengubah dan variabel pengikut.
Dalam hukum waris Muh}ammad Syah}ru>r memposisikan perempuan sebagai
variabel pengubah dan laki-laki sebagai variabel pengikut, yang bisa
digambarkan dalam rumus persamaan fungsi sebagai berikut: Y = f (x).
Muh}ammad Syah}ru>r memposisikan laki-laki sebagai variabel pengikut, yang
disimbolkan dengan Y. Dan perempuan sebagai variable pengubah yang
disimbolkan dengan (x). Muh}ammad Syah}ru>r berpendapat bahwa perempuan
adalah dasar dalam perhitungan waris, sehingga bagian laki-laki baru ditetapkan
batasannya setelah bagian perempuan ditetapkan terlebih dahulu.
2. Analisis Hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan
relevansinya terhadap Kompilasi Hukum Islam yaitu dalam surat al-Nisa>’/4: 11,
menurut Syah}ru>r, misalnya, terdapat tiga batas. Pertama, batas maksimal
bagian kelompok anak laki-laki adalah (66,6%), dua kali lipat bagian
perempuan dan batas minimal bagi anak perempuan (33,3%). Batas ini berlaku
ketika perempuan tidak ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Artinya,
jika beban ekonomi keluarga sepenuhnya (100%) ditanggung pihak laki-laki,
sedangkan pihak perempuan sama sekali tidak terlibat (0%), maka bagian
minimal perempuan adalah 33,3%, sedangkan bagian laki-laki maksimal
66,6%. Kedua, batas minimal perempuan sebesar 2/3 dari harta peninggalan
dengan syarat perempuan tersebut berjumlah lebih dari dua orang dan tidak ikut
menanggung beban ekonomi keluarga. Ketiga, yakni batas minimal bagi
perempuan adalah setengah jika perempuan itu seorang diri. Hal ini didasarkan
pada ayat yang menegaskan bahwa jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh separuh harta. Pada tahap selanjutnya, batas-batas yang
diketengahkan Syah}ru>r membawanya untuk menjadikan 33,3% sebagai batas
minimal bagi kelompok perempuan dalam menerima harta warisan, dan bukan
batas maksimal.
Kemudian menurut Kompilasi Hukum Islam menganut sistem legitime portie
(bagian mutlak), yakni memperhitungkan terlebih dahulu harta gono-gini
(bagian dari harta bersama), lalu kemudian sisanya itulah yang dibagi secara
bersama kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan ketentuan, termasuk
istri berhak kembali menerima bgaian warisan dari suaminya sebagai ahli waris
bersama-sama ahli waris lainnya. Atas dasar untuk mewujudkan rasa keadilan
dalam sistem kewarisan, maka Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam menyatakan
bahwa bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang maka masing-masing istri
berhak mendapat bagian atas gana-gini dari rumah tangga dengan suaminya,
sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
Syah}ru>r berpendapat bahwa ayat-ayat tentang waris diturunkan dan
diberlakukan bagi seluruh manusia secara kolektif yang hidup di muka bumi,
bukan untuk pribadi atau keluarga tertentu. Ayat-ayat waris menggambarkan
aturan universal yang ditetapkan berdasarkan aturan matematis (teori
himpunan/ teknik anlisis/ analisis matematis) dan empat operasional ilmu
hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian).
Adapun relevansi hukum kewarisan Islam perspektif Muh}ammad Syah}ru>r
terhadap Kompilasi Hukum Islam, yakni terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah Kompilasi Hukum Islam dan Muh}ammad Syah}ru>r sama-
sama menafsirkan kata ‘’walad’’ dalam Qs. An-Nisa’: 174 yaitu mencangkup
anak laki-Hukum Islam dan Muh}ammad Syah}ru>r karena adanya tuntutan dari
keadaan masyarakat sekarang yang seiring dengan perkembangan zaman yang
senantiasa semakin berkembang. Perbedaannya adalah menurut Kompilasi
Hukum Islam bagian laki-laki dan perempuan adalah 2:1, sedangkan
Muh}ammad Syah}ru>r dalam penentuan bagiannya tergantung jumlah perempuan
sebagai variabel pengubah. Kompilasi Hukum Islam memberlakukan ‘awl dan
radd karena dengan pandangan bahwa batasan dari Allah tersebut merupakan
ketentuan Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Sedangkan Muh}ammad
Syah}ru>r tidak memberlakukan ‘aul dan radd karena dengan
mengaplikasikannya seakan-akan kita tidak membagi berdasarkan bagian yang
telah ditetapkan secara rinci oleh Allah dalam hukum dan batasan waris.
B. Implikasi
Penelitian ini yang terkait pembagian warisan diharapkan kepada masyarakat
agar memahami bahwa meski teori Muh}ammad Syah}ru>r mewadahi fleksibilitas
hukum, bukan berarti hukum bisa diubah semaunya. Ia harus didasarkan atas kondisi
pewarisan dan atau perkembangan latar historisnya. Bukan atas dorongan emosional
semata, mempertimbangkan kemaslahatan manusia dan menerapkan kemudahan bagi
masyarakat, bukan didirikan di atas landasan emosi atau pendapat seseorang.
dan Relevansinya terhadap Kompilasi Hukum Islam. Pokok permasalahannya ialah
bagaimana Pembagian Warisan Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan Relevansinya
terhadap Kompilasi Hukum Islam yang dijabarkan dengan rumusan masalah yaitu
(1) Bagaimana konsep Muh}ammad Syah}ru>r atas hukum waris Islam?. (2) Bagaimana
hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya terhadap
Kompilasi Hukum Islam?. Tujuaan penelitian yang ingin dicapai yaitu (1) Untuk
mengetahui konsep Muh}ammad Syah}ru>r atas hukum waris Islam. (2) untuk
mengetahui hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya
terhadap Kompilasi Hukum Islam. Kemudian dalam memudahkan pemecahan
masalah tersebut peneliti menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research) dan deskriptif kualitatif. Dan dilakukan dengan Pendekatan Yuridis.
Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini antara lain: Bahan Hukum Primer,
Bahan hukum Sekunder dan Bahan hukum tersier. Yang kemudian dianalisis secara
deskriptif kualitatif menggunakan metode deduktif yakni sejumlah data yang sifatnya
umum dan dikembangkan secara khusus untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan
yang jelas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam memahami prinsip-prinsip dan
permasalahan dalam pembagian waris, Muh}ammad Syah}ru>r menawarkan ilmu
matematika sebagai alat bantu yang terdiri dari konsep variabel pengubah dan
variabel pengikut yang bisa digambarkan dalam rumus persamaan fungsi sebagai
berikut: Y = f (x). laki-laki sebagai variabel pengikut (Y), perempuan sebagai
variabel pengubah (x). Muh}ammad Syah}ru>r berpendapat bahwa perempuan adalah
dasar dalam perhitungan waris, sehingga bagian laki-laki baru ditetapkan batasannya
setelah bagian perempuan ditetapkan terlebih dahulu. Analisis Hukum kewarisan
Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan relevansinya terhadap Kompilasi Hukum
Islam yaitu dalam surat al-Nisa>’/4: 11, menurut Syah}ru>r, misalnya, terdapat tiga
batas. Pertama, batas maksimal bagian kelompok anak laki-laki adalah (66,6%), dua
kali lipat bagian perempuan dan batas minimal bagi anak perempuan (33,3%). Batas
ini berlaku ketika perempuan tidak ikut menanggung beban ekonomi keluarga.
Artinya, jika beban ekonomi keluarga sepenuhnya (100%) ditanggung pihak laki-laki,
sedangkan pihak perempuan sama sekali tidak terlibat (0%), maka bagian minimal
perempuan adalah 33,3%, sedangkan bagian laki-laki maksimal 66,6%. Kedua, batas
minimal perempuan sebesar 2/3 dari harta peninggalan dengan syarat perempuan
tersebut berjumlah lebih dari dua orang dan tidak ikut menanggung beban ekonomi
keluarga. Ketiga, yakni batas minimal bagi perempuan adalah setengah jika
perempuan itu seorang diri. Hal ini didasarkan pada ayat yang menegaskan bahwa
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Pada tahap
selanjutnya, batas-batas yang diketengahkan Syah}ru>r membawanya untuk menjadikan
33,3% sebagai batas minimal bagi kelompok perempuan dalam menerima harta
warisan, dan bukan batas maksimal. Kemudian menurut Kompilasi Hukum Islam
menganut sistem legitime portie (bagian mutlak), yakni memperhitungkan terlebih
dahulu harta gono-gini (bagian dari harta bersama), lalu kemudian sisanya itulah yang
dibagi secara bersama kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan ketentuan,
termasuk istri berhak kembali menerima bagian warisan dari suaminya sebagai ahli
waris bersama-sama ahli waris lainnya. Atas dasar untuk mewujudkan rasa keadilan
dalam sistem kewarisan, maka Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang maka masing-masing istri berhak
mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
A. Simpulan
1. Dalam memahami prinsip-prinsip dan permasalahan dalam pembagian waris,
Muh}ammad Syah}ru>r menawarkan ilmu matematika sebagai alat bantu. Dimana
di dalamnya terdiri dari konsep variabel pengubah dan variabel pengikut.
Dalam hukum waris Muh}ammad Syah}ru>r memposisikan perempuan sebagai
variabel pengubah dan laki-laki sebagai variabel pengikut, yang bisa
digambarkan dalam rumus persamaan fungsi sebagai berikut: Y = f (x).
Muh}ammad Syah}ru>r memposisikan laki-laki sebagai variabel pengikut, yang
disimbolkan dengan Y. Dan perempuan sebagai variable pengubah yang
disimbolkan dengan (x). Muh}ammad Syah}ru>r berpendapat bahwa perempuan
adalah dasar dalam perhitungan waris, sehingga bagian laki-laki baru ditetapkan
batasannya setelah bagian perempuan ditetapkan terlebih dahulu.
2. Analisis Hukum kewarisan Islam Perspektif Muh}ammad Syah}ru>r dan
relevansinya terhadap Kompilasi Hukum Islam yaitu dalam surat al-Nisa>’/4: 11,
menurut Syah}ru>r, misalnya, terdapat tiga batas. Pertama, batas maksimal
bagian kelompok anak laki-laki adalah (66,6%), dua kali lipat bagian
perempuan dan batas minimal bagi anak perempuan (33,3%). Batas ini berlaku
ketika perempuan tidak ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Artinya,
jika beban ekonomi keluarga sepenuhnya (100%) ditanggung pihak laki-laki,
sedangkan pihak perempuan sama sekali tidak terlibat (0%), maka bagian
minimal perempuan adalah 33,3%, sedangkan bagian laki-laki maksimal
66,6%. Kedua, batas minimal perempuan sebesar 2/3 dari harta peninggalan
dengan syarat perempuan tersebut berjumlah lebih dari dua orang dan tidak ikut
menanggung beban ekonomi keluarga. Ketiga, yakni batas minimal bagi
perempuan adalah setengah jika perempuan itu seorang diri. Hal ini didasarkan
pada ayat yang menegaskan bahwa jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh separuh harta. Pada tahap selanjutnya, batas-batas yang
diketengahkan Syah}ru>r membawanya untuk menjadikan 33,3% sebagai batas
minimal bagi kelompok perempuan dalam menerima harta warisan, dan bukan
batas maksimal.
Kemudian menurut Kompilasi Hukum Islam menganut sistem legitime portie
(bagian mutlak), yakni memperhitungkan terlebih dahulu harta gono-gini
(bagian dari harta bersama), lalu kemudian sisanya itulah yang dibagi secara
bersama kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan ketentuan, termasuk
istri berhak kembali menerima bgaian warisan dari suaminya sebagai ahli waris
bersama-sama ahli waris lainnya. Atas dasar untuk mewujudkan rasa keadilan
dalam sistem kewarisan, maka Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam menyatakan
bahwa bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang maka masing-masing istri
berhak mendapat bagian atas gana-gini dari rumah tangga dengan suaminya,
sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
Syah}ru>r berpendapat bahwa ayat-ayat tentang waris diturunkan dan
diberlakukan bagi seluruh manusia secara kolektif yang hidup di muka bumi,
bukan untuk pribadi atau keluarga tertentu. Ayat-ayat waris menggambarkan
aturan universal yang ditetapkan berdasarkan aturan matematis (teori
himpunan/ teknik anlisis/ analisis matematis) dan empat operasional ilmu
hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian).
Adapun relevansi hukum kewarisan Islam perspektif Muh}ammad Syah}ru>r
terhadap Kompilasi Hukum Islam, yakni terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah Kompilasi Hukum Islam dan Muh}ammad Syah}ru>r sama-
sama menafsirkan kata ‘’walad’’ dalam Qs. An-Nisa’: 174 yaitu mencangkup
anak laki-Hukum Islam dan Muh}ammad Syah}ru>r karena adanya tuntutan dari
keadaan masyarakat sekarang yang seiring dengan perkembangan zaman yang
senantiasa semakin berkembang. Perbedaannya adalah menurut Kompilasi
Hukum Islam bagian laki-laki dan perempuan adalah 2:1, sedangkan
Muh}ammad Syah}ru>r dalam penentuan bagiannya tergantung jumlah perempuan
sebagai variabel pengubah. Kompilasi Hukum Islam memberlakukan ‘awl dan
radd karena dengan pandangan bahwa batasan dari Allah tersebut merupakan
ketentuan Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Sedangkan Muh}ammad
Syah}ru>r tidak memberlakukan ‘aul dan radd karena dengan
mengaplikasikannya seakan-akan kita tidak membagi berdasarkan bagian yang
telah ditetapkan secara rinci oleh Allah dalam hukum dan batasan waris.
B. Implikasi
Penelitian ini yang terkait pembagian warisan diharapkan kepada masyarakat
agar memahami bahwa meski teori Muh}ammad Syah}ru>r mewadahi fleksibilitas
hukum, bukan berarti hukum bisa diubah semaunya. Ia harus didasarkan atas kondisi
pewarisan dan atau perkembangan latar historisnya. Bukan atas dorongan emosional
semata, mempertimbangkan kemaslahatan manusia dan menerapkan kemudahan bagi
masyarakat, bukan didirikan di atas landasan emosi atau pendapat seseorang.
Ketersediaan
| SSYA20220251 | 251/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
251/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
