Batas Masa Tunggu Istri Yang Status Suaminya Mafqud (Studi Pandangan Imam Mazhab Dan Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone)
Asrul Hidayat/ 01.17.1097 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Batas Masa Tunggu Istri Yang Status
Suaminya Mafqud (Studi Pandangan Imam Mazhab dan Hakim Pengadilan Agama
Kelas 1A Watampone) masalah yang di bahas dalam penelitian ini membahas
tentang: Pandangan imam mazhab terhadap batas masa tunggu istri yang status
suaminya mafqud dan pertimbangan hakim dalam menyelesaikan masa tunggu istri
yang status suaminya mafqud.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat
deskriptif, dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis normatif pendekatan yuridis
empiris dan pendekatan sosiologis. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data
melalui teknik observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode data
reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclution drawing/
verification (penarikan kesimpulan). Dalam penelitian ini penulis menggunakan
analisis deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pandangan Imam
Mazhab terhadap batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud, untuk
mengetahui pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan masa tunggu istri yang status
suaminya Mafqud.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Bahwa dalam menetapkan
batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud para Imam Mazhab cenderung
memandangnya dari segi positif yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu
masih hidup, sampai dapat di buktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat.
Sikap yang diambil Imam Mazhab ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan
hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukkan hukum lain.
Sedangkan pertimbangan Hakim pengadilan Agama kelas 1A Watampone dalam
menetapkan batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud yaitu menunggu
selama 2 tahun sebagaimana dalam perjanjian perkawinan atau taklik talak dan
setelah itu baru menunggu putusan dari pengadilan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam menetapkan status suami yang Mafqud (apakah ia masih hidup atau
tidak), para Imam Mazhab cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu
dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat di
buktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat. Sikap yang diambil ulama
fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan hukum yang berlaku
sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukkan hukum lain. Akan tetapi,
anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus,
karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu,
harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status
hukum suami yang Mafqud, para Imam Mazhab telah sepakat bahwa yang
berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim,
baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah wafat atau belum.
2. Pertimbangan hakim dalam menetapkan masa tunggu istri yang status suami
Mafqud yaitu dengan melihat kondisi si istri, apabila si istri di rugikan maka
si istri berhak mengajukan permohonan cerai sebagaimana dalam perjanjian
perkawinan atau taklik talak yaitu satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 tahun berturut-turut dan tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan
yang sah atau karena hal diluar kemampuannya. Dan dalam pasal 34 ayat (1)
Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan
bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. oleh sebab itu hakim
menetapkan bahwa istri yang kehilangan suaminya hendaklah menunggu
selama 2 tahun, dan setelah penantian tersebut berlalu maka si istri boleh
mengajukan permohonan kepada pengadilan dan menunggu putusan dari
hakim.
B. Implikasi
Setelah penulis menguraikan kesimpulan di atas, maka selanjutnya
penulis akan mengemukakan implikasi penelitian yang berisikan saran. Adapun
saran-saran penulis dalam pembahasan ini bahwa:
1. Dalam hal hilangnya seseorang atau Mafqud yang terjadi saat ini membuat
mata kita terbuka, hal ini bisa diakibatkan kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari perilaku tersebut,
misalnya seorang istri yang status suaminya hilang, tentu kita ketahui
bersama bahwa ketika suami hilang tanpa kabar maka hak seorang istri pun
ikut hilang contahnya saja pemberian nafkah. Maka dari itu perlu adanya
perbaikan hukum khususnya dalam perjanjian perkawinan atau taklik talak
yang semestinya tidak harus sampai menunggu selama 2 tahun karna dalam
jangka 2 tahun seorang istri akan terbebani dalam hal menafkahi
keluarganya.
2. Hendaknya suami maupun istri sebelum melangsungkan perkawinan
mengerti hak dan kewajiban sehingga terhindar dari kasus suami Mafqud.
3. Mencermati asal usul dari permasalahan adalah suatu keharusan, agan tidak
mendapatkan kesalahan dalam mengambil keputusan. Karena perkawinan
yang langgeng menjadi dambaan setiap pasangan. Menerima dan mencari
solusi merupakan tugas Pengadilan Agama agar permasalahan keluarga yang
masuk dalam perkara pengadilan bisa mendapatkan solusi yang tepat, bijak,
dan adil. Maka Pengadilan harus menelusuri akar permasalahan secara teliti
dan valid.
Suaminya Mafqud (Studi Pandangan Imam Mazhab dan Hakim Pengadilan Agama
Kelas 1A Watampone) masalah yang di bahas dalam penelitian ini membahas
tentang: Pandangan imam mazhab terhadap batas masa tunggu istri yang status
suaminya mafqud dan pertimbangan hakim dalam menyelesaikan masa tunggu istri
yang status suaminya mafqud.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat
deskriptif, dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis normatif pendekatan yuridis
empiris dan pendekatan sosiologis. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data
melalui teknik observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode data
reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclution drawing/
verification (penarikan kesimpulan). Dalam penelitian ini penulis menggunakan
analisis deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pandangan Imam
Mazhab terhadap batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud, untuk
mengetahui pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan masa tunggu istri yang status
suaminya Mafqud.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Bahwa dalam menetapkan
batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud para Imam Mazhab cenderung
memandangnya dari segi positif yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu
masih hidup, sampai dapat di buktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat.
Sikap yang diambil Imam Mazhab ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan
hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukkan hukum lain.
Sedangkan pertimbangan Hakim pengadilan Agama kelas 1A Watampone dalam
menetapkan batas masa tunggu istri yang status suaminya Mafqud yaitu menunggu
selama 2 tahun sebagaimana dalam perjanjian perkawinan atau taklik talak dan
setelah itu baru menunggu putusan dari pengadilan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam menetapkan status suami yang Mafqud (apakah ia masih hidup atau
tidak), para Imam Mazhab cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu
dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat di
buktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat. Sikap yang diambil ulama
fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan hukum yang berlaku
sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukkan hukum lain. Akan tetapi,
anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus,
karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu,
harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status
hukum suami yang Mafqud, para Imam Mazhab telah sepakat bahwa yang
berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim,
baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah wafat atau belum.
2. Pertimbangan hakim dalam menetapkan masa tunggu istri yang status suami
Mafqud yaitu dengan melihat kondisi si istri, apabila si istri di rugikan maka
si istri berhak mengajukan permohonan cerai sebagaimana dalam perjanjian
perkawinan atau taklik talak yaitu satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 tahun berturut-turut dan tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan
yang sah atau karena hal diluar kemampuannya. Dan dalam pasal 34 ayat (1)
Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan
bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. oleh sebab itu hakim
menetapkan bahwa istri yang kehilangan suaminya hendaklah menunggu
selama 2 tahun, dan setelah penantian tersebut berlalu maka si istri boleh
mengajukan permohonan kepada pengadilan dan menunggu putusan dari
hakim.
B. Implikasi
Setelah penulis menguraikan kesimpulan di atas, maka selanjutnya
penulis akan mengemukakan implikasi penelitian yang berisikan saran. Adapun
saran-saran penulis dalam pembahasan ini bahwa:
1. Dalam hal hilangnya seseorang atau Mafqud yang terjadi saat ini membuat
mata kita terbuka, hal ini bisa diakibatkan kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari perilaku tersebut,
misalnya seorang istri yang status suaminya hilang, tentu kita ketahui
bersama bahwa ketika suami hilang tanpa kabar maka hak seorang istri pun
ikut hilang contahnya saja pemberian nafkah. Maka dari itu perlu adanya
perbaikan hukum khususnya dalam perjanjian perkawinan atau taklik talak
yang semestinya tidak harus sampai menunggu selama 2 tahun karna dalam
jangka 2 tahun seorang istri akan terbebani dalam hal menafkahi
keluarganya.
2. Hendaknya suami maupun istri sebelum melangsungkan perkawinan
mengerti hak dan kewajiban sehingga terhindar dari kasus suami Mafqud.
3. Mencermati asal usul dari permasalahan adalah suatu keharusan, agan tidak
mendapatkan kesalahan dalam mengambil keputusan. Karena perkawinan
yang langgeng menjadi dambaan setiap pasangan. Menerima dan mencari
solusi merupakan tugas Pengadilan Agama agar permasalahan keluarga yang
masuk dalam perkara pengadilan bisa mendapatkan solusi yang tepat, bijak,
dan adil. Maka Pengadilan harus menelusuri akar permasalahan secara teliti
dan valid.
Ketersediaan
| SSYA20210105 | 105/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
105/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syaiah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
