Tinjauan Yuridis Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Berkaitan dengan Pencemaran Nama Baik Perspektif Kebebasan Berpendapat.
Putri Ayu Ashari/01.17.4051 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Yuridis Pasal 27 Ayat (3) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Berkaitan
dengan Pencemaran Nama Baik Perspektif Kebebasan Berpendapat. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Tinjauan Yuridis dan batasan perbuatan yang
dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik menurut Pasal
27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Tinjauan Yuridis dan batasan
perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama
baik menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka
(library research), dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik merupakan tonggak sejarah berkembangnya cyberlaw di
Indonesia yang memiliki fungsi amat penting, yaitu untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang berkaitan dengan distribusi informasi dan transaksi elektronik.
Batasan suatu perbuatan akan dikualifikasikan sebagai pencemaran nama baik apabila
memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat diambil simpulan antara lain
sebagai berikut:
1. Pengaturan tentang perlindungan akan kebebasan menyatakan pendapat yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, jelas sudah bahwa
Indonesia termasuk negara yang menjunjung tinggi atas perlindungan dan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Begitupula dengan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan tonggak sejarah
berkembangnya cyberlaw di Indonesia yang memiliki fungsi amat penting,
yaitu untuk melindungi kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan
distribusi informasi dan transaksi elektronik. Pendapat pro dan kontra atas
UU ITE ini haruslah dipahami sebagai bentuk refleksi demokrasi sejalan
dengan perkembangan kematangan UU ITE ini sendiri. Karena Undang-
Undang ITE ini dirasa masih multitafsir maka diperlukan kecermatan dan
ketelitian bagi para penegak hukum untuk memperoleh pemahaman yang
integral mengenai substansi dari UU tersebut sehingga tidak ada lagi pihak
yang merasa dirugikan.
2. Batasan suatu perbuatan akan dikualifikasikan sebagai pencemaran nama
baik apabila memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 27 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
Namun dalam pengaplikasiannya penggunaan undang-undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dapat berdiri sendiri. Peran
ketentuan hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan
tetap tercantumkan didalamnya sesuai dengan keperluan kasus atau tindak
pidana yang terkait. Dimana Hukum pidana di Indonesia diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengenal asas untuk
penjatuhan suatu hukuman pidana. Tindak pidana pencemaran nama baik
sendiri telah diatur dalam KUHP dalam kualifikasi pencemaran atau
penistaan (smaad).
B. Saran
1. Setiap warga Negara memiliki hak dan kebebasan dalam berpendapat
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sehingga masyarakat dapat
menyampaikan keluhan terhadap kinerja pemerintahan dan lain sebagainya.
Dengan adanya Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaski Elektronik seakan membatasi kebebasan
masyarakat dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran karena pasal
tersebut kerap disalahgunakan oleh penegak hukum untuk menjerat warga
Negara dalam menyampaikan pendapat. Oleh sebab itu perlu di kaji ulang
Undang-Undang ITE tersebut agar masyarakat dapat mendapatkan keadilan
dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran.
2. Para pengguna (user) serta penyelenggara layanan (provider) hendaknya
memperhatikan etika dalam masyarakat serta batasan-batasan dan kewajiban
yang melekat di dalam hak yang dimiliki dalam menggunakan haknya
melalui media internet agar tercipta keselarasan, keadilan dan keseimbangan
dalam pelaksanaan hak asasi manusia serta terwujud penghormatan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia orang lain.
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Berkaitan
dengan Pencemaran Nama Baik Perspektif Kebebasan Berpendapat. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Tinjauan Yuridis dan batasan perbuatan yang
dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik menurut Pasal
27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Tinjauan Yuridis dan batasan
perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama
baik menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka
(library research), dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik merupakan tonggak sejarah berkembangnya cyberlaw di
Indonesia yang memiliki fungsi amat penting, yaitu untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang berkaitan dengan distribusi informasi dan transaksi elektronik.
Batasan suatu perbuatan akan dikualifikasikan sebagai pencemaran nama baik apabila
memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat diambil simpulan antara lain
sebagai berikut:
1. Pengaturan tentang perlindungan akan kebebasan menyatakan pendapat yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, jelas sudah bahwa
Indonesia termasuk negara yang menjunjung tinggi atas perlindungan dan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Begitupula dengan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan tonggak sejarah
berkembangnya cyberlaw di Indonesia yang memiliki fungsi amat penting,
yaitu untuk melindungi kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan
distribusi informasi dan transaksi elektronik. Pendapat pro dan kontra atas
UU ITE ini haruslah dipahami sebagai bentuk refleksi demokrasi sejalan
dengan perkembangan kematangan UU ITE ini sendiri. Karena Undang-
Undang ITE ini dirasa masih multitafsir maka diperlukan kecermatan dan
ketelitian bagi para penegak hukum untuk memperoleh pemahaman yang
integral mengenai substansi dari UU tersebut sehingga tidak ada lagi pihak
yang merasa dirugikan.
2. Batasan suatu perbuatan akan dikualifikasikan sebagai pencemaran nama
baik apabila memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 27 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.
Namun dalam pengaplikasiannya penggunaan undang-undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dapat berdiri sendiri. Peran
ketentuan hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan
tetap tercantumkan didalamnya sesuai dengan keperluan kasus atau tindak
pidana yang terkait. Dimana Hukum pidana di Indonesia diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengenal asas untuk
penjatuhan suatu hukuman pidana. Tindak pidana pencemaran nama baik
sendiri telah diatur dalam KUHP dalam kualifikasi pencemaran atau
penistaan (smaad).
B. Saran
1. Setiap warga Negara memiliki hak dan kebebasan dalam berpendapat
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sehingga masyarakat dapat
menyampaikan keluhan terhadap kinerja pemerintahan dan lain sebagainya.
Dengan adanya Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaski Elektronik seakan membatasi kebebasan
masyarakat dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran karena pasal
tersebut kerap disalahgunakan oleh penegak hukum untuk menjerat warga
Negara dalam menyampaikan pendapat. Oleh sebab itu perlu di kaji ulang
Undang-Undang ITE tersebut agar masyarakat dapat mendapatkan keadilan
dalam menyampaikan pendapat, kritik dan saran.
2. Para pengguna (user) serta penyelenggara layanan (provider) hendaknya
memperhatikan etika dalam masyarakat serta batasan-batasan dan kewajiban
yang melekat di dalam hak yang dimiliki dalam menggunakan haknya
melalui media internet agar tercipta keselarasan, keadilan dan keseimbangan
dalam pelaksanaan hak asasi manusia serta terwujud penghormatan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia orang lain.
Ketersediaan
| SSYA20210163 | 163/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
163/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
