Asas Audi Et Alteram Partem Dalam Proses Mediasi: Profesionalisme Hakim Sebagai Mediator Terhadap Perkara Perdata Di Pengadilan Agama Ditinjau Dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 (Studi Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone)

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai asas audi et alteram partem dalam proses
mediasi: profesionalisme hakim sebagai mediator terhadap perkara perdata di
Pengadilan Agama ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016
(Studi Pengadilan Agama kelas 1A Watampone). Adapun pokok masalah penelitian
ini adalah bagaimana profesionalisme hakim sebagai mediator dalam menerapkan
asas audi et alteram partem dalam proses mediasi terhadap perkara perdata ditinjau
dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama kelas
1A Watampone. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas audi et
alteram partem dalam proses mediasi ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dan faktor-faktor
yang menjadi penghambat bagi hakim sebagai mediator dalam menerapkan asas audi
et alteram partem dalam proses mediasi terhadap perkara perdata di Pengadilan
Agama Kelas 1A Watampone serta strategi yang digunakan oleh para hakim dalam
menyelesaikan perkara perdata melalui proses mediasi dengan menerapkan asas audi
et alteram partem di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode
dengan dua pendekatan yakni; pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara secara
langsung kepada hakim dan pensiunan hakim selaku mediator, panitera, juru sita di
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone serta advokat dari pihak penggugat dan
tergugat yang berhubungan langsung dengan proses mediasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan asas audi et alteram partem
dalam proses mediasi dapat dilihat dari gambaran seorang hakim mediator yang
berperan sebagai penengah di antara para pihak yang berperkara di mana mediator
mendengarkan pihak-pihak yang berperkara serta memberikan kesempatan yang
sama kepada para pihak untuk mengungkapkan keinginannya masing-masing. Selain
itu, mediator menempatkan para pihak yang berperkara dalam persamaan hak dan
derajat dalam setiap tahap pelaksanaan prosedur mediasi. Selanjutnya terkait faktor
penghambat bagi hakim sebagai mediator dalam menerapkan asas audi et alteram
partem dalam proses mediasi yaitu; Pertama faktor dari sisi para pihak yang ditandai
dengan tidak hadirnya salah satu pihak dalam proses mediasi. Kedua faktor dari sisi
mediator yaitu kurangnya tenaga mediator yang bersertifikat dan kurangnya tenaga
mediator dari luar pengadilan (non hakim). Adapun strategi yang digunakan oleh
hakim dalam menyelesaikan perkara perdata melalui mediasi dengan menerapkan
asas audi et alteram partem di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone yaitu dengan
memanggil kedua belah pihak yang berperkara melalui juru sita atas perintah ketua
majelis, kemudian menunda pertemuan mediasi apabila tidak dihadiri salah satu
pihak, selanjutnya melaksanakan kaukus (pertemuan terpisah dengan para pihak).
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan asas audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak) dalam
proses mediasi di Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone dapat dilihat
dengan gambaran seorang hakim mediator yang berperan sebagai penengah di
antara para pihak yang berperkara, mendengarkan pihak-pihak yang
berperkara serta memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak untuk
mengungkapkan keinginannya masing-masing. Lebih jelasnya, hakim
mediator menempatkan para pihak yang berperkara dalam persamaan hak dan
derajat dalam setiap tahap pelaksanaan prosedur mediasi, dan melayani para
pihak dengan hak perlakuan yang sama menurut hukum. Adapun kewajiban
melaksanakan mediasi yaitu apabila hadirnya kedua belah pihak sesuai
dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, sehingga
penerapan asas audi et alteram partem dalam proses mediasi di Pengadilan
Agama Kelas 1A Watampone juga dapat dilihat dengan hadirnya kedua belah
pihak secara berturut-turut selama proses berlangsungnya mediasi.
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi hakim sebagai mediator dalam
menerapkan asas audi et alteram partem dalam proses mediasi yaitu terjadi
karena 2 (dua) faktor, diantaranya:
a. Faktor penghambat dari sisi para pihak
Faktor penghambat apabila dilihat dari sisi para pihak terjadi karena
disebabkan oleh adanya 3 (tiga) faktor. Pertama, kurangnya partisipasi
para pihak untuk hadir pada saat mediasi berlangsung. Hal ini dapat dilihat
dengan tidak hadirnya salah satu pihak meskipun telah dipanggil 2 (dua)
kali berturut-turut secara patut dan sah, sehingga hakim sebagai mediator
tidak dapat mempertemukan kedua belah pihak dan menyebabkan
perundingan tidak berjalan efektif. Kedua, mediasi hanya dihadiri oleh
pengacara (kuasa hukumnya) tanpa dihadiri oleh pihak principal, sehingga
mediator sulit mendengar dan menangkap permasalahan yang terjadi di
antara para pihak. Ketiga, penyebab ketidakhadiran salah satu pihak dalam
persidangan karena adanya ketidaktahuan tergugat atas gugatan yang
ditujukan kepada dirinya, hal ini disebabkan karena pihak yang dipanggil
oleh jurusita tidak dijumpai di tempat kediamannya, atau bisa juga
disebabkan karena tempat kediaman orang yang dipanggil tidak diketahui
sama sekali atau tidak mempunyai tempat tinggal yang jelas di Indonesia.
Hal ini sering terjadi pada pihak tergugat.
b. Faktor dari sisi mediator
Pertama, kurangnya tenaga mediator yang faktanya lebih banyak mediator
yang tidak bersertifikat daripada yang bersertifikat di kalangan Pengadilan
Agama Kelas 1A Watampone dan tentunya diantara keduanya memiliki
skill yang berbeda. Kedua, mediator hanya dijalankan oleh kalangan
hakim itu sendiri yang mana dalam hal ini para pihak jarang menggunakan
bantuan mediator dari luar pengadilan sehingga keterbatasan waktu yang
dimiliki mediator dalam menjalankan mediasi tidak berlangsung secara
optimal mengingat para hakim yang tergolong mediator tersebut juga
memiliki tugas dalam menyelesaiakan perkara-perkara yang disidangkan
tiap harinya.
3. Strategi yang digunakan oleh hakim dalam menyelesaikan perkara perdata
melalui proses mediasi dengan menerapkan asas audi et alteram partem di
Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone yaitu diawali dengan adanya usaha
mengahadirkan para pihak pada proses persidangan dengan cara pemanggilan
kedua belah pihak yang dilakukan oleh jurusita atas perintah ketua majelis
dengan memperhatikan jarak antara hari pemanggilan dengan hari
persidangan yaitu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja. Selanjutnya, apabila
ada pihak yang tidak hadir pada pertemuan mediasi, maka strategi yang
digunakan hakim mediator adalah menunda pertemuan dengan memanggil
kembali pihak yang bersangkutan tersebut untuk menghadiri pertemuan
mediasi selanjutnya. Selain itu, apabila dalam tahapan mediasi, tipe sengketa
cukup rumit disertai dengan sisi emosional dari salah satu atau semua pihak
maka cara atau upaya selanjutnya yang ditempuh hakim sebagai mediator
adalah dengan melaksanakan kaukus (pertemuan terpisah dengan para pihak).
B. Implikasi
Setelah penulis menguraikan kesimpulan di atas, maka selanjutnya penulis
akan mengemukakan implikasi penelitian yang berisikan saran. Adapun saran-
saran penulis dalam pembahasan skripsi ini bahwa:
1. Perlu peningkatan dan perhatian lebih dalam penerapan asas audi et alteram
partem di Pengadilan Agama khususnya dalam proses mediasi para pihak
yang bersengketa. Sehingga para pihak dapat merasakan suatu kepercayaan
dan selanjutnya dapat menyampaikan keinginannya masing-masing melalui
perantara mediator. Imbasnya, tingkat keberhasilan penyelesaian sengketa
melalui proses mediasi dapat meningkat demi mengurangi beban perkara,
khususnya di Pengadilan Agama kelas 1A Watampone.
2. Proses mediasi tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan apabila ada pihak
yang tidak hadir dalam setiap pertemuan sehingga perlu adanya sosialisasi
atau mempublikasikan kepada masyarakat yang ada di Kabupaten Bone
khusunya pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat terkait
kewajiban para pihak menghadiri pertemuan mediasi agar terciptanya iktikad
baik dari para pihak sebagaimana tuntunan dari Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016, sehingga penerapan asas audi et alteram partem dapat
terlaksana dan mediasi dapat berjalan sebagaimana diharapkan.
3. Selain berpedoman kepada PERMA di atas, tentu saja dalam eksekusi
serangkaian proses mediasi dibutuhkan seorang mediator yang handal,
professional serta peka terhadap keinginan dan harapan besar para pihak.
Maka Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat tertinggi perlu adanya
tindakan lebih lanjut dan perhatian terhadap peningkatan mediator yang
kompeten dan telah lulus uji dengan mengantongi sertifikat mediator baik
mediator dari dalam pengadilan (mediator hakim) atau mediator dari luar
pengadilan (mediator non hakim), khususnya di Pengadilan Agama kelas 1A
Watampone yang memiliki jumlah mediator yang tidak bersetifikat lebih
banyak dibanding yang bersertifikat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
pelatihan bagi mediator yang belum bersertifikat yang diselenggarakan oleh
Mahkamah Agung RI agar dapat memiliki kemampuan yang lebih baik sesuai
dengan fungsi dan peran mediator, serta mengetahui pula teknik-teknik
memediasi dengan tetap menerapkan berbagai macam teori yang ada dalam
pelaksanaan proses mediasi, yang mana salah satunya adalah asas audi et
alteram partem seperti yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas.
Selanjutnya, karena di Pengadilan Agama kelas 1A Watampone yang menjadi
mediator adalah pihak yang berasal dari kalangan hakim itu sendiri yang juga
bertugas menyelesaikan perkara yang disidangkan tiap harinya, sehingga
mengakibatkan mediator sering terjebak dan sulit memposisikan dirinya
antara sebagai mediator atau sebagai hakim. Maka alangkah baiknya agar
waktu yang dimiliki hakim tidak terganggu, mediator dari luar pengadilan
atau mediator non hakim juga dapat berperan sebagai mediator dalam proses
mediasi perkara perdata di Pengadilan Agama kelas 1A Watampone.
Ketersediaan
SSYA20210112112/2021Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

112/2021

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top