Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Pengidap HIV/AIDS (Studi Kasus Pada Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bone)
Muhammad Faisal Abidin/: 01.16.1111 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan
Pengidap HIV/AIDS (Studi Kasus Pada Komisi Penanggulangan AIDS Bone).
Sebagaimana bertujuan untuk mengetahui dampak apa yang di timbulkan dari
perkawinan pengidap HIV/AIDS bagi kelangsungan perkawinannya menurut
pandangan komisi penanggulangan AIDS, serta untuk mengetahui pandangan hukum
islam terhadap perkawinan pengidap HIV/AIDS. Adapun perkawinan yang dilakukan
oleh pengidap penyakit menular atau berbahaya terhadap pasangannya, seperti
penelitian ini menyangkut penyakit yang menular dan belum diketahui obatnya.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif melalui pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. penelitian berbentuk field research, menggunakan
penelitian kualitatif, yaitu penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode
observasi, wawancara serta menggambarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.
Penelitian lapangan adalah penelitian yang menghasilkan data-data yang bersifat
deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan
dan perilakunya secara nyata, serta hal yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu
yang utuh.
Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa dampak perkawinan menurut komisi
penanggulangan HIV/AIDS, pengidap dapat melangsungkan perkawinan baik itu
sesama pengidap HIV/AIDS atau bukan, selama kedua belah pihak sadar kondisinya
dan menjalankan pengobatan serta dalam berhubungan badan harus sesuai anjuran
dokter seperti memakai alat kontrasepsi menjadwalkan hubungan badannya. adapun
perkawinan yang dilakukan oleh pengidap HIV/AIDS Menurut pandangan hukum
islam Menikah bagi pengidap HIV/AIDS berarti terjerumus dalam kebinasaan dan
berarti dapat menimbulkan kerusakan yang baru. Karena pernikahan adalah hal yang
menghalalkan suatu hubungan seksual. akan tetapi hubungan seksual merupakan
penyebaran yang sangat efektif bagi pengidap HIV/AIDS. Dan setiap mudharat harus
dicegah dan dihancurkan. Sesuai kaidah hukum islam kemudharatan harus
dihilangkan. Adapun faktor pekawinan yang sah menurut hukum islam apabila
Pengidap HIV/AIDS memberitahukan penyakitnya sebelum melangsungkan
perkawianan dan jujur terhadap calon pasangannya atas kondisi kesehatannya adalah
faktor utama dan wajib, apabila menyembunyikan penyakit yang diderita, atau
menipu pasangannya dan menyembunyikan hal-hal yang haram, dapat merusak
pernikahan. Kerelaan dan persetujuan kedua belah pihak adalah faktor utama dalam
pernikahan.
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan analisis penulis dapat menguraikan isi dari bab IV
mengenai “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Pengidap HIV/AIDS (Studi
Kasus Pada Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bone)”. Ada beberapa poin
yang dapat penulis uraikan sebagai kesimpulan yaitu:
1. dampak yang ditimbulkan dari pengidap HIV/AIDS bagi kelangsungan
perkawinannya menurut Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bone,
tidaklah menjadi halangan dalam melangsungkan pernikahan dan
menghasilkan keturunan. Apabila mereka sadar akan kondisi dari
penyakitnya dan ingin menjalani pengobatan serta menjalankan disiplin
hidup sehat. Adapun dampak perkawinan menurut komisi penanggulangan
HIV/AIDS, pengidap dapat melangsungkan perkawinan baik itu sesama
pengidap HIV/AIDS atau bukan, selama kedua belah pihak sadar
kondisinya dan menjalankan pengobatan serta dalam berhubungan badan
harus sesuai anjuran dokter seperti memakai alat kontrasepsi menjadwalkan
hubungan badannya.
2. menurut pandangan Hukum Islam terhadap perkawinan pengidap
HIV/AIDS, menikah bagi pengidap HIV/AIDS bukanlah menjadi halangan
dalam melakukan pernikahan dan mendapatkan keturunan. Memperoleh
64
keturunan adalah hak kita semua. Menjadi terinfeksi HIV tidak mengubah
atau menghapus hak ini, akan tetapi hubungan seksual merupakan
penyebaran yang sangat efektif bagi pengidap HIV/AIDS. Sesuai kaidah
hukum islam terdapat beberapa faktor pekawinan terhadap pengidap
HIV/AIDS pertama perkawinan seorang pengidap HIV/AIDS dengan
orang yang bukan pengidap dengan asumsi HIV/AIDS dipandang sebagai
penyakit menular yang serius (maraddhaim), hukum perkawinan adalah
makruh adapun perkawinan yang dilakukan sesama pengidap HIV/AIDS
hukumnya mubah, pasangan pengidap diminta melakukan hubungan
seksual wajib menggunakan alat, obat atau metode yang dapat mencegah
penularan. Pengidap HIV/AIDS memberitahukan penyakitnya sebelum
melangsungkan perkawianan dan jujur terhadap calon pasangannya atas
kondisi kesehatannya adalah faktor tama an wajib, apabila
menyembunyikan penyakit yang diderita, atau menipu pasangannya dan
menyembunyikan hal tersebut hukum perkawinannya menjadi haram,
kerelaan dan persetujuan kedua belah pihak adalah faktor utama dalam
pernikahan.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan di atas, penulis akan menguraikan
penelitian yang berisi saran-saran. Berikut saran-saran yang penulis maksud yaitu:
1. Untuk pengidap HIV/AIDS yang terjadi akibat perzinaan, penyalahgunaan
narkoba segera bertobat dan menjauhkan diri mereka dari lingkungan yang
kurang sehat untuk dapat menjalani pengobatan.
2. Untuk masyarakat di harapkan untuk memberikan lingkungan yang bersifat
sehat sedini mungkin dan saling mengingatkan penyalahgunaan NAZA
yang mengakibatkan kerusakan. Pengidap HIV/AIDS bukanlah seorang
yang harus dijauhi, dukungan teman, keluarga serta lingkungan sangat
membatu mereka dalam menjalani kehidupan kedepannya.
Pengidap HIV/AIDS (Studi Kasus Pada Komisi Penanggulangan AIDS Bone).
Sebagaimana bertujuan untuk mengetahui dampak apa yang di timbulkan dari
perkawinan pengidap HIV/AIDS bagi kelangsungan perkawinannya menurut
pandangan komisi penanggulangan AIDS, serta untuk mengetahui pandangan hukum
islam terhadap perkawinan pengidap HIV/AIDS. Adapun perkawinan yang dilakukan
oleh pengidap penyakit menular atau berbahaya terhadap pasangannya, seperti
penelitian ini menyangkut penyakit yang menular dan belum diketahui obatnya.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif melalui pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. penelitian berbentuk field research, menggunakan
penelitian kualitatif, yaitu penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode
observasi, wawancara serta menggambarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.
Penelitian lapangan adalah penelitian yang menghasilkan data-data yang bersifat
deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan
dan perilakunya secara nyata, serta hal yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu
yang utuh.
Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa dampak perkawinan menurut komisi
penanggulangan HIV/AIDS, pengidap dapat melangsungkan perkawinan baik itu
sesama pengidap HIV/AIDS atau bukan, selama kedua belah pihak sadar kondisinya
dan menjalankan pengobatan serta dalam berhubungan badan harus sesuai anjuran
dokter seperti memakai alat kontrasepsi menjadwalkan hubungan badannya. adapun
perkawinan yang dilakukan oleh pengidap HIV/AIDS Menurut pandangan hukum
islam Menikah bagi pengidap HIV/AIDS berarti terjerumus dalam kebinasaan dan
berarti dapat menimbulkan kerusakan yang baru. Karena pernikahan adalah hal yang
menghalalkan suatu hubungan seksual. akan tetapi hubungan seksual merupakan
penyebaran yang sangat efektif bagi pengidap HIV/AIDS. Dan setiap mudharat harus
dicegah dan dihancurkan. Sesuai kaidah hukum islam kemudharatan harus
dihilangkan. Adapun faktor pekawinan yang sah menurut hukum islam apabila
Pengidap HIV/AIDS memberitahukan penyakitnya sebelum melangsungkan
perkawianan dan jujur terhadap calon pasangannya atas kondisi kesehatannya adalah
faktor utama dan wajib, apabila menyembunyikan penyakit yang diderita, atau
menipu pasangannya dan menyembunyikan hal-hal yang haram, dapat merusak
pernikahan. Kerelaan dan persetujuan kedua belah pihak adalah faktor utama dalam
pernikahan.
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan analisis penulis dapat menguraikan isi dari bab IV
mengenai “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Pengidap HIV/AIDS (Studi
Kasus Pada Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bone)”. Ada beberapa poin
yang dapat penulis uraikan sebagai kesimpulan yaitu:
1. dampak yang ditimbulkan dari pengidap HIV/AIDS bagi kelangsungan
perkawinannya menurut Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Bone,
tidaklah menjadi halangan dalam melangsungkan pernikahan dan
menghasilkan keturunan. Apabila mereka sadar akan kondisi dari
penyakitnya dan ingin menjalani pengobatan serta menjalankan disiplin
hidup sehat. Adapun dampak perkawinan menurut komisi penanggulangan
HIV/AIDS, pengidap dapat melangsungkan perkawinan baik itu sesama
pengidap HIV/AIDS atau bukan, selama kedua belah pihak sadar
kondisinya dan menjalankan pengobatan serta dalam berhubungan badan
harus sesuai anjuran dokter seperti memakai alat kontrasepsi menjadwalkan
hubungan badannya.
2. menurut pandangan Hukum Islam terhadap perkawinan pengidap
HIV/AIDS, menikah bagi pengidap HIV/AIDS bukanlah menjadi halangan
dalam melakukan pernikahan dan mendapatkan keturunan. Memperoleh
64
keturunan adalah hak kita semua. Menjadi terinfeksi HIV tidak mengubah
atau menghapus hak ini, akan tetapi hubungan seksual merupakan
penyebaran yang sangat efektif bagi pengidap HIV/AIDS. Sesuai kaidah
hukum islam terdapat beberapa faktor pekawinan terhadap pengidap
HIV/AIDS pertama perkawinan seorang pengidap HIV/AIDS dengan
orang yang bukan pengidap dengan asumsi HIV/AIDS dipandang sebagai
penyakit menular yang serius (maraddhaim), hukum perkawinan adalah
makruh adapun perkawinan yang dilakukan sesama pengidap HIV/AIDS
hukumnya mubah, pasangan pengidap diminta melakukan hubungan
seksual wajib menggunakan alat, obat atau metode yang dapat mencegah
penularan. Pengidap HIV/AIDS memberitahukan penyakitnya sebelum
melangsungkan perkawianan dan jujur terhadap calon pasangannya atas
kondisi kesehatannya adalah faktor tama an wajib, apabila
menyembunyikan penyakit yang diderita, atau menipu pasangannya dan
menyembunyikan hal tersebut hukum perkawinannya menjadi haram,
kerelaan dan persetujuan kedua belah pihak adalah faktor utama dalam
pernikahan.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan simpulan di atas, penulis akan menguraikan
penelitian yang berisi saran-saran. Berikut saran-saran yang penulis maksud yaitu:
1. Untuk pengidap HIV/AIDS yang terjadi akibat perzinaan, penyalahgunaan
narkoba segera bertobat dan menjauhkan diri mereka dari lingkungan yang
kurang sehat untuk dapat menjalani pengobatan.
2. Untuk masyarakat di harapkan untuk memberikan lingkungan yang bersifat
sehat sedini mungkin dan saling mengingatkan penyalahgunaan NAZA
yang mengakibatkan kerusakan. Pengidap HIV/AIDS bukanlah seorang
yang harus dijauhi, dukungan teman, keluarga serta lingkungan sangat
membatu mereka dalam menjalani kehidupan kedepannya.
Ketersediaan
| SSYA20220117 | 117/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
117/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
