Pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali terhadap wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik
Nana Hardiana Kahar/01.17.1227 - Personal Name
Penelitian ini membahas tentang pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali
terhadap wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik. Berdasarkan realita yang ada
saat sekarang ini banyak wanita melakukan peran ganda. Selain menjadi ibu rumah
tangga juga bekerja di luar. Dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam mengerjakanya
sering terdapat gangguan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor
psikologis dalam diri wanita tersebut, misalnya wanita itu merasa bersalah telah
meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan
beban pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan.
Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental wanita ketika bekerja.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan
tugas domestik. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif komparatif. Dalam
penelitian ini yang akan dikomparasikan adalah pandangan mazhab Syafi’i dan
mazhab Hambali terhadap wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik. Teknik
pengumpulan data penelitian menggunakan kutipan langsung dan tidak langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pandangan Mazhab Syafi’i mengenai
wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik yakni tidak melarang wanita untuk
berkarir selama mempunyai alasan yang jelas dan sesuai dengan syariat Islam
misalnya untuk membantu suami yang kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga.
Syari’at memberi pilihan bagi istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah
antara mengajukan fasa>kh atau tetap bertahan sebagai seorang istri, istri yang
memilih mempertahankan kehidupan suami-istri terpaksa harus bekerja untuk
mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga keluarga.
2)
Pandangan Mazhab Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni seorang suami yang pada awalnya sudah mengetahui calon istrinya
sebagai pekerja yang setelah perkawinan juga akan tetap bekerja di luar rumah, suami
tidak boleh kemudian melarang isterinya bekerja dengan alasan apapun. 3) Persamaan
pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali yakni sama-sama membolehkan wanita karir
untuk bekerja di luar rumah dengan persyaratan tertentu. Perbedaan terletak pada
persyaratan wanita karir bekerja. Mazhab Syafi’i membolehkan wanita keluar rumah
termasuk untuk berkarir di sertai beberapa persyaratan yang di tentukan syariat dan
yang telah disepakati para ulama sedangkan Mazhab Hambali bahwa suami tidak
boleh melarang istrinya bekerja atas alasan apapun apalagi suami mengetahui bahwa
istri memang sudah bekerja sebelum menikah
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwa:
1. Pandangan Mazhab Syafi’i mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni tidak melarang wanita untuk berkarir selam mempunyai
alasan yang jelas dan sesuai dengan syariat Islam misalnya untuk membantu
suami yang kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga. Syari’at memberi
pilihan bagi istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah antara
mengajukan fasakh atau tetap bertahan sebagai seorang istri, istri yang
memilih mempertahankan kehidupan suami-istri terpaksa harus bekerja untuk
mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga keluarga.
Pandangan Mazhab Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni seorang suami yang pada awalnya sudah mengetahui calon
istrinya sebagai pekerja yang setelah perkawinan juga akan tetap bekerja
diluar rumah, suami tidak boleh kemudian melarang isterinya bekerja dengan
alasan apapun.
2. Persamaan pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali yakni sama-sama
membolehkan wanita karir untuk bekerja diluar rumah dengan persyaratan
tertentu. Perbedaan terletak pada persyaratan wanita karir bekerja. Mazhab
Syafi’i membolehkan wanita keluar rumah termasuk untuk berkarir di sertai
beberapa persyaratan yang di tentukan syariat dan yang telah di sepakati para
ulama sedangkan Mazhab Hambali bahwa suami tidak boleh kemudian
melarang istrinya bekerja atas alasan apapun apalagi suami mengetahui bahwa
istri memang sudah bekerja sebelum menikah.
B. Saran
1. Di perbolehkannya seorang perempuan sebagai istri untuk bekerja pada sektor
publik, selama itu tidak menjadikannya lupa dan mengabaikan perannya
dalam memelihara norma-norma agama, adat dan susila, serta dapat
memenuhi syarat-syarat dan etika istri yang bekerja diluar rumah.
2. Untuk peneliti berikutnya hendaknya bisa melihat kedudukan dan peran
perempuan (istri) dari sisi yang berbeda, karena dalam penelitian ini penyusun
hanya memaparkan tanggapan masyarakat mengenai peran perempuan dan
dari sisi pertautannya dengan hukum Islam saja, mungkin bisa dikembangkan
sehingga lebih jelas lagi.
3. lstri yang bekerja mapan diluar rumah merupakan fenomena yang harus
dihadapi oleh fiqh munakahat. Hal ini berkaitan dengan pembagian peran, hak
dan kewajiban antara suami dan isteri yang telah ditetapkan oleh Islam.
Fenomena istri yang bekerja dan berpenghasilan harus dapat ditempatkan
dalam porsi yang sebenarnya agar tetap titlak bertentangan dengan Al-Qur'an,
tetapi tidak pula mempersulit gerak wanita itu sendiri.
terhadap wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik. Berdasarkan realita yang ada
saat sekarang ini banyak wanita melakukan peran ganda. Selain menjadi ibu rumah
tangga juga bekerja di luar. Dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam mengerjakanya
sering terdapat gangguan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor
psikologis dalam diri wanita tersebut, misalnya wanita itu merasa bersalah telah
meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan
beban pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan.
Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental wanita ketika bekerja.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan
tugas domestik. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif komparatif. Dalam
penelitian ini yang akan dikomparasikan adalah pandangan mazhab Syafi’i dan
mazhab Hambali terhadap wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik. Teknik
pengumpulan data penelitian menggunakan kutipan langsung dan tidak langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pandangan Mazhab Syafi’i mengenai
wanita karir dalam pemenuhan tugas domestik yakni tidak melarang wanita untuk
berkarir selama mempunyai alasan yang jelas dan sesuai dengan syariat Islam
misalnya untuk membantu suami yang kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga.
Syari’at memberi pilihan bagi istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah
antara mengajukan fasa>kh atau tetap bertahan sebagai seorang istri, istri yang
memilih mempertahankan kehidupan suami-istri terpaksa harus bekerja untuk
mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga keluarga.
2)
Pandangan Mazhab Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni seorang suami yang pada awalnya sudah mengetahui calon istrinya
sebagai pekerja yang setelah perkawinan juga akan tetap bekerja di luar rumah, suami
tidak boleh kemudian melarang isterinya bekerja dengan alasan apapun. 3) Persamaan
pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali yakni sama-sama membolehkan wanita karir
untuk bekerja di luar rumah dengan persyaratan tertentu. Perbedaan terletak pada
persyaratan wanita karir bekerja. Mazhab Syafi’i membolehkan wanita keluar rumah
termasuk untuk berkarir di sertai beberapa persyaratan yang di tentukan syariat dan
yang telah disepakati para ulama sedangkan Mazhab Hambali bahwa suami tidak
boleh melarang istrinya bekerja atas alasan apapun apalagi suami mengetahui bahwa
istri memang sudah bekerja sebelum menikah
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwa:
1. Pandangan Mazhab Syafi’i mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni tidak melarang wanita untuk berkarir selam mempunyai
alasan yang jelas dan sesuai dengan syariat Islam misalnya untuk membantu
suami yang kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga. Syari’at memberi
pilihan bagi istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah antara
mengajukan fasakh atau tetap bertahan sebagai seorang istri, istri yang
memilih mempertahankan kehidupan suami-istri terpaksa harus bekerja untuk
mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga keluarga.
Pandangan Mazhab Hambali mengenai wanita karir dalam pemenuhan tugas
domestik yakni seorang suami yang pada awalnya sudah mengetahui calon
istrinya sebagai pekerja yang setelah perkawinan juga akan tetap bekerja
diluar rumah, suami tidak boleh kemudian melarang isterinya bekerja dengan
alasan apapun.
2. Persamaan pandangan Mazhab Syafi’i dan Hambali yakni sama-sama
membolehkan wanita karir untuk bekerja diluar rumah dengan persyaratan
tertentu. Perbedaan terletak pada persyaratan wanita karir bekerja. Mazhab
Syafi’i membolehkan wanita keluar rumah termasuk untuk berkarir di sertai
beberapa persyaratan yang di tentukan syariat dan yang telah di sepakati para
ulama sedangkan Mazhab Hambali bahwa suami tidak boleh kemudian
melarang istrinya bekerja atas alasan apapun apalagi suami mengetahui bahwa
istri memang sudah bekerja sebelum menikah.
B. Saran
1. Di perbolehkannya seorang perempuan sebagai istri untuk bekerja pada sektor
publik, selama itu tidak menjadikannya lupa dan mengabaikan perannya
dalam memelihara norma-norma agama, adat dan susila, serta dapat
memenuhi syarat-syarat dan etika istri yang bekerja diluar rumah.
2. Untuk peneliti berikutnya hendaknya bisa melihat kedudukan dan peran
perempuan (istri) dari sisi yang berbeda, karena dalam penelitian ini penyusun
hanya memaparkan tanggapan masyarakat mengenai peran perempuan dan
dari sisi pertautannya dengan hukum Islam saja, mungkin bisa dikembangkan
sehingga lebih jelas lagi.
3. lstri yang bekerja mapan diluar rumah merupakan fenomena yang harus
dihadapi oleh fiqh munakahat. Hal ini berkaitan dengan pembagian peran, hak
dan kewajiban antara suami dan isteri yang telah ditetapkan oleh Islam.
Fenomena istri yang bekerja dan berpenghasilan harus dapat ditempatkan
dalam porsi yang sebenarnya agar tetap titlak bertentangan dengan Al-Qur'an,
tetapi tidak pula mempersulit gerak wanita itu sendiri.
Ketersediaan
| SSYA20210102 | 102/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
102/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
