Perlindungan Hukum Nasabah Pemegang Kartu Kredit Atas Pencantuman Klausula Baku Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Ervina Dian Isnaeni/01.15.4094 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum Nasabah Pemegang Kartu Kredit
Atas Pencantuman Klausula Baku Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen” Tujuan dari penelitian adalah (1) Bagaimana
aspek Perlindungan hukum nasabah pemegang kartu kredit atas pencantuman
klausula baku, (2) Bagaimanakah akibat hukum atas pencantuman klausula baku
dalam perjanjian kartu kredit.
Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian hukum yang bersifat yuridis
sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi
hukum dan bagaimana efektivitas hukum itu berlaku dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:1). Dalam hal ini isi perjanjian yang
dilakukan antara pihak bank dengan pemegang kartu tidak sesuai dengan UUPK
Pasal 18 tentang klausa baku, menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian” dalam
perjanjian tersebut pihak bank dalam membuat perjanjian lebih menguntungkan
pihaknya, sehingga merugikan pihak yang memegang kartu kredit, dalam pasal
tersebut menjelaskan bahwa dalam membuat perjanjian kedua belah pihak tidak boleh
saling merugikan, namun pada kenyataan nya pihak bank telah melanggar itu semua
dan membuat kerugian terhadap pihak pemegang kartu kredit.2). Hal ini membuat
nasabah tidak punya kesempatan untuk menegosiasikan klausula yang tercantum
dalam aplikasi tersebut. Terlihat bahwa salah satu klausula baku perbankan yang
sering dipermasalahkan adalah adanya ketentuan yang menyatakan bahwa nasabah
tunduk pada ketentuan yang dibuat bank, baik yang berlaku sekarang maupun yang
ditetapkan kemudian oleh bank. Dalam hal ini isi perjanjian yang dilakukan antara
pihak bank dengan pemegang kartu tidak sesuai dengan UUPK Pasal 18 tentang
klausa baku, yang menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian.
A. Kesimpulan
Dalam penulisan ini, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan pokok permasalahan yang ada, antara lain:
1. Perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna jasa kartu kredit belum
sepenuhnya efektif. Meskipun pihak bank telah berupaya menyediakan
perlindungan hukum melalui tiga tahap, beberapa aspek masih menunjukkan
kekurangan. Pertama, pada tahap pra transaksi, di mana pihak bank
menawarkan dan memperkenalkan produk kartu kredit kepada calon
nasabah, usaha mereka untuk memberikan informasi yang jelas masih perlu
ditingkatkan. Kedua, dalam tahap transaki, ketika terjadi kesepakatan antara
nasabah dan bank melalui penandatanganan aplikasi atau formulir yang
dibuat sepihak oleh bank, hubungan hukum yang terbentuk sering kali tidak
seimbang. Ketiga, pada tahap pasca transaksi, penyelesaian sengketa antara
bank dan nasabah seharusnya dapat dilakukan secara damai. Meskipun hal
ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, sering kali
penyelesaian ini terjadi agar kredibilitas bank tetap terjaga di mata
masyarakat, sementara nasabah enggan membawa masalah ke jalur hukum
atau lembaga terkait, seperti lembaga perlindungan konsumen.
2. Dalam perjanjian atau aplikasi penerbitan kartu kredit, seringkali terdapat
klausula baku yang menyatakan ketentuan yang berlaku di bank. Hal ini
membuat nasabah tidak memiliki kesempatan untuk menegosiasikan
klausula tersebut. Salah satu klausula yang sering menjadi permasalahan
3. adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa nasabah tunduk pada regulasi
yang ditetapkan oleh bank, baik yang saat ini berlaku maupun yang akan
ditetapkan di masa depan. Ini bertentangan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 18, yang melarang pelaku usaha
mencantumkan klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian. Dalam
hal penerbitan kartu kredit, pihak bank cenderung mengambil keuntungan,
sehingga merugikan pemegang kartu kredit. UUPK mengatur agar kedua
belah pihak dalam perjanjian tidak saling merugikan, namun kenyataannya
pihak bank sering kali melanggar aturan ini dan merugikan nasabah.
B. Saran
Pemerintah sebaiknya segera merumuskan
undang-undang yang mengatur tentang kartu kredit, mencakup sanksi bagi
bank yang melanggar ketentuan yang ada, serta batasan dalam pemberian kredit dan
penyelesaian masalah kredit macet. Selama ini, regulasi yang ada belum cukup untuk
melindungi nasabah.
Perlindungan hukum terhadap nasabah kartu kredit hanya dapat terwujud
melalui kerjasama berbagai pihak. Nasabah perlu bersikap proaktif dalam memahami
hak dan kewajiban mereka, sementara pihak bank hendaknya lebih transparan dan
memperbaiki kinerjanya. Dengan cara ini, hubungan hukum antara pihak bank dan
nasabah kartu kredit dapat berjalan dengan baik, karena kedua belah pihak saling
memahami hak dan kewajiban masing-masing, yang pada gilirannya akan
meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap pihak bank.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank perlu lebih teliti dan
meningkatkan pengawasan secara ketat. Mereka harus mempertimbangkan dan
menyiapkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di masa depan. Mengingat
pesatnya perkembangan teknologi saat ini, kelalaian dalam pengawasan keamanan
perbankan dapat menjadi ancaman serius bagi bank itu sendiri. Oleh karena itu,
peningkatan sistem keamanan harus dilakukan secara berkelanjutan dan, jika
diperlukan pihak bank sebaiknya melakukan pemeriksaan ganda terhadap sistem
keamanan yang digunakan. Dengan langkah-langkah ini, konsumen akan merasa
lebih aman saat menggunakan layanan dan produk yang ditawarkan oleh pihak bank.
Atas Pencantuman Klausula Baku Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen” Tujuan dari penelitian adalah (1) Bagaimana
aspek Perlindungan hukum nasabah pemegang kartu kredit atas pencantuman
klausula baku, (2) Bagaimanakah akibat hukum atas pencantuman klausula baku
dalam perjanjian kartu kredit.
Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian hukum yang bersifat yuridis
sosiologis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi
hukum dan bagaimana efektivitas hukum itu berlaku dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:1). Dalam hal ini isi perjanjian yang
dilakukan antara pihak bank dengan pemegang kartu tidak sesuai dengan UUPK
Pasal 18 tentang klausa baku, menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian” dalam
perjanjian tersebut pihak bank dalam membuat perjanjian lebih menguntungkan
pihaknya, sehingga merugikan pihak yang memegang kartu kredit, dalam pasal
tersebut menjelaskan bahwa dalam membuat perjanjian kedua belah pihak tidak boleh
saling merugikan, namun pada kenyataan nya pihak bank telah melanggar itu semua
dan membuat kerugian terhadap pihak pemegang kartu kredit.2). Hal ini membuat
nasabah tidak punya kesempatan untuk menegosiasikan klausula yang tercantum
dalam aplikasi tersebut. Terlihat bahwa salah satu klausula baku perbankan yang
sering dipermasalahkan adalah adanya ketentuan yang menyatakan bahwa nasabah
tunduk pada ketentuan yang dibuat bank, baik yang berlaku sekarang maupun yang
ditetapkan kemudian oleh bank. Dalam hal ini isi perjanjian yang dilakukan antara
pihak bank dengan pemegang kartu tidak sesuai dengan UUPK Pasal 18 tentang
klausa baku, yang menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian.
A. Kesimpulan
Dalam penulisan ini, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan pokok permasalahan yang ada, antara lain:
1. Perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna jasa kartu kredit belum
sepenuhnya efektif. Meskipun pihak bank telah berupaya menyediakan
perlindungan hukum melalui tiga tahap, beberapa aspek masih menunjukkan
kekurangan. Pertama, pada tahap pra transaksi, di mana pihak bank
menawarkan dan memperkenalkan produk kartu kredit kepada calon
nasabah, usaha mereka untuk memberikan informasi yang jelas masih perlu
ditingkatkan. Kedua, dalam tahap transaki, ketika terjadi kesepakatan antara
nasabah dan bank melalui penandatanganan aplikasi atau formulir yang
dibuat sepihak oleh bank, hubungan hukum yang terbentuk sering kali tidak
seimbang. Ketiga, pada tahap pasca transaksi, penyelesaian sengketa antara
bank dan nasabah seharusnya dapat dilakukan secara damai. Meskipun hal
ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, sering kali
penyelesaian ini terjadi agar kredibilitas bank tetap terjaga di mata
masyarakat, sementara nasabah enggan membawa masalah ke jalur hukum
atau lembaga terkait, seperti lembaga perlindungan konsumen.
2. Dalam perjanjian atau aplikasi penerbitan kartu kredit, seringkali terdapat
klausula baku yang menyatakan ketentuan yang berlaku di bank. Hal ini
membuat nasabah tidak memiliki kesempatan untuk menegosiasikan
klausula tersebut. Salah satu klausula yang sering menjadi permasalahan
3. adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa nasabah tunduk pada regulasi
yang ditetapkan oleh bank, baik yang saat ini berlaku maupun yang akan
ditetapkan di masa depan. Ini bertentangan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 18, yang melarang pelaku usaha
mencantumkan klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian. Dalam
hal penerbitan kartu kredit, pihak bank cenderung mengambil keuntungan,
sehingga merugikan pemegang kartu kredit. UUPK mengatur agar kedua
belah pihak dalam perjanjian tidak saling merugikan, namun kenyataannya
pihak bank sering kali melanggar aturan ini dan merugikan nasabah.
B. Saran
Pemerintah sebaiknya segera merumuskan
undang-undang yang mengatur tentang kartu kredit, mencakup sanksi bagi
bank yang melanggar ketentuan yang ada, serta batasan dalam pemberian kredit dan
penyelesaian masalah kredit macet. Selama ini, regulasi yang ada belum cukup untuk
melindungi nasabah.
Perlindungan hukum terhadap nasabah kartu kredit hanya dapat terwujud
melalui kerjasama berbagai pihak. Nasabah perlu bersikap proaktif dalam memahami
hak dan kewajiban mereka, sementara pihak bank hendaknya lebih transparan dan
memperbaiki kinerjanya. Dengan cara ini, hubungan hukum antara pihak bank dan
nasabah kartu kredit dapat berjalan dengan baik, karena kedua belah pihak saling
memahami hak dan kewajiban masing-masing, yang pada gilirannya akan
meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap pihak bank.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank perlu lebih teliti dan
meningkatkan pengawasan secara ketat. Mereka harus mempertimbangkan dan
menyiapkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di masa depan. Mengingat
pesatnya perkembangan teknologi saat ini, kelalaian dalam pengawasan keamanan
perbankan dapat menjadi ancaman serius bagi bank itu sendiri. Oleh karena itu,
peningkatan sistem keamanan harus dilakukan secara berkelanjutan dan, jika
diperlukan pihak bank sebaiknya melakukan pemeriksaan ganda terhadap sistem
keamanan yang digunakan. Dengan langkah-langkah ini, konsumen akan merasa
lebih aman saat menggunakan layanan dan produk yang ditawarkan oleh pihak bank.
Ketersediaan
| SSYA20230247 | 247/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
247/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
