Filosofis Pengubahan Nama Mempelai Wanita Pada Saat Akad NIkah Sebagai Pappadeceng Uki Di Masyarakat Bugis Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Palakka Kabupaten Bone)
Gisty Elyana/01.17.1234 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Pengubahan Nama Mempelai Wanita Pada
Saaat Akad Nikah Sebagai ppedec auki (Pappadeceng Uki’) di Masyarakat
Bugis Menurut Hukum Islam pada Studi di Kecamatan Palakka Kabupaten Bone,
masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini yakni mengenai masalah persepsi
masyarakat tentang pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah di
suku Bugis serta pandangan hukum Islam dalam hal tersebut. Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan (field reseach). Melalui pendekatan teologis,
normatif, antropologi dan filosofis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung kepada pemuka agama, budayawan, dosen,
imam desa, dan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat dan hukum
Islam tentang pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah di suku
Bugis. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan
kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
Islam pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari persepsi masyarakat yang
melakukan pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah harus ada
persetujuan antara calon mempelai serta orang tuanya. Sebelum hari pelaksanaaan
pernikahan, mereka datang ke orang yang paham tentang ramalan atau ilmu
perbintangan karena mengubah nama saat akad nikah tidak langsung diubah
namun ada pencocokan nama antara calon mempelai wanita dan calon mempelai
pria untuk mengetahui kecocokan antara keduanya serta nasib rumah tangganya
kelak. Adapun pandangan hukum Islam tentang pengubahan nama mempelai
wanita pada saat akad nikah di masyarakat suku Bugis, dalam hal ini lebih kepada
tidak memuliakan orang tua karena telah mengubah nama atas pemberian orang
tua dan meramal nama untuk mengetahui kecocokan antara nama calon pengantin
mempelai wanita dan mempelai pria serta meramal nasib hukumnya haram dalam
hukum
Islam. Sebaiknya pengubahan nama pada saat akad nikah tidak
dilaksanakan karena termasuk syubhat sebab tidak ada dasar hukumnya dalam al-
Qur’an dan as- Sunnah.
A. Kesimpulan
1. Dari beberapa persepsi tokoh agama, tokoh budaya, dan masyarakat, penulis
menyimpulkan bahwa sebelum hari pelaksanaan akad nikah, masyarakat suku
Bugis datang ke orang yang paham tentang ilmu perbintangan untuk meramal
nama apakah namanya ada ketidakcocokan dengan nama calon pasangannya
atau meramal nasib ketika dia sudah berumah tangga apakah namanya tidak
berpengaruh pada masa depan rumah tangganya kelak. Dalam hal ini,
masyarakat bugis meyakini bahwa nama juga berpengaruh dalam kehidupan
termasuk dalam berumah tangga. Persepsi masyarakat bugis tentang
pengubahan mempelai wanita pada saat akad nikah adalah untuk
memperbaiki nasib dalam berumah tangga dan untuk membangun keluarga
yang sakinah mawadah warohmah.
2. Dari hasil wawancara tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, serta
beberapa dalil-dalil dalam al- Qur’an dan as- Sunnah yang berkaitan dengan
pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah sebagai ppedec
auki di masyarakat bugis menurut hukum Islam, penulis menyimpulkan
bahwa mengubah nama pada saat akad nikah dengan meramal nama atau
nasib sebelum melakukan akad nikah sebaiknya hal ini tidak dilakukan
karena dalam hukum Islam telah diharamkan datang kedukun atau melakukan
ramalan, namun jika mengubah nama hanya untuk mempersingkat nama agar
menyebut nama pada saat akad nikah tidak terlalu panjang maka dalam hal ini
tidak ada pertentangan antara hukum adat dan hukum Islam. Untuk sah
ataupun tidaknya pernikahan yang mengubah nama saat akad nikah dari hasil
ramalan belum diketahui hukumnya karena belum ada dalil yang dapat
dijadikan sebagai dasar hukum. Maka pengubahan nama mempelai wanita
pada saat akad nikah termasuk syubhat, yaitu menyatakan tentang keadaan
yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu atau syubhat juga
dapat merujuk kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami
sesuatu hal terlihat benar atau sebaliknya.
B. Saran
1. Disarankan bagi masyarakat di suku Bugis khususnya di Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone yang melangsungkan akad nikah lebih memperhatikan
aturan syara’ sesuai dengan hukum Islam. Karena berdasarkan ijtihad ulama
peraturan dibuat untuk menjaga dan melestarikan kehidupan yang baik.
2. Disarankan kepada para pihak yang berwenang supaya memperhatikan
dengan benar praktik pelaksanaan akad nikah di masyarakat, supaya dapat
terkontrol dan sesuai prosedur yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan
hukum syara’.
Saaat Akad Nikah Sebagai ppedec auki (Pappadeceng Uki’) di Masyarakat
Bugis Menurut Hukum Islam pada Studi di Kecamatan Palakka Kabupaten Bone,
masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini yakni mengenai masalah persepsi
masyarakat tentang pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah di
suku Bugis serta pandangan hukum Islam dalam hal tersebut. Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan (field reseach). Melalui pendekatan teologis,
normatif, antropologi dan filosofis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung kepada pemuka agama, budayawan, dosen,
imam desa, dan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat dan hukum
Islam tentang pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah di suku
Bugis. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsi dan
kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
Islam pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari persepsi masyarakat yang
melakukan pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah harus ada
persetujuan antara calon mempelai serta orang tuanya. Sebelum hari pelaksanaaan
pernikahan, mereka datang ke orang yang paham tentang ramalan atau ilmu
perbintangan karena mengubah nama saat akad nikah tidak langsung diubah
namun ada pencocokan nama antara calon mempelai wanita dan calon mempelai
pria untuk mengetahui kecocokan antara keduanya serta nasib rumah tangganya
kelak. Adapun pandangan hukum Islam tentang pengubahan nama mempelai
wanita pada saat akad nikah di masyarakat suku Bugis, dalam hal ini lebih kepada
tidak memuliakan orang tua karena telah mengubah nama atas pemberian orang
tua dan meramal nama untuk mengetahui kecocokan antara nama calon pengantin
mempelai wanita dan mempelai pria serta meramal nasib hukumnya haram dalam
hukum
Islam. Sebaiknya pengubahan nama pada saat akad nikah tidak
dilaksanakan karena termasuk syubhat sebab tidak ada dasar hukumnya dalam al-
Qur’an dan as- Sunnah.
A. Kesimpulan
1. Dari beberapa persepsi tokoh agama, tokoh budaya, dan masyarakat, penulis
menyimpulkan bahwa sebelum hari pelaksanaan akad nikah, masyarakat suku
Bugis datang ke orang yang paham tentang ilmu perbintangan untuk meramal
nama apakah namanya ada ketidakcocokan dengan nama calon pasangannya
atau meramal nasib ketika dia sudah berumah tangga apakah namanya tidak
berpengaruh pada masa depan rumah tangganya kelak. Dalam hal ini,
masyarakat bugis meyakini bahwa nama juga berpengaruh dalam kehidupan
termasuk dalam berumah tangga. Persepsi masyarakat bugis tentang
pengubahan mempelai wanita pada saat akad nikah adalah untuk
memperbaiki nasib dalam berumah tangga dan untuk membangun keluarga
yang sakinah mawadah warohmah.
2. Dari hasil wawancara tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, serta
beberapa dalil-dalil dalam al- Qur’an dan as- Sunnah yang berkaitan dengan
pengubahan nama mempelai wanita pada saat akad nikah sebagai ppedec
auki di masyarakat bugis menurut hukum Islam, penulis menyimpulkan
bahwa mengubah nama pada saat akad nikah dengan meramal nama atau
nasib sebelum melakukan akad nikah sebaiknya hal ini tidak dilakukan
karena dalam hukum Islam telah diharamkan datang kedukun atau melakukan
ramalan, namun jika mengubah nama hanya untuk mempersingkat nama agar
menyebut nama pada saat akad nikah tidak terlalu panjang maka dalam hal ini
tidak ada pertentangan antara hukum adat dan hukum Islam. Untuk sah
ataupun tidaknya pernikahan yang mengubah nama saat akad nikah dari hasil
ramalan belum diketahui hukumnya karena belum ada dalil yang dapat
dijadikan sebagai dasar hukum. Maka pengubahan nama mempelai wanita
pada saat akad nikah termasuk syubhat, yaitu menyatakan tentang keadaan
yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu atau syubhat juga
dapat merujuk kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami
sesuatu hal terlihat benar atau sebaliknya.
B. Saran
1. Disarankan bagi masyarakat di suku Bugis khususnya di Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone yang melangsungkan akad nikah lebih memperhatikan
aturan syara’ sesuai dengan hukum Islam. Karena berdasarkan ijtihad ulama
peraturan dibuat untuk menjaga dan melestarikan kehidupan yang baik.
2. Disarankan kepada para pihak yang berwenang supaya memperhatikan
dengan benar praktik pelaksanaan akad nikah di masyarakat, supaya dapat
terkontrol dan sesuai prosedur yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan
hukum syara’.
Ketersediaan
| SSYA20210092 | 92/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
92/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
