Studi Komparatif Tentang Hak Keperdataan Anak Luar Nikah Menurut Fiqh Dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Nurul Azisa/ 01.17.1008 - Personal Name
Skripsi ini berjudul ”Studi Komparatif Tentang Hak Keperdataan Anak Luar Nikah
Menurut Fiqh Dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Tujuan dari penelitian adalah
(1) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pandangan Fiqh mazhab mengenai hak
keperdataan anak diluar nikah; (2) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang hak
keperdataan anak diluar nikah berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (3) Saran untuk
mengkomperasikan hasil perbandingan antara fiqh mazhab dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan mengenai hak keperdataan anak diluar nikah.
Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian pustaka (library research),
metode library research. Adapun sumber data penelitian ini adalah data sekunder, teknik
analisis data setelah bahan hukum terkumpul secara keseluruhan yang diperoleh dari hasil
penelitian studi pustaka (bahan hukum sekunder) kemudian dianalisis secara analisis
kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan bahan hukum yang dihasilkan dalam bentuk
penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Hubungan keperdataan antara anak
dan ayah dikatakan sah apabil menurut imam syafi’i anak tersebut dilahirkan lebih dari 6
bulan pernikahan walaupun bukan ayah biologisnya yang menikah dengan ibunya, sedangkan
hanafi asalkan ayah biologisnya menikah dengan ibunya maka dikatakan sah, maliki dan
hambali melarang menikahi wanita hamil diluar nikah. (2) Di dalam pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan bahwa Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya
yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya”. (3) Perbandingan antara pendapat fiqh mazhab dan peraturan perundang-undangan
tentang hak keperdataan anak diluar nikah. Pandangan fiqih mazhab mengenai hak
keperdataan anak diluar nikah menurut Imam SyafI'i bahwa jika anak tersebut lahir lebih dari
6 bulan dari akad perkawinan ibu bapaknya maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki
yang mengawini ibunya, Akan tetapi jika anak itu lahir kurang dari 6 bulan dari akad
perkawinan ibu bapaknya maka anak itu dinasabkan kepada ibunya. sedangkan Hanafiah
nasab anak dilihat dari siapa yang menuai Maksudnya anak yang dilahirkan ibunya yang
sudah menikah dengan laki-laki yang menghamili Nya maka status anak itu sah Maliki dan
Hambali melarang menikahi wanita hamil luar nikah.
A. Kesimpulan
1. Hubungan keperdataan antara anak dan ayah dikatakan sah apabila menurut
Imam Syafi’i anak tersebut dilahirkan lebih dari 6 bulan pernikahan
walaupun bukan ayah biologisnya yang menikah dengan ibunya, sedangkan
Hanafi asalkan ayah biologisnya menikah dengan ibunya maka dikatakan
sah, maliki dan hambali melarang menikahi wanita hamil diluar nikah.
2. Di dalam pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan
tekhnologi atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dalam konteks lain
bahwa anak diluar nikah tidak memiliki hubungan keperdataan atau
hubungan nasab dengan ayahnya yang tidak dapat dibuktikan
ilmu
pengetahuan dan tekhnologi atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai
hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
3. Perbandingan antara pendapat fiqh mazhab dan peraturan perundang-
undangan terletak dari cara mensahkan, mayoritas fiqh mazhab anak
dikatakan memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya yaitu dengan cara
jalur pernikahan dengan ibunya, sedangkan peraturan perundang-undangan
hanya dengan cara diuji oleh tekhnologi seperti dokter tanpa harus melalui
jalur pernikahan.
B. Saran
1. Kepada para perempuan dan laki-laki yang sedang menjalin hubungan yang
belum halal, ketahuilah itu merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh
Allah swt, jauhilah perbuatan zina, karena dampaknya jika berlebihan dalam
menjalin hubungan akan memberikan dampak buruk kepada anak yang akan
dilahirkan.
2. Kepada para pihak terkait utamanya orang tua sebagai sekolah pertama
dalam pendidikan anak, berikanlah pemahaman sedari dini kepada anak-
anak, agar kelak mereka mengetahui segala sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan, dan segala dampak buruk yang akan terjadi apabila melanggar
norma-norma tersebut utamanya norma agama.
3. Kepada para pihak terkait lainnya utamanya pemerintah, agar kiranya
mengeluarkan aturan yang tidak menimbulkan opini/pendapat yang tumpang
tindih serta tetap mengedepankan keadilan terhadap seluruh masyarakat
tanpa pandang bulu.
Menurut Fiqh Dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Tujuan dari penelitian adalah
(1) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pandangan Fiqh mazhab mengenai hak
keperdataan anak diluar nikah; (2) Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang hak
keperdataan anak diluar nikah berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; (3) Saran untuk
mengkomperasikan hasil perbandingan antara fiqh mazhab dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan mengenai hak keperdataan anak diluar nikah.
Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian pustaka (library research),
metode library research. Adapun sumber data penelitian ini adalah data sekunder, teknik
analisis data setelah bahan hukum terkumpul secara keseluruhan yang diperoleh dari hasil
penelitian studi pustaka (bahan hukum sekunder) kemudian dianalisis secara analisis
kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan bahan hukum yang dihasilkan dalam bentuk
penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Hubungan keperdataan antara anak
dan ayah dikatakan sah apabil menurut imam syafi’i anak tersebut dilahirkan lebih dari 6
bulan pernikahan walaupun bukan ayah biologisnya yang menikah dengan ibunya, sedangkan
hanafi asalkan ayah biologisnya menikah dengan ibunya maka dikatakan sah, maliki dan
hambali melarang menikahi wanita hamil diluar nikah. (2) Di dalam pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan bahwa Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya
yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya”. (3) Perbandingan antara pendapat fiqh mazhab dan peraturan perundang-undangan
tentang hak keperdataan anak diluar nikah. Pandangan fiqih mazhab mengenai hak
keperdataan anak diluar nikah menurut Imam SyafI'i bahwa jika anak tersebut lahir lebih dari
6 bulan dari akad perkawinan ibu bapaknya maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki
yang mengawini ibunya, Akan tetapi jika anak itu lahir kurang dari 6 bulan dari akad
perkawinan ibu bapaknya maka anak itu dinasabkan kepada ibunya. sedangkan Hanafiah
nasab anak dilihat dari siapa yang menuai Maksudnya anak yang dilahirkan ibunya yang
sudah menikah dengan laki-laki yang menghamili Nya maka status anak itu sah Maliki dan
Hambali melarang menikahi wanita hamil luar nikah.
A. Kesimpulan
1. Hubungan keperdataan antara anak dan ayah dikatakan sah apabila menurut
Imam Syafi’i anak tersebut dilahirkan lebih dari 6 bulan pernikahan
walaupun bukan ayah biologisnya yang menikah dengan ibunya, sedangkan
Hanafi asalkan ayah biologisnya menikah dengan ibunya maka dikatakan
sah, maliki dan hambali melarang menikahi wanita hamil diluar nikah.
2. Di dalam pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan
tekhnologi atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dalam konteks lain
bahwa anak diluar nikah tidak memiliki hubungan keperdataan atau
hubungan nasab dengan ayahnya yang tidak dapat dibuktikan
ilmu
pengetahuan dan tekhnologi atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai
hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
3. Perbandingan antara pendapat fiqh mazhab dan peraturan perundang-
undangan terletak dari cara mensahkan, mayoritas fiqh mazhab anak
dikatakan memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya yaitu dengan cara
jalur pernikahan dengan ibunya, sedangkan peraturan perundang-undangan
hanya dengan cara diuji oleh tekhnologi seperti dokter tanpa harus melalui
jalur pernikahan.
B. Saran
1. Kepada para perempuan dan laki-laki yang sedang menjalin hubungan yang
belum halal, ketahuilah itu merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh
Allah swt, jauhilah perbuatan zina, karena dampaknya jika berlebihan dalam
menjalin hubungan akan memberikan dampak buruk kepada anak yang akan
dilahirkan.
2. Kepada para pihak terkait utamanya orang tua sebagai sekolah pertama
dalam pendidikan anak, berikanlah pemahaman sedari dini kepada anak-
anak, agar kelak mereka mengetahui segala sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan, dan segala dampak buruk yang akan terjadi apabila melanggar
norma-norma tersebut utamanya norma agama.
3. Kepada para pihak terkait lainnya utamanya pemerintah, agar kiranya
mengeluarkan aturan yang tidak menimbulkan opini/pendapat yang tumpang
tindih serta tetap mengedepankan keadilan terhadap seluruh masyarakat
tanpa pandang bulu.
Ketersediaan
| SSYA20210110 | 110/2021 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
110/2021
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2021
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
