Pemenuhan Hak Asas Praduga Tak Bersalah Terhadap Pelanggar Lalu Lintas Yang Tidak Hadir Dalam Sidang Tilang Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 (Studi Kasus Pengadilan Negeri Watampone Kelas 1 A)
Fakrul Nizam/01.16.4091 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Pemunuhan Hak Asas Praduga Tak Bersalah Terhadap
Pelanggar Lalu Lintas Yang Tidak Hadir Dalam Sidang Tilang Menurut Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 (Studi Kasus pengadilan Negeri
Watampone Kelas Ia), dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pemenuhan
hak asas praduga tak bersalah terhadap peralanggar lalu lintas tidak hadir dalam
sidang tilang dan untuk mengetahui efektivitas penyelesaian perkara melalui Asas
praduga tak bersalah terhadap pelanggar lalu lintas berdasarkan peraturan Mahkamah
Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas.. Penelitian ini, dianalisis dengan pendekatan yuridis empiris serta
dibahas dengan metode kualitatif. Untuk memperoleh data dari masalah tersebut,
penulis menggunakan metode field research (penelitian lapangan) dengan melakukan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya dalam menganalisis data dengan
mendeskripsikan data, diberi penafsiran, dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak asas praduga tak bersalah
terhadap peralanggar lalu lintas tidak hadir dalam sidang tilang yaitu Dalam hal
pemenuhan hak atas praduga tak bersalah dalam persidangan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu demokratis, bahwa ketika menerapkan asas praduga tak
bersalah terhadap si pelanggar lalu lintas di berikannya sebuah ruang oleh pengadilan
untuk melakukan esepsi (keberatan) atas hasil putusan oleh hakim dengan cara si
pelanggar membuat sebuah surat pernyataan keberatan kepada pengadilan sebelum
melakuakan sebuah pembayaran. Sedangkan efektivitas penyelesaian perkara melalui
asas praduga tak bersalah terhadap pelanggar lalu lintas berdasarkan Peraturan
Mahkama Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara
pelanggaran lalu lintas yaitu hakim memberikan keputusan kepada si pelanggar
bahwa si pelanggar tebukti bersalah dengan adanya penyampaian dan melampirkan
kesalahan si pelanggar lalu lintas dan berlakunya asas praduga tak bersalah ketika ada
si pelanggar yang keberatan maka si pelanggar berhak di berikan sebuah kesempatan
untuk melakukan keberatan (esepsi). Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya pelanggaran yaitu dengan menerapkan upaya preventif yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan, hal tersebut dilakukan dengan
dua metode, pertama melakukan sosialisasi terhadap anak usia dini, dan kedua
melakukan sosialisasi terhadap anak SD, SMP, SMA.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemenuhan hak asas praduga tak bersalah terhadap peralanggar lalu lintas tidak
hadir dalam sidang tilang yaitu dalam hal pemenuhan hak atas praduga tak
bersalah dalam persidangan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
demokratis, bahwa ketika menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap si
pelanggar lalu lintas di berikannya sebuah ruang oleh pengadilan untuk
melakukan esepsi (keberatan) atas hasil putusan oleh hakim dengan cara si
pelanggar membuat sebuah surat pernyataan keberatan kepada pengadilan
sebelum melakuakan sebuah pembayaran .
2. Efektivitas penyelesaian perkara melalui asas praduga tak bersalah terhadap
pelanggar lalu lintas berdasarkan Peraturan Mahkama Agung Nomor 12 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas yaitu
hakim memberikan keputusan kepada si pelanggar bahwa si pelanggar tebukti
bersalah dengan adanya penyampaian dan melampirkan kesalahan si pelanggar
lalu lintas dan berlakunya asas praduga tak bersalah ketika ada si pelanggar
yang keberatan maka si pelanggar berhak di berikan sebuah kesempatan untuk
melakukan keberatan (esepsi). Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya pelanggaran yaitu dengan menerapkan upaya preventif yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan, hal tersebut
dilakukan dengan dua metode, pertama melakukan sosialisasi terhadap anak
usia dini, dan kedua melakukan sosialisasi terhadap anak SD, SMP, SMA.
B. Saran
Dalam hal pemenuhan hak asas praduga tak bersalah terhadap pelanggar
lalu lintas yang tidak hadir dalam sidang harusnya proses persidangan diikut
sertakan yang akan di sidang atau si pelanggar karena ketidak hadiran dari si
pelanggar dapat terjadinya sebuah pengintimidasian kepada si pelanggar.
Sebagaimana melihat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 12 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas BAB IV tentang
Tahapan Persidangan Pasal 7 ayat ayat (1) yang berbunyi “hakim yang ditunjuk
membuka sidang, dan memutus semua perkara tanpa hadirnya pelanggar” dari
peraturan tersebut terjadi sebuah kontradiksi tentang legitimasi penanganan
perkara lalu lintas dengan Peraturan proses peradilan pidana sebagai Asas
Praduga Tak Bersalah (APTB) yang diatur dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, yakni bahwa “Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam hal ini
diberlakukan karena persoalan wabah covid 19 sehingga pelanggar tidak
diwajibkan hadir, mengenai kasus tersebut harusnya pelanggar tetap harus hadir
walaupun dalam peroses persidanagan menggunakan sistem daring.
Pelanggar Lalu Lintas Yang Tidak Hadir Dalam Sidang Tilang Menurut Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 (Studi Kasus pengadilan Negeri
Watampone Kelas Ia), dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pemenuhan
hak asas praduga tak bersalah terhadap peralanggar lalu lintas tidak hadir dalam
sidang tilang dan untuk mengetahui efektivitas penyelesaian perkara melalui Asas
praduga tak bersalah terhadap pelanggar lalu lintas berdasarkan peraturan Mahkamah
Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas.. Penelitian ini, dianalisis dengan pendekatan yuridis empiris serta
dibahas dengan metode kualitatif. Untuk memperoleh data dari masalah tersebut,
penulis menggunakan metode field research (penelitian lapangan) dengan melakukan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya dalam menganalisis data dengan
mendeskripsikan data, diberi penafsiran, dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak asas praduga tak bersalah
terhadap peralanggar lalu lintas tidak hadir dalam sidang tilang yaitu Dalam hal
pemenuhan hak atas praduga tak bersalah dalam persidangan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu demokratis, bahwa ketika menerapkan asas praduga tak
bersalah terhadap si pelanggar lalu lintas di berikannya sebuah ruang oleh pengadilan
untuk melakukan esepsi (keberatan) atas hasil putusan oleh hakim dengan cara si
pelanggar membuat sebuah surat pernyataan keberatan kepada pengadilan sebelum
melakuakan sebuah pembayaran. Sedangkan efektivitas penyelesaian perkara melalui
asas praduga tak bersalah terhadap pelanggar lalu lintas berdasarkan Peraturan
Mahkama Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian perkara
pelanggaran lalu lintas yaitu hakim memberikan keputusan kepada si pelanggar
bahwa si pelanggar tebukti bersalah dengan adanya penyampaian dan melampirkan
kesalahan si pelanggar lalu lintas dan berlakunya asas praduga tak bersalah ketika ada
si pelanggar yang keberatan maka si pelanggar berhak di berikan sebuah kesempatan
untuk melakukan keberatan (esepsi). Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya pelanggaran yaitu dengan menerapkan upaya preventif yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan, hal tersebut dilakukan dengan
dua metode, pertama melakukan sosialisasi terhadap anak usia dini, dan kedua
melakukan sosialisasi terhadap anak SD, SMP, SMA.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemenuhan hak asas praduga tak bersalah terhadap peralanggar lalu lintas tidak
hadir dalam sidang tilang yaitu dalam hal pemenuhan hak atas praduga tak
bersalah dalam persidangan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
demokratis, bahwa ketika menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap si
pelanggar lalu lintas di berikannya sebuah ruang oleh pengadilan untuk
melakukan esepsi (keberatan) atas hasil putusan oleh hakim dengan cara si
pelanggar membuat sebuah surat pernyataan keberatan kepada pengadilan
sebelum melakuakan sebuah pembayaran .
2. Efektivitas penyelesaian perkara melalui asas praduga tak bersalah terhadap
pelanggar lalu lintas berdasarkan Peraturan Mahkama Agung Nomor 12 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas yaitu
hakim memberikan keputusan kepada si pelanggar bahwa si pelanggar tebukti
bersalah dengan adanya penyampaian dan melampirkan kesalahan si pelanggar
lalu lintas dan berlakunya asas praduga tak bersalah ketika ada si pelanggar
yang keberatan maka si pelanggar berhak di berikan sebuah kesempatan untuk
melakukan keberatan (esepsi). Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya pelanggaran yaitu dengan menerapkan upaya preventif yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan, hal tersebut
dilakukan dengan dua metode, pertama melakukan sosialisasi terhadap anak
usia dini, dan kedua melakukan sosialisasi terhadap anak SD, SMP, SMA.
B. Saran
Dalam hal pemenuhan hak asas praduga tak bersalah terhadap pelanggar
lalu lintas yang tidak hadir dalam sidang harusnya proses persidangan diikut
sertakan yang akan di sidang atau si pelanggar karena ketidak hadiran dari si
pelanggar dapat terjadinya sebuah pengintimidasian kepada si pelanggar.
Sebagaimana melihat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 12 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas BAB IV tentang
Tahapan Persidangan Pasal 7 ayat ayat (1) yang berbunyi “hakim yang ditunjuk
membuka sidang, dan memutus semua perkara tanpa hadirnya pelanggar” dari
peraturan tersebut terjadi sebuah kontradiksi tentang legitimasi penanganan
perkara lalu lintas dengan Peraturan proses peradilan pidana sebagai Asas
Praduga Tak Bersalah (APTB) yang diatur dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, yakni bahwa “Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam hal ini
diberlakukan karena persoalan wabah covid 19 sehingga pelanggar tidak
diwajibkan hadir, mengenai kasus tersebut harusnya pelanggar tetap harus hadir
walaupun dalam peroses persidanagan menggunakan sistem daring.
Ketersediaan
| SSYA20220259 | 259/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
259/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
