Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XVII/2019 Tentang Judicial Review Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

No image available for this title
Skripsi ini membahas Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
28/PUU-XVII/2019 tentang Judicial Review Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pokok permasalahan adalah bagaimana latar belakang
diterbitkannya putusan tersebut, bagaimana implikasi putusan tersebut terhadap
pemaknaan constitutional complaint pada kewenangan Mahkamah Konstitusi dan
bagaimana urgensi penambahan kewenangan constitutional complaint dalam
kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan mengkaji bahan hukum
mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XVII/2019. Penelitian ini
menggunakan metode hukum normatif (yuridis normatif) melalui Pendekatan
Undang-Undang, Pendekatan kasus, Pendekatan historis, Pendekatan perbandingan,
dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan hukum sekunder dengan
bahan hukum primernya Putusan Mahkamah Konstitusi. Hukum yang terkait
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana latar belakang
diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XVII/2019, implikasi
putusan tersebut terhadap pemaknaan constitutional complaint pada kewenangan
Mahkamah Konstitusi dan bagaimana urgensi penambahan kewenangan
constitutional complaint dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang diterbitkannya Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XVII/2019 karena adanya permohonan yang
diajukan ke Mahkamah Konstitusi dimana para pemohon mengajukan permohonan
setelah mengamati Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Setelahnya, para
pemohon mengutarakan alasan pokok perkara dan dilakukan beberapa pertimbangan
hukum oleh Mahkamah sehingga dikeluarkan putusan yang berbunyi “permohonan
para pemohon tidak dapat diterima”. Berdasarkan putusan tersebut, bahwa
penjelasan Pasal 29 ayat (1) huruf a UU No. 48 Tahun 2009, dalam ketentuan ini
pemaknaannya tidak termasuk kewenangan memeriksa, dan memutus constitutional
complaint. Kemudian, melihat mekanisme judicial review yang tersedia dalam sistem
hukum tata negara Indonesia dan banyaknya perkara pelanggaran hak konstitusi tidak
bisa diselesaikan, maka Pemerintah seharusnya menyediakan mekanisme
constitutional complaint sebagai upaya hukum yang dapat ditempuh oleh warga
negara Indonesia untuk mempertahankan hak-hak konstitusinya dari segala produk
hukum yang dikeluarkan pemerintah.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan
pada bab sebelumnya yang mengacu pada rumusan masalah, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Latar belakang diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
28/PUU-XVII/2019 karena adanya permohonan yang diajukan oleh Viktor
Santoso Tandiasa yang berprofesi sebagai Advokat sebagai Pemohon I, dan
Zico Leonard Djagardo Simanjuntak yang berprofesi sebagai Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai Pemohon II, yang selanjutnya
disebut sebagai para pemohon. Keduanya mengajukan permohonan sesuai
dengan apa yang tertera pada putusan tersebut setelah mengamati Putusan
Mahkamah Konstitusi sebelumnya yakni: Pertama, salah satu perkara yang
ditangani oleh Pemohon I adalah perkara Nomor 123/PUU-XIII/2015 yang
Amar Putusannya Mahkamah menyatakan menolak permohonan pemohon
untuk seluruhnya. Kedua, Pemohon II melalui Pengujian Undang-Undang, di
antaranya adalah perkara Nomor 76/PUU-XVI/2018 yang amar putusannya
“ditolak” dan perkara Nomor 5/PUU-XVII/2019 yang amar putusannya
“tidak diterima”. Setelahnya, para pemohon mengutarakan alasan pokok
perkara dan dilakukan beberapa pertimbangan hukum oleh Mahkamah
sehingga dikeluarkan putusan yang berbunyi “permohonan para pemohon
tidak dapat diterima”.
2. Berdasarkan putusan tersebut, bahwa penjelasan Pasal 29 ayat (1) huruf a UU
No. 48 Tahun 2009 yang juga berlaku secara mutatis mutandis terhadap
penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK, dalam ketentuan ini
pemaknaannya tidak termasuk kewenangan memeriksa, dan memutus
84
pengaduan konstitusional (constitutional complaint). Adapun penjelasan yang
dipaparkan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa Penjelasan Pasal 29
ayat (1) huruf a UU Kekuasaan Kehakiman termasuk pasal atau ayat yang
dianggap tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut atau tafsir karena
pembentuk UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan dalam penjelasan dengan
“cukup jelas”. Selanjutnya, bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi telah
diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 ayat (1) UU MK dan Pasal 29 ayat (1) UU
Kekuasaan Kehakiman sebagai ketentuan lebih lanjut dari Pasal 24C ayat (1)
UUD 1945. Dengan pengaturan demikian, pembentuk Undang-Undang tidak
memerlukan tafsir lain yang berakibat penambahan kewenangan Mahkamah
Konstitusi. Artinya, dengan adanya tambahan pemaknaan yang diminta para
pemohon hal demikian dapat dikategorikan sebagai penambahan norma baru.
3. Melihat mekanisme judicial review yang tersedia dalam sistem hukum tata
negara Indonesia dan banyaknya perkara pelanggaran hak konstitusi tidak
bisa diselesaikan dengan mekanisme yang ada, maka mekanisme yang
tersedia saat ini tidak cukup dalam menjamin tegaknya konstitusi Indonesia.
Pemerintah seharusnya menyediakan mekanisme constitutional complaint
sebagai jalur upaya hukum yang dapat ditempuh oleh warga negara Indonesia
untuk mempertahankan hak-hak konstitusinya dari segala bentuk produk
hukum yang dikeluarkan pemerintah. Pemberian kewenangan mengadili
perkara constitutional complaint kepada Mahkamah Konstitusi dinilai akan
memberi kontribusi pada upaya untuk memperkuat penghormatan terhadap
hak-hak dan kebebasan-kebebasan mendasar manusia pada umumnya dan
warga negara pada khususnya, mengintensifkan perlindungan terhadap hak-
hak tersebut dan sekaligus mempertegas derajat konstitusional hak-hak dan
kebebasan-kebebasan itu. Maka dalam politik hukum meminjam istilah
Teuku Mohammad Radhie, constitutional complaint adalah ius
constituendum atau hukum yang akan atau harusnya diberlakukan dimasa
mendatang.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis hendak menyampaikan saran yakni
perlu adanya penambahan atau perluasan pemaknaan pengaduan konstitusional
(constitutional complaint) pada kewenangan Mahkamah Konstitusi agar dapat
membahas lebih spesifik jika terdapat pelanggaran hak-hak dasar warga negara
yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya hukum yang dapat ditempuh
untuk mempertahankan hak-hak konstitusinya dari segala bentuk produk hukum
yang dikeluarkan pemerintah.
Ketersediaan
SSYA2021008282//2021Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

82//2021

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top