Problematika Jatuhnya Talak Dalam Fikih Klasik dan Putusan Hakim Terkait Dengan Keabsahan Hubungan Biologis (Studi di Pengadilan Agama Watampone Kelas IA)

No image available for this title
Skripsi ini membahas tentang problematika jatuhnya talak dalam fikih klasik
dan putusan hakim terkait dengan keabsahan hubungan biologis (Studi di Pengadilan
Agama Watampone Kelas IA). Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini adalah bagaimana proses jatuhnya talak menurut fikih klasik dan putusan hakim di
Pengadilan Agama Watampone Kelas IA dan bagaimana keabsahan hubungan
biologis setelah jatuhnya talak menurut fikih klasik dan putusan hakim di Pengadilan
Agama Watampone Kelas IA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami proses jatuhnya
talak menurut fikih klasik dan putusan hakim di Pengadilan Agama Watampone kelas
IA serta keabsahan hubungan biologis setelah jatuhnya talak menurut fikih klasik dan
putusan hakim di Pengadilan Agama Watampone Kelas IA. Masalah ini merupakan
penelitian lapangan (field research), dan dibahas dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis, teologis normatif, dan sosiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam fikih klasik, tidak menentukan
bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama dan suami
diberi hak yang luas untuk menjatuhkan talak, sehingga kapan dan di manapun ia
mengucapkannya, talak itu jatuh seketika. Tetapi jika ditinjau dari hukum positif,
talak tersebut belum jatuh karena perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama, hal ini untuk menajamin kepastian hukum bagi suami maupun
istri. Selanjutnya hubungan biologis setelah talak dalam fikih klasik, menurut Mazhab
Imam Syafi’i dan Imam Malik adalah haram dan menurut Imam Hanafi dan Imam
Ahmad bin Hambal hubungan biologis tersebut tidak haram dan bisa diartikan
sebagai rujuk. Sedangkan menurut putusan hakim terkait dengan hubungan biologis
setelah mengucapkan talak baik dalam masa iddah maupun iddahnya telah habis,
adalah hubungan biologis yang dilakukan di luar perkawinan dan hukumnya tidak
boleh atau haram.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka simpulan dalam
pembahasan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Talak yang diucapkan sebelum putusan sidang Pengadilan Agama sudah
jatuh, apabila berpedoman pada ketetapan hukum agama. Tetapi jika ditinjau
dari hukum positif, talak tersebut belum jatuh karena perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. Pada dasarnya hukum Islam
tidak menentukan bahwa perceraian itu harus dilakukan didepan Pengadilan
Agama, namun ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan dan
kemaslahatan bagi masyarakat. Hal ini untuk menajamin kepastian hukum
bagi suami maupun istri. Hukum Islam merupakan hukum yang pada saat ini
berlaku di Indonesia yang diberlakukan secara yuridis dan normatif.
2. Hukum hubungan biologis setelah talak menurut Mazhab Imam Syafi’i dan
Imam Malik adalah haram, mereka berpendapat bahwa hubungan biologis
adalah sesuatu hal yang boleh dilakukan setelah perkawinan, saat perkawinan
sudah putus maka hubungan biologis haram untuk dilakukan dan menurut
Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal hubungan biologis tersebut tidak
haram dan bisa diartikan sebagai rujuk. Sedangkan menurut putusan hakim
terkait dengan hubungan setelah mengucapkan talak baik dalam masa iddah
maupun iddahnya telah habis, adalah hubungan biologis yang dilakukan di
luar perkawinan yang dikategorikan sebagai perbuatan zina dan hukumnya
tidak boleh atau haram.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan atau mengimplikasikan
sebagai berikut:
1. Melihat dari prosedur talak menurut fikih klasik dan putusan hakim, maka
sudah sepantasnya masyarakat Islam di Indonesia wajib mengikuti ketentuan
hukum positif yang berlaku sekarang ini. Dan masyarakat perlu
menyadarinya bahwa talak di luar Pengadilan tidak memiliki kekuatan
hukum sehingga istri tidak mempunyai kekuatan untuk menuntut haknya
yang seharusnya diperoleh setelah ia diceraikan oleh suaminya. Seperti
halnya masalah waris tidak bisa menyelesaikan jika tidak menggunakan
kaidah hukum positif di Indonesia. Dan status istri yang telah diceraikan tidak
mempunyai bukti yang sah karena tidak dicatatkan atau disahkan dalam
lembar administrasi negara (akta cerai) sehingga ia akan kesulitan untuk
menerima pinangan dari lelaki lain untuk menikah secara resmi setalah habis
masa iddahnya.
2. Perlunya sosialisasi mengenai hukum perkawinan terutama yang menyangkut
masalah hubungan biologis setelah jatuhnya talak. Sebab banyak masyarakat
yang beranggapan bahwa hubungan biologis setelah jatuhnya talak
dikategorikan sebagai rujuk karena pemahaman mereka hanya dengan sesuai
kaidah hukum syariat sudah cukup dan tanpa mengurusi melalui Pengadilan
Agama, padahal rujuk harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dalam
hukum positif. Maka dari itu, sebaiknya masyarakat lebih berhati-hati dalam
melakukan suatu hal apabila belum mengetahui bagaimana hukumnya lebih
baik tanyakan dahulu pada yang berkompeten dibidang tersebut.
Ketersediaan
SSYA2021006161/2021Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

61/2021

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top