Praktek Gadai Lahan Sawah Perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.25/DSN MUI/III/2002 (Studi Kasus Di Desa Melle Kec. Palakka Kab. Bone)
Reny Anggraeni/ 01.15.3.139 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang praktek gadai lahan sawah perspektif fatwa
dewan syariah nasional NO.25/DSN MUI/III/2002 Pokok permasalahannya adalah
bagaimana praktek gadai lahan sawah di desa melle kec. Palakka kab. Bone dan
bagaimna praktek gadai lahan sawah perspektif fatwa dewan syariah nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian
yang dilakukan langsung dilapangan (field research), dengan data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara terhadap Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Rahin,
Murtahin dan dalam bentuk dokumentasi untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Hasil setelah dilakukan penelitian ini, maka peneliti mendapatkan kesimpulan
bahwa praktek gadai lahan sawah perspektif fatwa dewan syariah nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002 di desa melle kec. Palakka kab. Bone secara keseluruhan
belum terealisai, khususnya dalam pemanfaatan sawah (Marhun) yang oleh pihak
penerima gadai mengurus dan memiliki hak atasnya. Utamanya pada: 1).
Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin,
namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 2). Apabila Rahin tidak dapat melunasi
hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang. 3). Dan tidak
sesuaian Fatwa DSN MUI disebabkan memang untuk lembaga keuangan bukan untuk
Gadai lahan sawah.
Adapun implementasi dari penelitian ini yaitu dalam melakukan praktek gadai
lahan sawah bisa lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan umum gadai, terlebih
dalam hal pemanfaatan gadai. Lebih mengetahui juga pada hakekat dasar pada gadai
lahan sawah yakni sebagai akad tabarr’u (tolong menolong).
A. Simpulan
Setelah dilakukan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terhadap
permasalahan yang diteliti, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Pelaksanaan gadai lahan sawah yang ada di Desa Melle Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone pada prakteknya, Rahin (penggadai) mendatangi Murtahin
(penerima gadai) untuk meminjam sejumlah uang guna memenuhi kebutuhan
dengan menyerahkan barang gadaian berupa lahan sawah sebagai barang
jaminan, hak penguasaan/pemanfaatan sawah tersebut berada di tangan
murtahin (penerima gadai) sampai pelunasan hutang gadaian. Pembayaran
hutang oleh rahin (penggadai) kepada murtahin (penerima gadai) pada
umumnya diberi batasan waktu hingga 3 tahun, bila belum dapat melunasi,
kedua belah pihak boleh kembali bersepakat, baik untuk melanjutkan maupun
untuk memindahtangankan penggadaian lahan sawah tersebut. Berakhirnya
akad gadai ketika rahin (penggadai) menyerahkan uang kepada murtahin
(penerima gadai) sesuai jumlah uang yang dipinjam.
1. Pelaksanaan gadai lahan sawah yang ada di Desa Melle Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone dalam perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002 belum sepenuhnya terealisasi, khususnya dalam
pemanfaatan lahan sawah (marhun) yang oleh pihak penerima gadai
mengurus dan memiliki hak atasnya. Utamanya pada: 1). Pemeliharaan dan
penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat
dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 2). Apabila Rahin tidak dapat
melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang
sesuai syariah. 3). Dan tidak sesuaian Fatwa DSN MUI disebabkan memang
untuk lembaga keuangan bukan untuk Gadai lahan sawah.
B. Implikasi
2. Penulis berharap agar pihak-pihak yang biasa melakukan praktek gadai lahan
sawah bisa lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan umum gadai, terlebih
dalam hal pemanfaatan marhun.
3. Hendaknya dalam praktek gadai ini tidak memberlakukan sebagai komoditi
untuk mencari keuntungan, melainkan betul-betul kembali pada hakekat
dasarnya yakni sebagai akad tabarru’ (tolong menolong).
4. Sebagai pemilik lahan sawah yang sedang membutuhkan keuangan lebih,
hendaknya menyewakan tanah tersebut, bukan dengan jalan menggadaikan,
supaya lebih jelas waktu pemanfaatan sawah oleh pengelola, dan pemilik
sawah tidak akan terbebani dengan pengembalian utang kepada murtahin
(Penerima Gadai).
dewan syariah nasional NO.25/DSN MUI/III/2002 Pokok permasalahannya adalah
bagaimana praktek gadai lahan sawah di desa melle kec. Palakka kab. Bone dan
bagaimna praktek gadai lahan sawah perspektif fatwa dewan syariah nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian
yang dilakukan langsung dilapangan (field research), dengan data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara terhadap Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Rahin,
Murtahin dan dalam bentuk dokumentasi untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Hasil setelah dilakukan penelitian ini, maka peneliti mendapatkan kesimpulan
bahwa praktek gadai lahan sawah perspektif fatwa dewan syariah nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002 di desa melle kec. Palakka kab. Bone secara keseluruhan
belum terealisai, khususnya dalam pemanfaatan sawah (Marhun) yang oleh pihak
penerima gadai mengurus dan memiliki hak atasnya. Utamanya pada: 1).
Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin,
namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 2). Apabila Rahin tidak dapat melunasi
hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang. 3). Dan tidak
sesuaian Fatwa DSN MUI disebabkan memang untuk lembaga keuangan bukan untuk
Gadai lahan sawah.
Adapun implementasi dari penelitian ini yaitu dalam melakukan praktek gadai
lahan sawah bisa lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan umum gadai, terlebih
dalam hal pemanfaatan gadai. Lebih mengetahui juga pada hakekat dasar pada gadai
lahan sawah yakni sebagai akad tabarr’u (tolong menolong).
A. Simpulan
Setelah dilakukan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terhadap
permasalahan yang diteliti, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Pelaksanaan gadai lahan sawah yang ada di Desa Melle Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone pada prakteknya, Rahin (penggadai) mendatangi Murtahin
(penerima gadai) untuk meminjam sejumlah uang guna memenuhi kebutuhan
dengan menyerahkan barang gadaian berupa lahan sawah sebagai barang
jaminan, hak penguasaan/pemanfaatan sawah tersebut berada di tangan
murtahin (penerima gadai) sampai pelunasan hutang gadaian. Pembayaran
hutang oleh rahin (penggadai) kepada murtahin (penerima gadai) pada
umumnya diberi batasan waktu hingga 3 tahun, bila belum dapat melunasi,
kedua belah pihak boleh kembali bersepakat, baik untuk melanjutkan maupun
untuk memindahtangankan penggadaian lahan sawah tersebut. Berakhirnya
akad gadai ketika rahin (penggadai) menyerahkan uang kepada murtahin
(penerima gadai) sesuai jumlah uang yang dipinjam.
1. Pelaksanaan gadai lahan sawah yang ada di Desa Melle Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone dalam perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional
NO.25/DSN MUI/III/2002 belum sepenuhnya terealisasi, khususnya dalam
pemanfaatan lahan sawah (marhun) yang oleh pihak penerima gadai
mengurus dan memiliki hak atasnya. Utamanya pada: 1). Pemeliharaan dan
penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat
dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 2). Apabila Rahin tidak dapat
melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang
sesuai syariah. 3). Dan tidak sesuaian Fatwa DSN MUI disebabkan memang
untuk lembaga keuangan bukan untuk Gadai lahan sawah.
B. Implikasi
2. Penulis berharap agar pihak-pihak yang biasa melakukan praktek gadai lahan
sawah bisa lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan umum gadai, terlebih
dalam hal pemanfaatan marhun.
3. Hendaknya dalam praktek gadai ini tidak memberlakukan sebagai komoditi
untuk mencari keuntungan, melainkan betul-betul kembali pada hakekat
dasarnya yakni sebagai akad tabarru’ (tolong menolong).
4. Sebagai pemilik lahan sawah yang sedang membutuhkan keuangan lebih,
hendaknya menyewakan tanah tersebut, bukan dengan jalan menggadaikan,
supaya lebih jelas waktu pemanfaatan sawah oleh pengelola, dan pemilik
sawah tidak akan terbebani dengan pengembalian utang kepada murtahin
(Penerima Gadai).
Ketersediaan
| SS20190120 | 120/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
120/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
