Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 135/ PUU-XIII/2015 Tentang Hak Pilih Bagi Orang Dalam Gangguan Jiwa
Nur Asyiqin/01.16.4008 - Personal Name
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan
hakim konstitusi dari dikeluarkannya putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015 dan
konsekuensi yang ditimbulkan dari putusan tersebut. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual
dan pendekatan historis. Berdasarkan pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang dalam melakukan judicial review atau
melakukan penafsiran terhadap suatu undang-undang apabila terjadi perbedaan
paham dalam memahami suatu undang-undang. Dalam hal ini terkait putusan MK
Nomor 135/PUU-XIII/2015 Tentang Hak Pilih Bagi Orang Dalam Gangguan Jiwa
yang dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia. Pemberian hak politik bagi orang dalam
gangguan jiwa tersebut merupakan langkah pemerintah untuk menjamin Hak Asasi
bagi setiap warga negara dengan tetap mempertimbangkan hukum yang telah ada
sebelumnya.
Melihat dari putusan tersebut MK menafsirkan bahwa frasa “sedang/tidak
terganggu jiwa/ingatannya” bisa ditafsirkan sebagai orang yang tidak kehilangan
ingatannya atau dengan kata lain yaitu orang yang masih bisa membedakan antara
yang benar dan salah. Hak politik ini tidak semata mata diberikan kepada semua
orang yang memiliki gangguan jiwa melainkan hanya kepada orang-orang tertentu
saja yang bisa membuktikan bahwa dirinya mampu bertanggung jawab pada
perbuatan-nya yang dibuktikan dengan surat keterangan dari rumah sakit.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dasar Pertimbangan Hakim Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap
Putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015
Mahkamah konstitusi sebagai guard of constitution berwenang untuk menjaga
dan melindungi konstitusi negara, menjamin bahwa setiap aturan yang dibuat
dijalankan dengan baik oleh setiap warga negara maupun lembaga negara, termasuk
dalam hal melakukan judicial review seperti yang diminta oleh beberapa pihak
terkait dengan ketentuan pasal 57 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, terkait frasa “sedang
terganggu jiwa/ingatannya”. Dengan menggunakan dasar pertimbangan yang
didasarkan pada Undang-Undang tentang hak Asasi manusia yaitu Pasal 28A-28J,
UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas dan beberapa aturan lain yang
berkenaan dengan permintaaan judicial review tersebut.
2. Kosekuensi dari Putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015
d. Berbicara tentang konsekuensi atau dampak dari putusan tersebut, penulis
membaginya dalam makna positif dan juga makna negatif, dalam hal ini
kdampak positif dari putusan mahkamah konstitusi yaitu: (1) Putusan
Mahkamah Konstitusi menciptakan kepastian hukum; (2) Putusan Mahkamah
Konstitusi mengakhiri sebuah sengketa hukum. Kemudian dalam makna
negatif yaitu: (1) Rentan untuk dimanipulasi oleh beberapa pihak yang tidak
bertanggng jawab, (2) Berpotensi memperlambat jalannya pemilu, (3)
Berpotensi menimbulkan perdebatan dalam masyarakat
Dalam hal ini putusan yang dikeluarkan MK Nomor 135/PUU-
XIII/2015 Tentang hak pilih bagi orang dalam gangguan jiwa, dalam
masyarakat umum orang yang memiliki keterbatasan dari segi jiwa yang sering
dikatakan “Gila” namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang
memiliki keterbatasan mental bisa disebut “Gila”. Hal inilah yang menjadi
landasan berfikir atau landasan hukum bagi hakim MK untuk tetap memberikan
hak politik bagi orang dalam gangguan jiwa untuk ikut andil dan memberikan
suaranya dalam pemilihan umum (Pemilu) sebagai bentuk perwujudan dari Hak
Asasi Manusia (HAM).
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah khususnya pembentuk Undang-Undang untuk menerapkan
keputusan mahkamah konstitusi sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan-
kebijakan agar tidak terjadi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi warga
negara Indonesia.
2. Bagi para penyandang disbilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ) agar bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelaksanaan pemilu,
dalam artian tidak sampai membuat kegaduhan atau sampai merusak fasilitas
yang ada, supaya dapat mengembalikan kepercayaan pemerintah untuk diikut
sertakan di pemilu selanjutnya.
hakim konstitusi dari dikeluarkannya putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015 dan
konsekuensi yang ditimbulkan dari putusan tersebut. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual
dan pendekatan historis. Berdasarkan pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang dalam melakukan judicial review atau
melakukan penafsiran terhadap suatu undang-undang apabila terjadi perbedaan
paham dalam memahami suatu undang-undang. Dalam hal ini terkait putusan MK
Nomor 135/PUU-XIII/2015 Tentang Hak Pilih Bagi Orang Dalam Gangguan Jiwa
yang dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia. Pemberian hak politik bagi orang dalam
gangguan jiwa tersebut merupakan langkah pemerintah untuk menjamin Hak Asasi
bagi setiap warga negara dengan tetap mempertimbangkan hukum yang telah ada
sebelumnya.
Melihat dari putusan tersebut MK menafsirkan bahwa frasa “sedang/tidak
terganggu jiwa/ingatannya” bisa ditafsirkan sebagai orang yang tidak kehilangan
ingatannya atau dengan kata lain yaitu orang yang masih bisa membedakan antara
yang benar dan salah. Hak politik ini tidak semata mata diberikan kepada semua
orang yang memiliki gangguan jiwa melainkan hanya kepada orang-orang tertentu
saja yang bisa membuktikan bahwa dirinya mampu bertanggung jawab pada
perbuatan-nya yang dibuktikan dengan surat keterangan dari rumah sakit.
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dasar Pertimbangan Hakim Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap
Putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015
Mahkamah konstitusi sebagai guard of constitution berwenang untuk menjaga
dan melindungi konstitusi negara, menjamin bahwa setiap aturan yang dibuat
dijalankan dengan baik oleh setiap warga negara maupun lembaga negara, termasuk
dalam hal melakukan judicial review seperti yang diminta oleh beberapa pihak
terkait dengan ketentuan pasal 57 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, terkait frasa “sedang
terganggu jiwa/ingatannya”. Dengan menggunakan dasar pertimbangan yang
didasarkan pada Undang-Undang tentang hak Asasi manusia yaitu Pasal 28A-28J,
UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas dan beberapa aturan lain yang
berkenaan dengan permintaaan judicial review tersebut.
2. Kosekuensi dari Putusan MK Nomor 135/PUU-XIII/2015
d. Berbicara tentang konsekuensi atau dampak dari putusan tersebut, penulis
membaginya dalam makna positif dan juga makna negatif, dalam hal ini
kdampak positif dari putusan mahkamah konstitusi yaitu: (1) Putusan
Mahkamah Konstitusi menciptakan kepastian hukum; (2) Putusan Mahkamah
Konstitusi mengakhiri sebuah sengketa hukum. Kemudian dalam makna
negatif yaitu: (1) Rentan untuk dimanipulasi oleh beberapa pihak yang tidak
bertanggng jawab, (2) Berpotensi memperlambat jalannya pemilu, (3)
Berpotensi menimbulkan perdebatan dalam masyarakat
Dalam hal ini putusan yang dikeluarkan MK Nomor 135/PUU-
XIII/2015 Tentang hak pilih bagi orang dalam gangguan jiwa, dalam
masyarakat umum orang yang memiliki keterbatasan dari segi jiwa yang sering
dikatakan “Gila” namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang
memiliki keterbatasan mental bisa disebut “Gila”. Hal inilah yang menjadi
landasan berfikir atau landasan hukum bagi hakim MK untuk tetap memberikan
hak politik bagi orang dalam gangguan jiwa untuk ikut andil dan memberikan
suaranya dalam pemilihan umum (Pemilu) sebagai bentuk perwujudan dari Hak
Asasi Manusia (HAM).
B. Saran
Adapun saran penulis dari pembahasan skripsi di atas adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah khususnya pembentuk Undang-Undang untuk menerapkan
keputusan mahkamah konstitusi sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan-
kebijakan agar tidak terjadi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi warga
negara Indonesia.
2. Bagi para penyandang disbilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ) agar bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelaksanaan pemilu,
dalam artian tidak sampai membuat kegaduhan atau sampai merusak fasilitas
yang ada, supaya dapat mengembalikan kepercayaan pemerintah untuk diikut
sertakan di pemilu selanjutnya.
Ketersediaan
| SSYA20200158 | 158/2020 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
158/2020
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2020
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
